Home / Berita Daerah / Bukan Naik 105%, Kehamilan Baru Kota Tasikmalaya Turun 2,3%

Bukan Naik 105%, Kehamilan Baru Kota Tasikmalaya Turun 2,3%

IPKB Kritik Cara Media Membaca Data

Para petugas lini lapangan Bangga Kencana di Kabupaten Bandung membagikan masker kepada masyarakat. BKKBN dan OPD KB se-Jabar terus memberikan pelayanan kepada masyarakat selama masa pandemi covid-19.

BANDUNG | WARTA KENCANA

Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya Uus Supangat meradang. Pemicunya, sebuah media daring nasional memberitakan adanya kenaikan kehamilan sebesar 105 persen setelah adanya imbuan di rumah selama pasa pandemi covid-19. Persentase tersebut merujuk pada jumlah kunjungan pertama ibu hamil yang diasumsikan sebagai “perempuan positif hamil” sebanyak 3.219 orang selama Januari-Maret 2020.

Uus tidak memungkiri jumlah 3.219 orang tersebut. Data itu bersumber dari data cakupan kujungan pertama ibu hamil ke tenaga kesehatan (K1 Akses) Dinas Kesehatan Kota Tasikmlaya. Memang demikian adanya. Yang membuat Uus meradang adalah persentase yang keluar dari perhitungan perbandingan dengan tahun sebelumnya (year on year).  Merujuk pada keterangan Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya Yuyun Darmawan kepada wartawan pada Senin, 4 Mei 2020, pada 2019 lalu kehamilan tidah bulan pertama sebanyak sekitar 1.500 orang.

Menurut Uus, merujuk data K1 Akses pada periode yang sama tahun sebelumnya, jumlah kunjungan pertama ibu hamil adalah 3.296 orang, bukan 1.500-an orang. Rinciannya, 1.132 pada Januari, 1.082 pada Februari, dan 1.082 pada Maret 2019. Dengan demikian, jumlah kunjungan pertama ibu hamil pada Januari-Maret 2020 lebih sedikit dari Januari-Maret 2019. Selisihnya sebanyak 77 orang.

Jika menggunakan asumsi yang sama dengan Kompas.com tentang “perempuan positif hamil”, boleh dibilang angka kehamilan turun 2,3 persen dari angka kunjungan 2019. Namun demikian, Uus menyebut data kehamilan resmi ada di Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (PPKBP3A) Kota Tasikmalaya. Sedangkan data Dinas Kesehatan merupakan kunjungan pertama ibu hamil ke tenaga kesehatan.

“Data yang sebenarnya, 105 persen bukan kenaikan jumlah ibu hamil di Kota Tasikmalaya selama masa pandemi. Itu merupakan data cakupan K1 Akses atau kontak pertama ibu hamil ke tenaga kesehatan,” terang Uus dalam pernyataan tertulisnya yang diterima Warta Kencana siang ini.

Uus juga berkelit pihaknya telah melakukan wawancara untuk media tersebut karena pada hari itu sedang nengikuti pembahasan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tasikmalaya.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (PPKBP3A) Kota Tasikmalaya Nunung Kartini.

Naik Tapi Masih Wajar

Secara terpisah, Kepala Dinas PPKBP3A Kota Tasikmalaya Nunung Kartini membenarnya adanya kenaikan jumlah kehamilan selama kurun waktu Januari-Maret 2020 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Dalam surat klarifikasi yang dikirim kepada Wali Kota Tasikmalaya, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat, Sekretaris Daerah Kota Tasikmalaya, dan Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, Nunung menunjukkan data penambahan kehamilan sebanyak 235 orang selama Januari-Maret 2020. Adapun penambahan selama Januari-Maret 2019 sebanyak 218.

Pada Januari 2019, jumlah kehamilan di Kota Tasikmalaya sebanyak 3.970 orang. Naik menjadi 4.171 pada Februari, kemudian naik lagi menjadi 4.188 pada Maret 2019. Demikian dalam tiga bulan tersebut terdapat penambahan 218 ibu hamil. Pada Januari 2020, jumlah kehamilan sebanyak 4.452 orang. Sebulan kemudian naik menjadi 4.677 orang dan menjadi 4.687 orang pada Maret 2020. Secara kumulatif, penambahan selama Januari-Maret 2020 berjumlah 235 orang.

Nunung menyebutkan data tersebut bersumber dari laporan berjenjang dari kader sub pembantu pembina keluarga berencana desa (PPKBD) atau Sub Pos KB Desa, PPKBD atau Pos KB Desa, tenaga penggerak desa (TPD), penyuluh keluarga berencana (PKB) hingga Dinas PPKBP3A Kota Tasikmalaya. “Apabila dibandingkan data 2019 dan 2020 dengan periode yang sama, maka persentase kenaikannya hanya 7,8 persen. Berdasarkan analisis data yang dilakukan Dinas PPKBP3A, kenaikan jumlah kehamilan tersebut masih dalam batas wajar,” ungkap Nunung.

Sinergi Pemerintah-Media

Sementara itu, Sekretaris Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Jawa Barat Najip Hendra SP menilai respons yang muncul akibat pemberitaan lonjakan kehamilan semata-mata kepanikan pemerintah daerah. Pemerintah daerah panik sekaligus khawatir munculnya anggapan publik bahwa kinerjanya buruk atau setidaknya layanan program terhenti selama pada pandemi covid-19.

“Pemerintah pusat maupun daerah mengklaim pelayanan masyarakat terus berjalan selama masa pandemi. Asumsinya, pelayanan KB atau Bangga Kencana tidak terhenti. Masyarakat terus mendapat pelayanan dengan beberapa penyesuaian tentunya. Bila kemudian muncul berita lonjakan kehamilan, praktis muncul kekhawatiran pelayanan dianggap terganggu. Padahal, kalau kita cermati datanya tidak demikian. Penambahan jumlah kehamilan masih cukup wajar,” kata Najip.

Najip juga mengkritik media yang dianggap kurang hati-hati dalam membaca data. Juga dalam membangun asumsi. Menghubungkan masa pandemi covid-19 dengan kehamilan tentu tidak salah. Namun, mempersamakan Januari-Maret 2020 dengan masa pandemi covid merupakan kekeliruan.

“Imbauan social distancing yang kemudian menjadi physical distancing itu baru diberlakukan 16 Maret 2020. Artinya, periode Januari-Maret 2020 itu tidak bisa dikatakan masa pandemi covid-19. Di sini letak kekeliruannya. Seolah-olah selama masa pandemi terjadi lonjakan kehamilan, padahal datanya tidak linier,” tandas Najip.

Belajar dari pengalaman tersebut, Najip mengimbau pengelola program di daerah bersinergi dengan para pewarta. Sinergi ini penting untuk membangun kesepahaman antara pengelola program dengan media. Dengan demikian, kelak tidak muncul lagi kekeliruan dalam membaca data atau sebuah laporan.

“Bahasa program pada umumnya sangat teknis dan rigid, sehingga sulit dipahami masyarakat awam. Termasuk istilah kehamilan, hamil pertama, kunjungan pertama ibu hamil, dan lain-lain yang muncul dalam pemberitaan baru-baru ini. Sementara itu, media massa berusaha berbicara sesuai dengan bahasa masyarakat. Nah, perubahan dari bahasa program menjadi bahasa kaum ini perlu sinergi. Jurnalis perlu mendapat pemahaman, sehingga tidak salah mengutip istilah,” ungkap penerima penghargaan Wira Karya Kencana pada 2015 tersebut.(WK)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top