Home / Berita Utama / Ternyata Baru 50% PPKS di Jabar yang Aktif Berkegiatan

Ternyata Baru 50% PPKS di Jabar yang Aktif Berkegiatan

Ketua PPKS Kencana Pasundan menerima kunjungan kerja dari pengelola PPKS salah satu provinsi di Indonesia. (DOK. BKKBN JABAR)

Ketua PPKS Kencana Pasundan menerima kunjungan kerja dari pengelola PPKS salah satu provinsi di Indonesia. (DOK. BKKBN JABAR)

BANDUNG – DUAANAK.COM

Sudah lebih dari dua tahun Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera (PPKS) hadir di Jawa Barat, sejak kali pertama diresmikan pada 16 Juli 2012 lalu. Kini, PPKS tak hanya hadir di ibu kota provinsi. Hingga Desember 2014, ternyata seluruh kabupaten dan kota memiliki tempat pelayanan terpadu program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) tersebut.

Di kabupaten dan kota, PPKS hadir berkat kerjasama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dengan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang membidangi program KKBPK dan pihak ketiga dari unsur lembaga masyarakat. Di tingkat provinsi sendiri, PPKS Kencana Pasundan sebagai buah kerjasama dengan Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jawa Barat.

“Mayoritas dengan Aisyiyah kabupaten dan kota. Ini tindak lanjut dari kerjasama di tingkat provinsi antara BKKBN dengan PWA Jawa Barat. Namun demikian, ada  juga yang bekerjasama dengan Fatayat Nahdlatul Ulama dan P2TP2A,” kata Tetty Sabarniyati, Kepala Bidang Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga (KSPK) BKKBN Jawa Barat.

Tetty tidak memungkiri kiprah PPKS di Jawa Barat belum berjalan optimal. Selain keterbatasan sumber daya atau dukungan pemerintah daerah, tersendatnya kiprah PPKS tidak lepas dari kultur masyarakat itu sendiri. Sebagai pusat pelayanan, idealnya PPKS menjadi tempat bertemuanya konselor dengan masyarakat. Sayangnya, hal itu belum terwujud. Tetty memperkirakan baru sekitar 50 persen PPKS di kabupaten dan kota yang aktif berkegiatan.

Sejauh pengamatan Tetty, selama ini pengelola PPKS lebih banyak turun langsung ke tengah masyarakat. Sangat jarang ditemukan adanya masyarakat atau mereka yang mengalami masalah dengan ketahanan keluarga mendatangi PPKS. Kalaupun ada, jumlahnya sangat sedikit. Dari yang sedikit itu, sebagian besar di antaranya dilayani di PPKS Kencana Pasundan yang nota bene pusat pelayanan di tingkat provinsi.

“Itu pun tetap harus dipancing dulu, tidak langsung datang ke PPKS. Stimulan itu misalnya diadakan senam lansia. Baru di sana dilakukan konseling terhadap lansia-lansia yang datang. Misalnya ditanya, ‘Ayeuna naon nu karaos?Naon wae kegiatan di bumi?’ Memang masih perlu pemantapan di sana-sini. Misalnya menyangkut sosialisasi keberadaan PPKS itu sendiri,” papar Tetty.

Bagi Tetty, metode jemput bola yang diterapkan PPKS menjadi jembatan penghubung antara fungsi PPKS sebagai pusat konseling dengan keberadaan kelompok kegiatan di masyarakat. PPKS, sambung Tetty, juga berfungsi sebagai pusat rujukan bagi kelompok kegiatan bina ketahanan keluarga. Tetty mencontohkan, ketika seorang kader Bina Keluarga Remaja (BKR) atau Bina Keluarga Balita (BKB) menemukan masalah yang tidak bisa diselesaikan di tingkat kelompok kegiatan, maka bisa menindaklanjutinya di tingkat PPKS.

“Kader memberikan penyuluhan. Kalau ada kasus yang tidak diselesaikan, butuh dokter atau psikolog, itu diharapkan bisa datang ke PPKS. Di PPKS ada konselor yang mencoba memberikan solusi, mencarikan alternatif penyelesaian masalah,” kata Tetty.

Sebagai catatan, PPKS merupakan tempat pelayanan terpadu program KKBPK. Dalam hal ini, BKKBN membantu memfasilitasi sarana dan prasarana pusat layanan informasi dan dokumentasi KKB, dan layanan konseling keluarga balita. PPKS juga melayani pasangan  pranikah,  keluarga  remaja  dan  remaja,  keluarga  lansia dan lansia, KB dan kesehatan reproduksi, keluarga harmonis, dan usaha ekonomi keluarga.

Konsep PPKS diadopsi dari Tiongkok yang kemudian juga dikembangkan di Malaysia. Di Tiongkok, fokus pelayanan PPKS meliputi lima aspek pelayanan. Yakni, 1) Keluarga bayi berusia 0-3 melalui pendidikan anak usia dini; 2) Kesehatan remaja; 3) Kesehatan reproduksi dan konseling pernikahan keluarga prenatal dan postnatal; 4) Pembinaan lansia; 5) Konseling berkaitan dengan kualitas hidup, kesehatan, dan keluarga sejahtera.(WARTAKENCANA)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top