Suasana Islamic Center Cisaat, Sukabumi, mendadak hening ketika Bupati Sukmawijaya meminta salah seorang camat menyebutkan empat penyebab kematian ibu saat melahirkan. Peserta pertemuan baru sadar kalau orang nomor satu di kabupaten dengan daerah paling luas di Jawa dan Bali tersebut serius menginginkan jawaban tepat dari setiap kepala yang ada di seantero ruangan. Sejumlah camat dan kepala desa tampak saling memandang seolah meminta bantuan jawaban mengantisipasi pertanyaan sejenis dilemparkan kepada mereka.
Jawaban pun meluncur sekenanya. Sukma kecewa. Dia meminta camat mencari jawaban dari kolegenya. Pertanyaan terus meluncur kepada sejumlah hadirin dan bahkan kepala dinas dan badan yang duduk satu deret dengan peraih penghargaan prestisius Satyalencana Wirakarya Bidang Kependudukan dan Keluarga Berencana tersebut. Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) memang tengah menjadi sorotan Sukma. Dia pun getol melakukan evaluasi setiap bulannya. Semua bidang yang berhubungan dengan AKI dan AKB harus hadir.
“Yang mendasarinya adalah realitas. Faktanya kematian ibu di Kabupaten Sukabumi merupakan yang tertinggi di Jawa Barat. Perlu terobosan untuk mengubah cara kerja kita. Berarti ada yang salah dengan cara kerja kita selama ini. Saya juga jujur baru menyadari saat ini. Selama ini kita lebih percaya saja sama dinas. Sudahlah yang penting target-target tercapai. Ternyata tidak cukup, perlu ada terobosan,” kata Sukmawijaya saat dicegat usai melakukan evaluasi massal tersebut di Islamic Center Cisaat, Sukabumi, 12 Desember 2013 lalu.
Sukma pun memutuskan memimpin langsung “perang” melawan kematian ibu dan bayi. Dia yakin perlu ikhtiar besar dari semua kalangan, termasuk kepala daerah. Modalnya adalah pemahaman yang utuh terhadap masalah itu sendiri.
“Gak bisa sendiri, harus sinergi. Mulai saya sebagai bupati, camat, dan kepala desa. Kemudian lintas sektornya. Kesehatan tidak bisa berjalan sendiri. Semua harus seirama, satu greget. Mereka harus memahami banyak hal. Tak bisa bekerja tranpa memiliki pemahaman yang baik tentang AKI dan AKB misalnya. Harus tahu penyebabnya agar bisa memotong mata rantainya. Juga harus berkelanjutan, tidak bisa hanya mengandalkan momentum,” tandas Sukmawijaya.
Selain berjanji melakukan evaluasi setiap bulan, Sukma memerintahkan bawahannya untuk melakukan evaluasi di tingkat desa dan kecamatan. “Kalau ada kejadian atau kasus berulang, ada penyebabnya? Mengapa bisa terjadi? Ada apa ini? Harus diusut penyebabnya. Kalau irama kerja ini dijaga, semangat tidak kendur, saya optimistis Kabupaten Sukabumi pada akhir 2014 tidak akan jadi yang terbanyak dalam jumlah AKI. Dalam tiga tahun terakhir jumlah kasus kematian ibu terus naik. Dari 40 kasus pada 2010, naik menjadi 70 kasus pada 2012 dan sekarang 76 kasus,” kata Sukma lagi.
Kontrol ketat menjadi pilihan Sukma dalam menekan jumlah kasus. Lebih dari itu, Sukma mewanti-wakti bahwa program keluarga berencana (KB) merupakan solusi utama menekan jumlah kematian ibu dan bayi. Bagi Sukma, sejumlah penyebab langsung kematian merupakan dampak dari masalah sebelumnya.
“Misalnya kematian itu karena pendarahan, keracunan, komplikasi, dan lain-lain. Ujung-ujungnya mereka mengalami kasus tersebut karena terlalu tua, terlalu muda, terlalu sering, dan terlalu banyak melahirkan. Bagaimana itu bisa dicegah? Ya KB jawabannya. Yang mudah, tangguhkanlah sampai usianya cukup kalau memang tidak bisa menangguhkan perkawinan hingga 20 tahun. Terlalu tua, apalagi anaknya banyak, stop saja. Sudahlah jangan punya anak lagi karena berisiko pada ibunya. Demikian juga karena terlalu sering. Barangkali kalau kaya, okelah. Kalau miskin, apa mau diwariskan kemiskinannya? Ini berisiko,” Sukma menegaskan.
Demikian juga keterlambatan-keterlambatan dalam penanganan persalinan. Kepercayaan masyarakat pada paraji alias dukun beranak sudah saatnya digiring untuk lebih memanfaatkan tenaga kesehatan seperti bidan dan dokter. Di luar itu, perjalanan menuju te,pat pelayanan juga harus dijamin lancar.
“Hitungannya bukan hari bukan jam, tapi detik hitungan menyelamatkan nyawa ibu ini. Kades dan camat harus tahu peta kehamilan berisiko. Lalu menyiapkan langkah antisipasinya. Misalnya mengondisikan kendaraan yang akan membawanya ke rumah sakit dan lain-lain,” Sukma kembali mengingatkan anak buahnya.(NJP)