Home / Berita Daerah / KB Pascapersalinan Cegah Kematian Ibu

KB Pascapersalinan Cegah Kematian Ibu

BKKBN-Jhpiego Perkuat Peran Penyuluh KB

Specialist PPFP JHPIEGO Andriani Siahaan menjelaskan program KBPP Pilihan dalam Workshop Peningkatan Kapasitas KB Pascapersalinan bagi PKB dan Mitra Terkait di Kota Bandung pada 5-6 April 2022. (NAJIP HENDRA SP/WARTAKENCANA.COM)

BANDUNG | WARTAKENCANA.COM

Keluarga berencana (KB) berkaitan erat dengan kematian ibu. Hal ini tergambar dalam sebuah studi yang menyoroti keterkaitan penggunaan kontrasepsi dengan kematian ibu di 172 negara pada 2012 lalu. Hasilnya, prevalensi kontrasepsi global sebesar 64,2 persen terbukti menurunkan jumlah kematian ibu hingga 44 persen.

Data menunjukkan jika 100 persen kebutuhan kontrasepsi modern terpenuhi, diyakini mampu menurunkan 70 persen jumlah kehamilan yang tak direncanakan (unintended pregnancy). Pada saat yang sama, bakal turun 74 persen aborsi yang dilakukan secara tidak aman (unsafe abortion), menurunkan 25 persen jumlah kematian ibu, dan menurunkan 18 persen jumlah kemarin bayi baru lahir.

Temuan tersebut mengemuka dalam paparan Specialist PPFP (KBPP) JHPIEGO Andriani Siahaan dalam Workshop Peningkatan Kapasitas KB Pascapersalinan kepada Penyuluh Keluarga Berencana dan Mitra Terkait di Kota Bandung yang berlangsung selama dua hari, 5-6 April 2022. Workshop diikuti petugas lini lapangan, seperti penyuluh keluarga berencana (PKB), petugas Penggerak Bangga Kencana Kelurahan (PBKK), dan mitra kerja terkait di Kota Bandung. Petugas lini lapangan berasal dari enam kecamatan prioritas, meliputi Andir, Batununggal, Astanaanyar, Coblong, Cicendo, dan Bojongloa Kaler.

Andriani menjelaskan, strategi penurunan angka kematian ibu (AKI) menggunakan empat pilar safe motherhood, yakni KB, pemeriksaan kehamilan, persalinan bersih dan aman, dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di rumah sakit dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Keempatnya merupakan pelayanan dasar bagi setiap ibu sekaligus pemenuhan hak bagi setiap perempuan. Pendekatan ini yang kemudian menjadikan pelayanan KB Pascapersalinan (KBPP) menjadi sangat penting.

“Mengapa KBPP penting? Karena perempuan dalam periode pascapersalinan sering kali tidak mendapat perhatian yang memadai atau layanan keluarga berencana yang diperlukan selama masa rentan ini. Berdasarkan analisa data DHS dari 27 negara, 65 persen perempuan setelah persalinan, tidak menginginkan kehamilan dalam periode 12 bulan, namun tidak menggunakan kontrasepsi,” ungkap Andriani.

“KB dapat menyumbangkan 30 persen pencegahan kematian ibu dan 10 persen kematian bayi. Kehamilan jarak yang dekat di bawah satu tahun merupakan situasi risiko tinggi seperti berat badan lahir rendah (BBLR) dan lain sebagainya. Di sinilah KBPP memiliki peran penting,” tambah Andriani.

Guna mendorong pelayanan KBPP berkualitas, Jhpiego membantu sejumlah kabupaten dan kota di Indonesia untuk mengidentifikasi elemen-elemen WHO Health System Building Blocks. Merujuk ada model tersebut, terdapat elemen yang perlu mendapatkan perhatian. Yakni, petugas kesehatan, informasi, kontrasepsi, pembiayaan, tata kelola pemerintah, dan komunitas. Nah, workshop bagi PKB dan mitra kerja merupakan salah satu langkah penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pelayanan KBPP.

“Jhpiego melakukan pendampingan advokasi kepada 12 kabupaten dan kota prioritas di Indonesia. Di Jawa Barat, program bergulir di Kota Bandung, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Bogor. Sebelum di Kota Bandung, worskshop serupa sudah terlebih dahulu di laksanakan di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bogor,” papar Andriani.

Di tempat yang sama, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kota Bandung Andri Darusman menjelaskan workshop bertujuan memberikan pemahaman bagi PKB dan mitra kerja terkait kebijakan program KBPP di Kota Bandung. Pada saat yang sama, meningkatkan kapasitas PKB tentang metode terkini serta teknik konseling dalam KBPP.

Selain itu, sambung Andri, PKB dan mitra diharapkan mengetahui faktor penghambat dan faktor penguat dalam KBPP di masyarakat. Juga agar PKB dan mitra memahami prinsip pokok dalam mewujudkan keberhasilan program KB secara keseluruhan serta menyepakati sinergisitas perencanaan penguatan program pelayanan KBPP antara tenaga kesehatan dan penggerakan serta penjangkauan di masyarakat.

“Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap keberhasilan program KBPP adalah faktor demand dari sisi masyarakat. Di sinilah pentingnya masyarakat sadar akan kebutuhannya untuk mengakses pelayanan KB, utamanya KBPP. Kami berharap para PKB dan PBKK menjadi ujung tombak penyampai informasi pelayanan KBPP ini kepada masyarakat,” harap Andri.

Sementara itu, Sub Koordinator Kesehatan Reproduksi Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat Arif Rifqi Zaidan menjelaskan, BKKBN telah mengeluarkan Peraturan Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Nomor 01 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pelayanan Keluarga Berencana Pascapersalinan Bagi Penyuluh Keluarga Berencana/Petugas Lapangan Keluarga Berencana. Petunjuk teknis (Juknis) ini merupakan salah satu upaya optimalisasi dalam pendampingan ibu hamil hingga menjadi peserta baru pascapersalinan atau peserta KB baru setelah persalinan.

“Juknis bertujuan memberikan panduan atau petunjuk teknis bagi para PKB/PLKB dalam pengelolaan pelayanan KBPP di fasilitas kesehatan wilayah binaan operasional masing-masing. Juknis mengatur tiga hal pokok, meliputi kebijakan dan strategi, mekanisme pelaksanaan pelayanan KBPP, dan monitoring dan evaluasi. Kebijakan dirahkan membantu menurunkan AKI, unmetneed, serta total fertility rate (TFR) di Indonesia. Adapun strategi dilakukan melalui koordinasi dan pembagian peran antara PKB/PLKB dan tenaga kesehatan dalam pelaksanaan pendampingan pelayanan KBPP di fasilitas kesehatan,” papar Zaidan.

Dalam hal ini, strategi penggarapan yang dilakukan PKB/PLKB meliputi sejumlah tahapan. Strategi ini diawali dengan pemetaan dan pendataan calon peserta, pendampingan di masyarakat dan fasilitas kesehatan, pembinaan pascapelayanan, dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) pendamping.

Lebih jauh Zaidan menjelaskan, Juknis merupakan tindak lanjut Peraturan BKKBN Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pelayanan Keluarga Berencana Pascapersalinan yang sudah terbit sebelumnya. Pelayanan KBPP dilaksanakan dengan target meningkatkan kesertaan ber-KB ibu nifas atau pasangannya mencapai 70 persen pada 2024 mendatang. Guna mendukung pelayanan KBPP, pihaknya mengatur lima rumpun tata kelola.

Pertama, advokasi kepada para mitra kerja. Kedua, pengorganisasian tugas kepada institusi dan stakeholders terkait di semua jenjang administrasi. Ketiga, perencanaan program dan pelayanan KBPP di semua jenjang administrasi dan fasilitas kesehatan. Keempat, pelaksanaan program dan pelayanan KBPP yang terintegrasi dengan program KB dan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE). Kelima, penguatan dan optimalisasi peran tenaga lini lapangan dalam upaya penggerakan KB.(NJP)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top