Home / Berita Daerah / Pendidikan Kesehatan Reproduksi Jangan Ditabukan

Pendidikan Kesehatan Reproduksi Jangan Ditabukan

Siti Fathonah menerima cinderamata dari panitia seminar kesehatan reproduksi di gedung Wahana Bakti Pos, Jalan Banda, Minggu (24/11). (ARIF ZAIDAN/BKKBN JABAR)

Siti Fathonah menerima cinderamata dari panitia seminar kesehatan reproduksi di gedung Wahana Bakti Pos, Jalan Banda, Minggu (24/11). (ARIF ZAIDAN/BKKBN JABAR)

Permasalahan seks pranikah pada remaja yang kian membahayakan banyak disebabkan oleh orangtua dan tokoh agama yang menabukan pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja. Demikian disampaikan Siti Fathonah, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat, pada acara Seminar Pembentukan Karakter Tenaga Kesehatan dalam Menghadapi Dampak Perilaku Seks Pranikah Remaja, di Gedung Pos Banda, Minggu (24/11).

Di hadapan ratusan mahasiswa Sekolah Tinggi Kesehatan dari berbagai daerah di Jawa Barat, Fathonah mengungkap data mencengangkan para peserta seminar. Di antaranya adalah hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 yang menyorot alasan berhubungan seksual pranikah. Persentase tertinggi yang diungkap pria, 57.5% mengatakan alasannya adalah penasaran atau ingin tahu. Sementara di kalangan perempuan alasan terbanyak adalah terjadi begitu saja, dengan persentase 38%.

“Perilaku seks pranikah ini tentu saja menyedihkan kita. Tak ada agama manapun yang membenarkan perilaku ini,” jelas wanita yang pernah menjabat sebagai Kepala BKKBN Kalimantan Barat ini. “Data itu memperlihatkan dengan jelas bahwa masalah utamanya adalah edukasi bagi mereka,” lanjutnya.

Lebih jauh Fathonah menjelaskan, data lainnya menunjukkan ketika para remaja ini ditanya pelayananan kesehatan reproduksi, sebagian besar responden menginginkan pelayanan kontrasepsi termasuk di dalamnya. “Kebijakan pemerintah tegas, tidak memberikan kontrasepsi pada pasangan yang belum menikah,” ujarnya tanpa kompromi.

“Solusinya adalah prevention, mencegah mereka berbuat hal tersebut, bukan dengan membagikan kondom.”

Sedihnya, lanjut Fathonah, upaya memberikan edukasi ini justru mendapatkan banyak penentangan dari orangtua, juga tokoh agama. “Pendidikan kesehatan reproduksi banyak disalahpahami sebagai upaya mengajarkan seks, dan melegitimasi seks pranikah. Padahal, memberikan pemahaman menyeluruh soal kesehatan reproduksi adalah upaya mencegah mereka dari berbagai risiko, termasuk kehamilan tidak diinginkan.

Pada akhirnya semua kembali pada individu dan pengendalian diri. “Remaja harus punya nilai positif. Berani berkata tidak, punya harga diri dan berpikir jauh ke depan, bukan hanya sesaat. Soft life skill plus pemahaman yang benar akan kesehatan reproduksilah yang akan menyelamatkan mereka dari berbagai resiko seperti seks pranikah, drugIs dan penularan HIV/Aids serta penyakit menular seksual lainnya,” pungkas Fathonah. (ZDN)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top