Home / Berita Daerah / Kesehatan Reproduksi Jadi Bekal Cegah Stunting

Kesehatan Reproduksi Jadi Bekal Cegah Stunting

Kepala BKKBN Jabar Bekali Pengelola Kampung KB Cibeureum Update Penanganan Stunting

Kepala BKKBN Jabar Kusmana menjelaskan kesehatan reproduksi kaitannya dengan stunting kepada kader lini lapangan Bangga Kencana di tepi Situ Leutik, Kota Banjar, 20 Oktober 2020. (NAJIP HENDRA SP/WARTAKENCANA.COM)

BANJAR | WARTAKENCANA.COM

Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat Kusmana punya cara sederhana untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kesehatan reproduksi alias kespro. Bagi Kusmana, kespro merupakan awal dari pembangunan keluarga berkualitas. Termasuk di dalamnya pencegahan anak tumbuh pendek dan kerdil atau stunting.

Kusmana menjelaskan rumus jitu komunikasi, informasi, dan edukasi kespro tersebut di hadapan puluhan kader lini lapangan program pembangunan keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana (Bangga Kencana) di bawah rindang pepohonan kawasan wisata Situ Leutik, Desa Cibeureum, Kecamatan Banjar, Kota Banjar, Selasa 20 Oktober 2020. Rencananya, kawasan ekowisata tersebut bakal turut dikembangkan kampung keluarga berkualitas (Kampung KB).

“Bapak/Ibu kader pos KB dan sub pos KB kebanggaan Ayah, mungkin kita akan kesulitan menyampaikan materi kespro kepada masyarakat karena kita bukan tenaga medis. Namun demikian, bukan berarti kita harus mundur. Salah satu cara yang cukup mudah diterima adalah dengan menyampaikan risiko-risiko kesehatan reproduksi. Ayah akan memberikan tiga gambaran yang bisa memudahkan masyarakat menyerap informasi kespro ini,” kata Kusmana.

Pertama, kaitannya kespro dengan penundaan usia kawin bagi remaja. Lebih dari sekadar kesiapan ekonomi, pernikahan berkaitan erat dengan kematangan organ-organ reproduksi. Kematangan ini berhubungan dengan kesehatan calon ibu dan bayi ketika kelak melahirkan.

“Allah swt itu menciptakan kita manusia dengan sempurna dan penuh perencanaan. Perencanaan dalam arti bahwa semua telah diatur kapan untuk difungsikan optimal. Sebagai contoh, lebar tulang panggul perempuan itu akan mencapai ukuran ideal selebar 10 centimeter pada usia 20-21 tahun. Dan, ukuran lebar kepala bayi baru lahir berada pada rentang 9,2-9,7 centimeter. Artinya, ketika seorang perempuan melahirkan pada usia kurang dari 20 tahun, maka ada potensi pendarahan dan kecacatan pada kepala bayi akibat penyempitan pada tulang panggul. Ini berbahaya,”  kata Kusmana.

Kedua, pernikahan muda juga sangat berisiko terjadinya kanker mulut rahim atau kanker serviks. Hal ini terjadi akibat hubungan seksual terlalu dini. Menurutnya, mulut rahim perempuan usia kurang dari 18 tahun masih pada fase ektropion alias proses termuka menuju matang. Inilah yang kemudian memicu kanker mulut rahim pada 15-20 tahun kemudian.

“Karena itu, BKKBN menekankan usia minimal perempuan menikah idealnya pada 21 tahun yang dinilai sudah siap secara biologis. Perempuan menikah usia di atas 21 tahun Insyaallah nikahnya sudah aman, tidak akan terjadi kanker mulut rahim,” katanya.

Ketiga, persalinan usia kurang dari 20 tahun berkaitan erat dengan stunting. Pendarahan dan kecatatan pada kepala bayi sangat berisiko melahirkan bayi stunting. Kepala bayi yang mengecil dengan sendirinya mempersempit volume otak dan menganggu pertumbuhan organ lain secara optimal. Karena itu, Kusmana menilai upaya pencegahan stunting terbaik adalag melalui pendewasaan usia perkawinan.

“Semangat 21-25 Keren yang diluncurkan Pak Gubernur dan Bu Cinta sangat efektif untuk mencegah stunting. Remaja Jawa Barat didorong untuk menikah pada usia ideal, 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki. Ini sangat sejalan dengan konsep pencegahan stunting yang diajukan BKKBN kepada Bapak Presiden,” papar Kusmana.

Mengutip penjelasan Kepala BKKBN Hasto Wardotyo saat berkunjung ke Jawa Barat belum lama ini, Kusmana mengungkapkan bahwa stunting tidak bisa dilepaskan dari dimensi kesehatan lainnya. Penyebab stunting bisa diklasifikasi dengan melihat penyebab langsung, penyebab antara (intermediate), dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung meliputi nutrisi, air susu ibu (ASI), dan penyakit. Penyebab antara meliputi jarak anak, jumlah anak, dan umur ibu. Adapun penyebab tidak langsung meliputi sanitasi, pendidikan, sosial-ekonomi, dan kemiskinan.

Dari tiga klasifikasi tersebut, BKKBN menilai penyebab langsung “hanya” menyumbang 30 persen terjadinya stunting. Itu pun beririsan dengan penyebab antara. Sementara penyebab tidak langsung dan penyebab antara menjadi penyebab 70 persen terjadinya stunting. Khusus penyebab tidak langsung, penanganan stunting bisa dilakukan seperti yang sudah berjalan selama ini melalui kementerian dan lembaga terkait.

Kusmana menegaskan perlunya sebuah kebijakan yang mengatur (policy rules) untuk mempercepat penurunan stunting. Kebijakan ini mengatur mulai pranikah, kehamilan, hingga masa interval kelahiran. Pada fase pranikah, kebijakan mengatur mulai pendaftaran bimbingan kespro dan skrining kesehatan calon pengantin secara daring paling lambat tiga bulan sebelum nikah.

Selanjutnya, calon pasangan atau calon pengantin (Catin) akan mendapatkan pretest terkait kespro dan dilanjutkan bimbingan secara daring. Catin diminta melaporkan hasil pemeriksaan lab sederhana untuk menilai ada tidaknya anemia dan akan segera mendapat bimbingan. Semua tahapan tadi dilakukan secara daring.

“Dalam waktu tiga bulan dijamin tidak ada yang gagal nikah. Bagi yang belum memenuhi syarat hamil, nikah tetap bisa dilaksanakan tetapi KB dulu. Jika semua sudah dilakukan diberikan tanda kelulusan yang diserahkan ke KUA,” papar Kusmana.

Kepala DPPKB Kota Banjar Saifuddin menyambut kedatangan kader PPKB dan sub PPKBD Kota Banjar di kawasan wisata Situ Leutik. (NAJIP HENDRA SP/WARTAKENCANA.COM)

Di tempat yang sama, Koordinator Sub Bidang Kesehatan Repduksi BKKBN Jawa Barat Arif Rifqi Zaidan menambahkan, selama ini pihaknya aktif memberikan layanan pemeriksaan inspeksi visual asam asetat atau IVA test untuk melakukan deteksi dini kanker serviks. Metode tes ini dipilih untuk membantu menyelamatkan perempuan dari kanker mulut rahim. Selain relatif mudah dilakukan, hasilnya bisa diperoleh lebih cepat.

“Kami memberikan layanan pemeriksaan IVA test di Kota Banjar kepada 100 perempuan. Dalam pelaksanaannya, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kota Banjar menggandeng Klinik Pembina Kesejahteraan Umat (PKU) Muhammadiyah Kota Banjar. Klinik yang sama juga menjadi mitra BKKBN dan DPPKB Kota Banjar dalam pelayanan kontrasepsi dalam rangka peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia beberapa waktu lalu,” terang Zaidan.

Zaidan menjelaskan, sosialisasi kespro kepada para petugas lini lapangan seperti kader pembantu pembina keluarga berencana desa (PPKBD) dan sub PPKBD di Situ Leutik merupakan rangkaian dari kaegiatan BKKBN Jawa Barat untuk terus memberikan penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya kesehatan reproduksi bagi pembangunan keluarga secara berkesinambungan. Pada kader sengaja dipilih mengingat mereka itulah ujung tombak KIE kespro maupun program Bangga Kencana kepada keluarga sasaran.

Sementara itu, Kepala DPPKB Kota Banjar Saifuddin mengaku sangat berterima kasih kepada BKKBN yang selama ini aktif mengawal dan memberikan fasilitasi program Bangga Kencana di Kota Banjar. Peran aktif BKKBN ini yang kemudian berhasil menjadikan Kota Banjar sebagai salah satu daerah dengan kinerja Bangga Kencana terbaik di Jawa Barat.

“Dukungan BKKBN sangat luar biasa untuk pembangunan kependudukan dan keluarga berencana di Kota Banjar. Upaya-upaya diseminasi dan advokasi yang dilakukan langsung kepada masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya turut mendorong peran serta lintas sektor terhadap program Bangga Kencana ini. Saat ini, seluruh desa dan kelurahan di Kota Banjar sudah mengalokasikan dana khusus untuk program Bangga Kencana. Jumlahnya bervariasi bergantung kesiapan dan prioritas wilayah yang bersangkutan,” terang Saifuddin.

Di tingkat Pemerintah Kota, Saifuddin mengungkapkan, Kota Banjar mengalokasikan dana khusus dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk program Bangga Kencana. Termasuk di dalamnya adalah peruntukkan untuk insentif bagi para kader lini lapangan dan pengelola kampung KB.(NJP)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top