Kiprah Fasli Jalal di pendidikan tinggi kedokteran tak perlu diragukan lagi. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ini dianggap berjasa dalam pengembangan pendidikan kedokteran di Indonesia, khususnya peranannya dalam bidang kesehatan ibu, anak, dan gizi di Indonesia. Fasli yang pernah mengemban tugas sebagai Wakil Menteri Pendidikan Nasional juga berperan dalam pendirian Rumah Sakit Pendidikan Universitas Padjadjaran (Unpad)-Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS).
Sederet peran itulah yang kemudian menjadi alasan kuat bagi Fakultas Kedokteran (FK) Unpad untuk menganugerahkan penghargaan khusus “FK Unpad Award”. Fasli yang merupakan guru besar bidang ilmu gizi ini menjadi satu-satunya orang Indonesia yang menerima FK Unpad Award. Sebelumnya terdapat lima ilmuwan dari berbagai perguruan tinggi di dunia yang didaulat menerima penghargaan serupa.
Menyampaikan pidato sesaat sebelum penganugerahan, Dekan FK Unpad Tri Hanggoro Achmad menjelaskan, para penerima penghargaan merupakan tokoh bidang kedokteran dan pelayanan kesehatan internasional. Mereka adalah Dr Samlee Plianbanchang (Direktur WHO-SEARO), Prof Lokman Saim (Dekan Fakultas Perubatan Universiti Kebangsaan Malaysia), Prof Koyama (Fakultas Kedokteran Gunma University Jepang), Prof David Fairholm (Fakultas Kedokteran The University of British Columbia), dan Prof Andre Meheus (University Of Antwerpen Belgia).
“Penganugerahan ini sudah keenam kalinya, dan baru kali ini ada orang Indonesia yang menerima award. Pak Fasli ini berperan penting membangun pendidikan dan kesehatan, serta berkontribusi atas berdirinya RS Pendidikan Unpad. Prof Fasli juga mendorong FK Unpad berbagi dengan lingkungan yang lebih luas,” tutur Tri pada puncak peringatan Dies Natalis ke-56 FK Unpad di RS Pendidikan Unpad, Jalan Eyckman, Kota Bandung, Jumat (18/10).
Dies Natalis ini dihadiri antara lain Rektor Unpad Ganjar Kurnia, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dr Alma Lucyati, Dirut RSHS dr Bayu Wahyudi, Dirut Cicendo dr Hikmat. Tampak hadir pula para mantan dekan FK dari geenrasi ke generasi. Auditorium FK Unpad juga dipenuhi sejumlah dokter dan mahasiswa FK Unpad.
Di hadapan mereka itulah Fasli menyampaikan orasi ilmiah bertajuk “Tantangan Pendidikan Tinggi Kedokteran dalam Mewujudkan Kesejahteraan Bangsa melalui Pengendalian Penduduk Menyongsong Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional”. Dalam paparannya, menyampaikan sejumlah fakta sebagaimana hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dan Sensus Penduduk (SP) 2010 serta data pendukung lain yang relevan dengan pembangunan kependudukan dan keluarga berencana (KKB).
“Kini kita dihadapkan pada sebuah kenyataan bahwa banyak di antara remaja usia 15-19 tahun sudah melahirkan. Bahkan, ada di antaranya adalah anak usia 10-14 tahun sudah menikah. Tentu ini menjadi masalah karena semakin muda usia persalinan akan semakin membahayakan ibu maupun anak,” kata Fasli miris.
Dia lantas menyampaikan laporan SDKI yang menyebutkan angka kematian ibu (IBU) di Indonesia masih berkutat pada angka 359 per 100 ribu kelahiran. Padahal target MDGs adalah 102 per 100 ribu kelahiran. Angka kematian bayi (AKB) juga masih berkutat pada angka 32 per 1.000 kelahiran dari target 23 per 1.000 kelahiran. Target total fertility rate (TFR) sebesar 2.1 pada tahun 2014 baru tercapai 2,6. ASFR 15-19 tahun sebesar 30/1.000 perempuan pada 2014 baru tercapai 48/1.000 perempuan. Belum lagi target pemakaian kontrasepsi atau contraceptive prevalence rate (CPR) sebesar 65 persen pada tahun 2014 tercapai 57,9 persen.
“Penduduk berkualitas merupakan aset pembangunan. Namun bagaimana dengan kehamilan tidak diharapkan atau persalinan tidak aman? Menjadi tugas kita untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya pengendalian penduduk. Saat ini, pumlah penduduk dunia diperkirakan sekitar 7 miliar. Mengacu kepada hitungan para ahli, kondisi ini sama dengan 1,5 bumi dalam kondisi ideal. Tanpa pengendalian, maka pada 2050 mendatang kita membutuhkan tiga bumi,” kata Fasli.
Di sisi lain, menanggapi penghargaan yang diterimanya, Fasli mengaku terharu. Berbicara di hadapan hadiri, Fasli menilai penghargaan tersebut terlalu besar. “Saya sungguh terharu dan miris karena penghargaan ini terlalu besar untuk saya terima. Namun, ini amanah yang harus dijata terus menerus,” kata Fasli.
Selamat ya, Prof! (NJP)