Home / Berita Utama / Yang Muda yang Cegah Stunting

Yang Muda yang Cegah Stunting

Kepala BKKBN Apresiasi Konten Fest 2022 Jawa Barat

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo membuka Konten Fest 2022 dari ruang kerjanya di Jakarta.

BANDUNG | WARTAKENCANA.COM

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menilai kegiatan Konten Fest yang dihelat Jawa Barat sebagai langkah kreatif untuk menyasar kalangan remaja. Pelopor rebranding BKKBN ini menyebutnya sangar kreatif. Terlebih belum ada provinsi lain yang menyelenggarakan acara serupa.

Konten Fest 2022 sekaligus menjadi kick-off peringatan ke-29 Hari Keluarga Nasional (Harganas) tingkat Povinsi Jawa Barat. Pada festival perdana ini, BKKBN Jabar meluncurkan meluncurkan layanan berbasis WhatsApp Business dengan nama Pasti KB:  Pilih Alat Kontrasepsi Segera dan Temukan Informasi Keluarga Berencana. Juga meluncurkan podcast Berencana Itu Keren Pisan (Berkesan) dan diakhiri pengumuman pemenang Ajang Kespro Kawula Muda (AkuKaMu) Jawa Barat 2022.

“Saya menyambut baik Konten Fest 2022 ini. Saya mengapresiasi setinggi-tingginya dan ini merupakan kolaborasi kegiatan berbasis konten. Baru Jabar yang mengadakan Konten Fest. Ini sangat keatif. Oleh karena itu, saya sangat mengapresiasi. Dan, memang kita harus selalu mengedepankan media, dalam hal ini media sosial, yang dalam hal ini menjadi hal yang utama dalam menyampaikan pesan,” ungkap Hasto saat membuka Konten Fest 2022 dari ruang kerjanya di Jakarta.

Menurutnya, prakarsa Jawa Barat ini menjadi sesuatu yang sangat tepat untuk menjawab kekinian. Alasannya, hari ini generasi yang mendominasi populasi adalah generasi muda. Remaja Indonesia berumur 10-24 tahun mencapai 64 juta atau 28,6 persen dari total populasi. Keberadaanya menjadi fokus perhatian penting yang tidak boleh diabaikan. Jika jumlah tersebut digabungkan dengan penduduk usia di bawah 35 tahun, maka jumahnya lebih banyak lagi.  Mereka itulah yang mendominasi kehidupan sekarang ini.

Karena itu, sambung Hasto, pihaknya memberikan perhatian besar kepada remaja dan generasi muda pada umumnya. Tidak saja karena mereka ini menentukan berbagai macam kebijakan atau menentukan berbagai macam kegiatan, tetapi karena mereka juga yang bakal melahirkan generasi berikutnya. Bagi dokter spesialis kandungan ini, peran biologis remaja sangat penting. Sama halnya dengan aspek sosial atau pendidikan.

“Saya berterima kasih kepada anak-anak muda yang turut berkiprah dalam Konten Fest 2022 ini. Karena apa? Karena kita punya banyak masalah. Salah satu masalahnya itu yang ironis, yaitu stunting. Hari ini kita gak kurang-kurang amat. Negara kita dikenal gemah ripah, bergelimang keberkahan. Seperti dalam lagu, ‘tongkat kayu jadi tanaman.’ Sayangnya, masih ada anak-anak kita yang kurus hanya karena kurang makan,” kata Hasto.

“Kemudian juga remaja-remaja putri kita sekitar 35 persen masih anemia. Ini ironis. Kemudian ada lagi kekurangan gizi, dalam hal ini adalah kekurangan energi, kalori, protein, dan lain-lain. Angkanya masih sekitar 37 persen. Kalau remaja-remaja itu hamil, kalau kekurangan vitamin C, protein, apa yang terjadi? Begitu dia hamil, maka plasentanya tipis karena memang untuk bisa membentuk plasenta itu membutuhkan vitamin D, juga asam folat, dan kecukupan gizi seimbang lainnya,” tambah Hasto.

Jika kemudian dipaksakan hamil, maka bayi yang dilahirkan memiliki panjang kurang dari 48 cm. Saat ini, terdapat sekitar 32,6 persen bayi lahir kurang dari 48 centimeter tersebut. Ini jelas menunjukkan tubuhnya kurang gizi. Hal ini pula yang kemudian menimbulkan intrauterine growth restriction (IUGR) atau janin tumbuh lambat.

“Karena tumbuh lambat, jadilah stunting. Pendek. Perkembangan otaknya kurang maksimal, sehingga kurang cerdas. Dan, juga daya tahan tubuhnya kurang bagus, sehingga mudah sakit. Sekarang yang stunting masih 24,4 persen. Yang punya tubuhnya kurang optimal itu karena suboptimal nutrisi menjadikan ibunya sakit-sakitan, kemudian bayi yang lahir juga sakit-sakitan. Kemudian lingkungannya kotor, sehingga anaknya mudah diare. Kondisi ini mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak,” papar Hasto.

“Pak Presiden Jokowi melihat ini gak bisa dibiarkan. Karena apa, karena jika pasangan usia subur yang muda-muda ini seperempatnya ini stunting, terus nanti bagaimana itu 2045 di mana kita ingin sekali memiliki generasi kita unggul dan maju. Inilah yang kemudian menjadi pembelajaran dan akhirnya yang namanya bonus demografi itu akhirnya betul-betul tergantung pada remaja-remaja,” Hasto menambahkan.

Atas itulah Hasto mengaku terus mengampanyekan pencegahan terhadap empat terlalu (4T). Yakni, terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak, dan terlalu sering. Kehamilan teralu sering turut memengaruhi terjadinya stunting. Karena itu, Hasto menekankan bahwa generasi muda memiliki peran penting untuk mencegah stunting.

“Tidak banyak tapi sering juga tidak bagus. Anaknya 2-3 tapi sering, tetap tidak bagus. Anaknya baru berumur 1 tahun sudah hamil lagi. Setahun hamil lagi. Ini juga bisa menimbulkan stunting karena jarak yang terlalu dekat juga mempengaruhi stunting, meningkatkan stunting,” tandas Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) tersebut.

Di samping gencar berkampanye jangan menikah terlalu muda, BKKBN juga mendorong agar menikah tidak terlalu tua. Idealnya, perempuan menikah di atas 20 tahun dan laki-lakinya 25 tahun. Terlalu muda atau terlalu tua sama-sama berisiko terhadap kesehatan ibu dan bayi yang dilahirkan.

“Nikah juga jangan terlalu tua. Jomblonya jangan terlalu lama. Jadi, umur 35 tahun harus sudah menikah. Harus sudah punya anak kalau perempuan. Kalau ada perempuan umur 35 tahun belum menikah, belum sempat hamil, belum sempat melahirkan, ini kalau hamil masuk kelompok kehamilan risiko tinggi  (KRT). Usahakan usia 35 tahun sudah puya anak dan punya anak pertama kali di atas 20 tahun,” imbuh Hasto.

Mengutip sejumlah data survei, Hasto menyebut remaja Indonesia pada umumnya mengaku pernah tahu tentang kesehatan reproduksi. Angkanya mencapai 55 persen. Tetapi yang betul-betul mengetahui secara detail atau mendalam masih sangat kecil. Remaja perempuan yang tahu menyiapkan untuk hamil tidak lebih 12 persen. Sedangkan laki-laki pada umumnya lebih cuek, sehingga yang tahu hanya sekitar 6 persen.

“Ini saya kira menjadi tantangan bagi Genre maupun Saka Kencana. Ayo kita harus bisa menjadi teman sebaya untuk memberikan syiar bagi teman-teman agar mereka tahu tentang pentingnya kesehatan reproduksi,” ajak Hasto.(NJP)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top