Home / Berita Utama / Jabar Bidik Zero Stunting pada 2023, Ini Kata BKKBN

Jabar Bidik Zero Stunting pada 2023, Ini Kata BKKBN

Deputi KBKR BKKBN Eni Gustina saat sosialisasi RAN PASTI 2021-2024 Provinsi Jawa Barat di Bandung, 11 Maret 2022. (IRFAN HQ/BKKBN JAWA BARAT)

BANDUNG | WARTAKENCANA.COM

Pemerintah langsung gaspol menggenjot upaya percepatan penurunan stunting menuju target ambisius prevalensi 14 persen pada 2024 mendatang. Upaya tersebut berpijak pada Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia (RAN PASTI) 2021-24 yang ditetapkan 21 Desember 2021 lalu. Pada saat yang sama, Provinsi Jawa Barat disebut-sebut membidik target zero stunting pada 2023 mendatang, seiring berakhirnya masa jabatan gubernur dan wakil gubernur.

Menanggapi target Gedung Sate tersebut, Deputi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Eni Gustina menilai target prevalensi zero untuk stunting sulit untuk diwujudkan. Alasannya, sebagian dari bayi lahir stunting terjadi akibat kelainan medis. Bagi mantan Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan ini, zero stunting yang diungkapkan para pimpinan Jawa Barat lebih kepada tekad kuat untuk menuntaskan permasalahan stunting.  

“Rasa rasa tidak mungkin (zero stunting). Secara medis juga tidak mungkin. Mohon maaf, sebagian bayi yang lahir mengalami kelainan atau sakit-sakitan juga ada. Kalau untuk new zero stunting atau tidak ada lagi stunting baru, itu yang saya kira bisa dilakukan. Karena itu, kami melihat zero stunting itu lebih kepada tekad. Paham, ya?” ungkap Eni saat ditemui di sela Sosialisasi RAN PASTI 2021-2024 Provinsi Jawa Barat di Trans Luxury Hotel, Jalan Gatot Subroto, Kota Bandung, pada Jumat pagi, 11 Maret 2022.

Eni menjelaskan, ikhtiar new zero stunting bisa dilakukan dengan cara memberikan pendampingan ketat kepada keluarga mulai dari calon pengantin hingga anak lahir. Peluang zero muncul karena selama periode pendampingan bakal terus mendapat pengawasan tim pendamping keluarga (TPK) yang di dalamnya melibatkan bidan, kader keluarga berencana (KB), dan kader pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga (PKK).

“Mereka akan dikawal. Perkembangan bayi dalam kandungan seperti apa. Panjang, berat, dan lain-lain. Misalnya sudah hamil tujuh bulan tetapi berat badan bayi baru 2 kilogram, ini sebaiknya diberikan makan aya yah? Intervensinya apa yah? Sehingga ketika lahir bisa memiliki berat badan normal,” jelas Eni.

Lebih jauh Eni Gustina menjelaskan, BKKBN memberikan perhatian besar pada Jawa Barat. Alasannya, meski prevalensi stunting Jawa Barat relatif sama dengan nasional, namun jumlah absolut balita stunting sangat besar. Jawa Barat berada dalam lima besar provinsi dengan jumlah absolut stunting tertinggi di Indonesia. Eni berharap keberhasilan Jawa Barat bisa memberi daya ungkit besar bagi nasional.

“Jumlah penduduk Jawa Barat ini yang terbesar secara nasional. Wajar jika kemudian jumlah absolut stunting juga banyak. Butuh kerja keras dan kolaborasi untuk menurunkan stunting Jawa Barat dari 24,5 persen pada 2021 menjadi 14 persen pada 2024 mendatang. Hasil perhitungan kami, prevalensi Jawa Barat bisa di bawah 14 persen, tepatnya 13,96 persen. Jawa Barat ini daerah maju, sehingga bisa lebih cepat dan turut berdampak pada daeah lain. Butuh upaya keras karena waktu efektif tersisa hanya sekitar 2,5 tahun lagi,” tandas Eni.

Stunting Dalam RPJMD Jabar

Sementara itu, meski pimpinan daerah dalam banyak kesempatan menyebut target zero stunting pada 2023, dokumen perencanaan daerah tidaklah demikian. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jawa Barat 2018-2023, baik versi awal maupun setelah perubahan, mematok target prevalensi stunting 19,2 persen saja. Angka tersebut tertera pada Tabel 8.4 Aspek Kesejahteraan Masyarakat pada Indikator Kinerja Daerah terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintah Tingkat Dampak/Impact Provinsi Jawa Barat.

Merujuk pada dokumen RPJMD Jabar, prevalensi stunting ditargetkan turun rata-rata dua persen setiap tahun, dari 26,21 persen pada 2019 menjadi 25,2 persen pada 2020, 23,2 persen pada 2021, 21,2 persen pada 2022, dan 19,2 persen pada 2023 atau akhir masa jabatan gubernur dan wakil gubernur. Angka 26,21 merujuk pada SSGBI Susenas 2019. Meski Jawa Barat telah berhasil menurunkan prevalensi sebesar 9,1 persen, namun  masih jauh di atas batas angka prevalensi stunting yang disarankan oleh WHO yaitu 22 persen.

Skenario penanganan stunting dimulai dengan lokasi fokus prioritas pada 2020 mencakup 20 kabupaten di Jawa Barat. Selanjutnya, secara bertahap akan diperluas ke seluruh kabupaten dan kota di wilayah Jawa-Bali pada 2023. (NJP)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top