Home / Berita Utama / Cek Distribusi Alkon, Sestama BKKBN Blusukan ke Ciwidey

Cek Distribusi Alkon, Sestama BKKBN Blusukan ke Ciwidey

Sestama BKKBN Ambar Rahayu mencermati data distribusi alkon di Gudang Alkon BKBPP Kabupaten Bandung.

Sestama BKKBN Ambar Rahayu mencermati data distribusi alkon di Gudang Alkon BKBPP Kabupaten Bandung.

BANDUNG-DUAANAK.COM

Sebuah tradisi baru tengah dimulai di lingkungan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Pejabat tak boleh duduk manis berpangku tangan di balik meja atau sekadar hilir mudik di acara seremoni. Tradisi baru itu yang dicontohkan Sekretaris Utama (Sestama) BKKBN Ambar Rahayu saat berkunjung ke Bandung pada Rabu 16 April 2014 kemarin.

Usai membuka lomba ketahanan keluarga tingkat Provinsi Jawa Barat pada Selasa malam 15 April 2014, keesokan harinya Ambar meluncur ke Kabupaten Bandung. Di daerah berpenduduk terpadat setelah Kabupaten Bogor ini Ambar blusukan ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Ciwidey di Desa Pasir Jambu, Kecamatan Ciwidey. Sebelumnya, Ambar yang didampingi Direktur Bina Kesertaan KB Jalur Pemerintah BKKBN I Wayan Sundra berbincang cukup lama di kantor Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) Kabupaten Bandung di Soreang.

Melengkapi diskusi hangat di ruang Kepala BKBPP, Ambar meninjau kondisi gudang alat kontrasepsi (Alkon) yang masih satu area dengan kantor tersebut. Di ruangan berukuran sedang ini Ambar mengecek persediaan setiap jenis alkon dan tata cara penyimpanannya. Mantan Kepala Biro Perencanaan BKKBN ini mencoba memastikan temperatur dan kelembapan udara melalui termometer yang menggantung nyaris tak terlihat di salah satu sudut ruangan. Sayangnya termometer berukuran bulat tersebut tak berfungsi dengan baik.

“Beberapa obat kontrasepsi harus disimpan dalam suhu tertentu untuk menjaga kondisi obat itu sendiri. Di sini harusnya dipasang AC,” kata Ambar sambil menunjuk kemasan obat suntuk KB yang di sana tertera harus disimpan dalam susu 15-25 derajat celsius. “Kerusakan obat diakibatkan tidak tepatnya suhu di gudang penyimpanan,” Ambar menambahkan.

Sestama BKKBN Ambar Rahayu menunjukkan petunjuk penyimpanan alkon.

Sestama BKKBN Ambar Rahayu menunjukkan petunjuk penyimpanan alkon.

Sekretaris BKBPP Kabupaten Bandung M Hairun langsung mesem-mesem menyimak komentar Ambar. Dia lantas berbisik kepada salah seorang stafnya. “Besok AC dipindahkan ke ruang obat,” ujarnya serius. Rupanya AC yang seharusnya terpasang di ruang penyimpanan malah dipasang di bagian depan tempat petugas menerima tamu. “Saya baru sadar kalau AC dipasang untuk menyejukkan obat, bukan ruang petugasnya,” dia kembali berbisik kepada stafnya.

Belakangan Ambar baru sadar ada AC terpasang di bagian depan gudang. “Kalau tidak dipindahkan, beli saja AC ½ pk. Itu cukup untuk ruang sebesar ini,” ujarnya tersenyum. Sekretaris Perwakilan BKKBN Jawa Barat Ida Indrawati ikut tersenyum.

Salah seorang staf BKKBN yang menyertai Ambar berjanji untuk mengusulkan pelatihan manajemen penyimpanan dan distribusi alkon di Jawa Barat. Dia berdalih sejumlah petugas yang pernah mendapatkan pelatihan kerap dimutasi ke tempat lain. Sementara itu, petugas baru banyak yang tidak paham dengan mekanisme penyimpanan alkon.

Blusukan

Puas mendapat penjelasan dari BKBPP, rombongan Ambar meluncur ke arah Ciwidey. Setibanya di Puskesmas, Ambar langsung masuk melalui pintu belakang. Pasien maupun petugas nyaris tak ada sadar kalau siang itu mereka tengah dikunjungi orang nomor dua di BKKBN. Di sana Ambar meninjau tempat pelayanan KB dan sarana kesehatan lainnya. Warga Kota Depok ini juga sempat mengecek data online peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui kartu anggota JKN miliknya.

Sestama BKKBN Ambar Rahayu menunjukkan kartu peserta JKN miliknya di Puskesmas Ciwidey.

Sestama BKKBN Ambar Rahayu menunjukkan kartu peserta JKN miliknya di Puskesmas Ciwidey.

“Nama ibu muncul sebagai peserta JKN tetapi tidak bisa dilayani di sini. Ibu hanya bisa dilayani di fasilitas kesehatan di mana Ibu terdaftar sebagai anggota,” kata seorang petugas sambil menunjukkan notifikasi otomatis JKN di monitor komputer. Ambar pun mengangguk-angguk.

Selain menunjukkan data peserta, sistem JKN yang terkoneksi secara online dengan jaringan di seluruh daerah di Indonesia ini juga menunjukkan jenis pelayanan yang diberikan kepada peserta bersangkutan. KB atau keluarga berencana termasuk salah satu di antara pelayanan yang disediakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tersebut. Cuma saja, sistem JKN tidak merinci jenis kontrasepsi yang diberikan kepada peserta. “Ini menjadi bahan pembahasan bagi kami. Kami akan terus berusaha bekerjasama dengan BPJS untuk menyempurnakan sistem ini,” imbuh Ambar.

Selain ikut memelototi aneka formulir kesertaan KB dan mencoba sistem JKN, Ambar juga berdialog intensif dengan manajemen Puskesmas, bidan, hingga pos KB. Ambar mencoba mencocokan “teori” distribusi alkon dengan pelaksanaan di lapangan. Dia mewanti-wanti kedatangannya tidak untuk mencari kesalahan petugas di lapangan.

“Saya datang bukan untuk mencari-cari kesalahan. Kami datang untuk belajar dari Bapak dan Ibu di sini. Kami ingin melihat bagaimana pelaksanaan untuk kemudian menjadi bahan ajar bagi kami untuk menyempurnakannya di kemudian hari. Sistem JKN ini baru, kita semua berusaha menjalankan sekaligus bersama-sama menyempurnakan,” kata Ambar ramah.

Merasa reug-reug karena tidak merasa sedang dihakimi, para petugas pun menyampaikan apa saja yang dilakukannya. Tanpa canggung, perwakilan pos KB yang diundang mendadak ke Puskesmas pun menyampaikan keluhan dan masalah-masalah yang dihadapi di tengah masyarakat. Mereka tentang aktivitas di masyarakat hingga bantuan operasional yang diterimanya dari pemerintah daerah.

Nurhayati, misalnya. Pos KB Desa Sukawening ini mengaku kegiatannya tidak berubah antara sebelum dan setelah JKN diberlakukan. “Semua tetap dilayani. Kami mengajak semua keluarga ikut KB. Khusus keluarga prasejahtera dan sejahtera I, mereka mendapat alkon gratis. Di luar itu, mereka harus bayar sesuai dengan tarif yang berlaku di tempat pelayanan,” kata Nurhayati.

Berbincang dengan pimpinan BKBPP Kabupaten Bandung dan Forum Pos KB Kabupaten Bandung.

Berbincang dengan pimpinan BKBPP Kabupaten Bandung dan Forum Pos KB Kabupaten Bandung.

Ibu paruh baya yang menjadi pos KB sejak enam tahun lalu tersebut beralasan semua mendapatkan pelayanan karena keluarga miskin dinyatakan gratis setelah mendapatkan surat keterangan tidak mampu (SKTM) dari BKBPP. Sementara peserta JKN gratis karena sudah membayar premi asuransi alias iuran. “Karena itu pelayanannya tetap sama, tidak ada perubahan. Sama-sama gratis,” Nurhayati melengkapi.

Dari pantauan DUAANAK.COM di kantor BKBPP memang tampak sejumlah warga mengurus SKTM. Sebagian di antara mereka datang sendiri mengurus keterangan miskin tersebut. Sebagian lain datang dengan didampingi petugas desa setempat. Setiap pengajuan SKTM diharuskan menyertakan kartu tanda penduduk (KTP), keterangan dari aparat desa setempat, kecamatan, dan rujukan dari fasilitas kesehatan.

“Setiap penerima SKTM mendapatkan biaya Rp 3 juta untuk sekali datang ke rumah sakit. Warga bisa datang sekali, bisa juga datang setiap bulan sesuai rujukan dokter. Sebelum berlakunya JKN, setiap harinya datang sekitar 130-150 orang. Setelah berlakunya JKN paling sekitar 35 orang,” kata Sekretaris BKBPP Kabupaten Bandung M Hairun.

Memastikan Ditribusi Alkon

Seolah ingin benar-benar yakin bahwa distribusi alkon lancar, Ambar mengajak rombongannya meluncur ke gudang alkon Perwakilan BKKBN Jawa Barat di Jalan Logam, Kota Bandung. Menempuh perjalanan nyaris dua jam dari Ciwidey, Ambar tiba di gudang Jabar. Dia lantas mengecek tiga unit bangunan didampingi petugas gudang. Selain mengecek temperatur dan kelembapan, Ambar sempat bertanya jumlah kebutuhan dan berama lama alkon “menginap” di gudang.

“Ini sudah menjadi tugas kami di BKKBN untuk menyediakan alkon bagi seluruh akseptor atau peserta KB. Sesuai tupoksi, Sestama bertugas mengatur mulai memasok hingga mengantarkannya ke kabupaten dan kota. Saya berusama mengecek sampai ke lini paling bawah, ke lapangan. Temuan ini akan menjadi lesson learn yang akan dibahas pada rapat koordinasi bidang di Banjarmasin akhir bulan ini,” terang Ambar.

Dia menambahkan, “Sesuai spirit baru BKKBN, setiap pejabat yang datang ke daerah tidak boleh hanya membuka atau meresmikan acara. Melainkan harus datang ke lapangan guna melihat sejauhmana program KB di masyarakat. Dengan begitu, para pengambil kebijakan bisa melihat secara nyata permasalahan yang timbul dan segera mencari solusinya.”

Sestama BKKBN Ambar Rahayu mendapatkan penjelasan formulir penggunaan alkon dari petugas Puskesmas Ciwidey.

Sestama BKKBN Ambar Rahayu mendapatkan penjelasan formulir penggunaan alkon dari petugas Puskesmas Ciwidey.

Setelah blusukan ke Puskesmas Ciwidey, Ambar menangkap adanya kekhawatiran berbeda antara pusat dan daerah, terutama lini lapangan. Pemerintah pusat, dalam hal ini BKKBN, khawatir pemberlakukan JKN tidak bisa segera diikuti pengelola program di lini lapangan. Dia mencontohkan, bila sebelumnya alkon hanya diperuntukkan bagi keluarga miskin, kini BKKBN harus menyiapkan seluruh kebutuhan masyarakat. Jakarta khawatir alkon tidak bisa terserap dengan tepat.

“Temuan kami tidak demikian. Fasilitas kesehatan pemerintah pada umumnya menyesuaikan dengan perubahan ini. Khusus di Kabupaten Bandung, masyarakat miskin yang belum menjadi peserta JKN atau bukan penerima bantuan iuran (PBI) diselesaikan dengan diterbitkannya SKTM dari SKPD KB. Ini salah satu solusi yang baik. Memang masih ada sejumlah kendala bagi fasilitas kesehatan swasta atau mandiri. Kami terus memperbaiki supply chain alkon hingga ke masyarakat,” kata Ambar.

Pembina wilayah Provinsi Jawa Barat ini menargetkan lima provinsi yang dibinanya mampu menjadi contoh manajemen alkon bagi daerah lain. Contoh good practices ini secara bertahap akan diadopsi untuk seluruh daerah di Indonesia.(NJP)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top