Laporan Kinerja Perwakilan BKKBN Jawa Barat 2018
Hasil tidak pernah mengkhianati proses. Kata bijak tersebut cukup tepat untuk menggambarkan capaian kinerja KKBPK di Jawa Barat dalam satu tahun terakhir. Meski terbilang adem-ayem, nyaris tak ada lompatan berarti dari capaian sejumlah indikator yang sudah terlebih dahulu dipatok awal tahun 2018, namun kepesertaan KB MKJP Jabar patut mendapat acungan jempol. Rapornya layak ditulis menggunakan tinta biru.
Membandingkan dua kolom pada tabel capaian kinerja program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) Jawa Barat 2018 sebenarnya bikin was-was juga. Terutama bila melihat capaian peserta KB baru. Dari target yang telah diketuk palu awal tahun, targetnya meleset. Sari target 1.74.003 peserta, per Desember 2018 lalu hanya berhasil menyentuk angka 1.426.927 peserta baru, menyimpan selisih 47.076 peserta.
Pun ketika diurai berdasarkan alat dan obat kontrasepsi yang menjadi pilihan peserta. Kecuali suntik, semua di bawah target. Peserta baru IUD yang semua dipatok 112.929 orang, hanya berhasil menggaet 95.481 orang. Implant dari target 124.699 peserta, hanya berhasil 98.228 peserta. Metode operasi wanita (MOW) alias tubektomi dari target 16.386 peserta, tercapai 15.477 peserta. Metode operasi pria (MOP) atau vasektomi hanya berhasil menggaet 770 dari target 1.166 peserta. Demikian pula dengan kondom yang hanya meraup 43.072 dari target 57.790 peserta. Kontrasepsi pil juga di bawah target, dari target 421.674 hanya berhasil meraup 378.517 peserta. Satu-satunya yang meraih positif adalah suntik, dari target 739.359 berhasil meraup 795.382 peserta.
Yang menarik, meski target peserta KB baru kedodoran, namun jumlah total peserta KB aktif sepanjang 2018 ternyata jauh melampaui target. Pada awal tahun, target peserta KB aktif ditetapkan 6.245.099 peserta. Per akhir Desember 2018, jumlah peserta KB aktif mencapai 7.486.443 peserta. Tak tanggung-tanggung, surplus peserta KB aktif ini mencapai 1.241.344 peserta. Memang, target yang dipatok bisa dibilang moderat karena target 2018 berada di bawah jumlah peserta KB aktif pada akhir 2017 sebanyak 6,9 juta orang.
Dari tujuh jenis pilihan kontrasepsi modern yang disediakan, hanya dua kontrasepsi yang membukukan catatan negatif. Yakni, MOW dan kondom. Total peserta KB aktif MOW sebanyak 205.173 dari target 247.882 peserta. Adapun jumlah peserta KB aktif kondom sebanyak 141.500 dari target 160.343 peserta. Rincian peserta KB baru dan peserta KB aktif bisa dilihat dalam tabel.
MKJP Makin Meyakinkan
Dari seluruh jenis alat dan obat kontrasepsi modern, metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) patut mendapat poin tersendiri. Survei Kinerja dan Akuntabilitas Program (SKAP) KKBPK Provinsi Jawa Barat 2018 menunjukkan adanya kenaikkan proporsi MKJP. Dari semula hanya ditargetkan 17,85 persen dari total peserta KB aktif, hasilnya melampaui angka psikologis 20 persen. Tepatnya 21,90 dari total peserta KB aktif di Jawa Barat. Dengan capaian ini, Jabar hanya perlu selangkah lagi memenuhi target persentase MKJP sesuai Rencana Strategis BKKBN sebesar 23,5 persen pada akhir 2019 mendatang.
Target tersebut masih sangat mungkin tercapai, mengingat masih tingginya kebutuhan KB yang belum terlayani (unmet need). SKAP 2018 mencatat angka unmet need Jawa Barat masih berada pada kisaran 21,90 persen. Dibanding target 2018 sebesar 9,9 persen, masih tersedia ruang untuk mengatrol kepesertaan KB MKJP. Dengan MKJP, maka peluang drop out menjadi semakin mengecil. Peluang mengikat MKJP juga masih terbuka lebar bila menyimak persentase penurunan angka ketidakberlangsungan pemakaian atau putus-pakai kontrasepsi sebesar 25 persen.
Namun demikian, patut menjadi kewaspadaan para pengelola program KKBPK di Jawa Barat terkait angka kepesertaan ber-KB atau contraceptive prevalency rate (CPR) yang masih berada di bawah target. Dari target CPR sebesar 64,93 persen pada 2018, SKAP mencatat CPR Jawa Barat masih berkutat pada angka 59,10 persen. Angka ini berbeda bila dibandinkan dengan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS). Survei lima tahunan ini mencatat CPR Jabar sebesar CPR 63,8 persen.
Di sisi lain, kinerja moncer KB MKJP ini juga diharapkan mampu menjadi penopang utama penurunan angka kelahiran total atau total fertility rate (TFR) yang menjadi penanda utama keberhasilan prgram pengendalian kelahiran. SKAP 2018 mencatat TFR Jabar pada angka 2,49. Jumlah ini jauh di bawah sasaran 2018 sebesar 2,16. Dibandingkan dengan hasil SDKI 2017 juga menunjukkan adanya perbedaan 0,09. SDKI 2017 mencatat TFR Jabar sebesar 2,4.
Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sukaryo Teguh Santoso menilai capaian TFR Jabar harus tetap disyukuri. Capaian 2,4 menunjukkan adanya penurunan signifikan dibanding satu dekade lalu. Pada SDKI 2007 dan 2012 lalu, TFR Jabar tak mampu beranjak dari angka 2,6. “Penurunan ini menunjukkan bahwa kerja keras para pengelola program KKBPK di Jawa Barat ini tidak sia-sia. Hasilnya positif. Hasil memang tidak pernah mengkhianati proses,” tegas Teguh.
Penurunan fertilitas tersebut tentu belum menjawab target TFR yang disepakati dalam dokumen perencanaan RPJMN 2015-2019. Sasaran yang harus dicapai adalah 2,28 pada akhir 2019 mendatang. Selain fertilitas, masih terdapat indikator-indikator yang perlu kerja keras agar tercapai dengan baik pada akhir 2019, antara lain, unmet need 9,91 persen, MKJP 23,5 persen, ASFR 15-19 sebesar 38/1000 kelahiran, dan kehamilan tidak diinginkan sebesar 6,6 persen.
SKAP 2018
Lebih jauh mengenai SKAP 2018, Teguh menjelaskan, survei ini mengukur performa program KKBPK dilihat dari tiga indikator. Pertama, penurunan angka total fertilitas. Kedua, angka kelahiran pada wanita usia subur 15-19 tahun. Ketiga, peningkatan pengguna KB MKJP. SKAP KKBPK 2018 merupakan pengganti dari Survei Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2018. Survei ini merupakan survei untuk untuk memotret capaian program BKKBN.
Di dalam prioritas pembangunan Kabinet Kerja 2015-2019, BKKBN melaksanakan agenda prioritas pembangunan (Nawa Cita) kelima, yaitu “Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia”. Indikator-indikator kinerja yang harus dicapai oleh BKKBN telah ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019. Survei diawali dengan survei PMA 2015 dan survei RPJMN 2016.
Responden dalam SKAP KKBPK 2018 adalah rumah tangga, wanita usia subur 15-49 tahun, keluarga, dan remaja 15-24 tahun. Survei ini didesain untuk menghasilkan estimasi parameter tingkat nasional dan provinsi. Dalam wawancara sampel rumah tangga, dengan hasil responden rate 67,561 persen. Jumlah responden wanita usia subur 15-49 tahun yang berhasil diwawancarai sebanyaj 60,599 persen. Jumlah keluarga yang memenuhi syarat dengan response rate 70,586 persen, keluarga yang berhasil diwawancarai 69,516 persen, dan responden remaja yang berhasil diwawancarai secara lengkap sebanyak 22,211 persen.
Survei didasarkan pada RPJMN dan Rencana Strategis (Renstra) 2015-2019 serta dilakukan oleh BKKBN Pusat melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan KB dan KS bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik, Perwakilan BKKBN Provinsi dan Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian di Provinsi. Penyebarluasan hasil survei diharapkan dapat dijadikan bahan pengambilan kebijakan Program KKBPK oleh Pimpinan BKKBN, masyarakat, akademisi dan pemangku kepentingan.
“Tahun 2018 adalah momentum untuk dapat memotret keberhasilan maupun kegagalan pencapaian Program KKBPK selama kurun waktu 2015-2019. Sementara itu, tahun 2018 juga BKKBN harus mempersiapkan diri untuk menyongsong RPJMN 2020-2025,” ungkap Teguh. “Pembangunan SDM memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan manusia yang maju dan mandiri sehingga mampu berdaya saing dalam era globalisasi. Peningkatan kualitas SDM yang berdaya saing dilakukan melalui keluarga berencana mengandung makna bahwa pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk diarahkan pada peningkatan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi yang terjangkau, bermutu dan efektif menuju terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas,” Teguh menambahkan.(*)