Home / Berita Utama / Sugilar Blusukan Temui TPD dan Bidan Desa Daerah Galciltas

Sugilar Blusukan Temui TPD dan Bidan Desa Daerah Galciltas

 

Kepala BKKBN Jabar Sugilar menyerahkan poster berisi imbauan pemakaian KB MKJP di Desa Agrabinta, Cianjur. (NAJIP HENDRA SP/DUAANAK.COM)

Kepala BKKBN Jabar Sugilar menyerahkan poster berisi imbauan pemakaian KB MKJP kepada seorang bidan di Desa Agrabinta, Cianjur. (NAJIP HENDRA SP/DUAANAK.COM)

CIANJUR – DUAANAK.COM

Safari kunjungan kerja (Kunker) Gubernur Ahmad Heryawan ke pesisir selatan Jawa Barat turut dimanfaatkan Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Jawa Barat (BKKBN) Jawa Barat Sugilar untuk mengenal lebih dekat denyut program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) di daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan (Galciltas).

Saat singgah di Desa Agrabinta, Kecamatan Agrabinta, Kabupaten Cianjur misalnya, Sugilar langsung menemui tenaga penggerak desa (TPD) dan bidan tenaga sukarela (TKS) di desa tersebut. Sehari sebelumnya, Sugilar getol menyerap informasi pelaksanaan program KKBPK dari masyarakat yang ditemuinya sepanjang perjalanan safari awal tahun Gunernur Jabar tersebut.

Nah, saat Gubernur dan rombongan menginap di kompleks PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII Agrabinta, Sugilar memilih memisahkan diri dari rombongan. Usai rangkaian acara Gubernur, Sugilar mengajak tim mobil unit penerangan keluarga berencana (Mupen KB) untuk menemui TPD untuk kemudian memginap di salah satu rumah warga.

Saat menginap itulah Sugilar memanfaatkan waktu untuk berdialog dengan TPD dan bidan desa. “Kang, berapa jumlah penduduk di desa ini? Gimana KB-nya bagus?” ujar Sugilar memulai dialognya.

Menjawab pertanyaan begitu, TPD pun menjelaskan jumlah penduduk, jumlah pasangan usia subur (PUS), jumlah peserta aktif KB (PA), hingga komposisi mix-kontrasepsi. Hasilnya sudah bisa ditebak, suntik dan pil masih merajai pilihan kontrasepsi urang lembur.

“Dari sekitar 4.000 penduduk, 680 di antaranya merupakan PUS. Yang menjadi akseptor pada kisaran 500 PUS. Memang masih didominasi suntik dan pil. Dalam beberapa waktu terakhir mulai pada tertarik implant. Sementara IUD masih jarang,” terang Nunuy, TPD Kecamatan Agrabinta yang bertugas di tiga desa.

“Kemarin baru ada pelayanan di Kecamatan, Alhamdulillah berhasil 40 implant. Ini bisa disebut rekor karena sebelumnya sangat sulit mencari calon akseptor implant,” tambah Nunuy.

Sulitnya mengajak PUS beralih cara dari pil dan suntik menjadi metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) juga diakui Rika Nuraeni, bidan TKS di desa tersebut. Hampir semua wanita usia subur (WUS) yang datang ke rumah sekaligus tempat pelayanannya, hampir seluruhnya peserta KB suntik.

Sesah nu kersa implant mah, hampir sadayana hoyong suntik. Upami henteu suntik, paling hoyongna teh pil,” papar Rika.

Dari penuturan Bidan Rika itu pula Sugilar mendapat informasi bahwa alat dan obat kontrasepsi (Alokon) yang disediakan pemerintah ternyata kurang diminati. Padahal, alokon tersebut disediakan cuma-cuma. Bila dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) yang sudah bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan benar-benar gratis, maka bidan partikelir biasanya hanya memungut biaya jasa pelayanan.

“Untuk alokon yang dari pemerintah, sekali suntik Rp 15 ribu. Kalau yang pakai Andalan jadi Rp 20 ribu. Seueurna hoyong Andalan, pada gak mau suntik yang dari depo (Alokon yang disediakan pemerintah, red),” jelas Rika.

“Bu Bidan pernah menolak calon akseptor yang tidak punya uang?” Sugilar menimpali.

Ah, teu kantos. Upami nu teu gaduh artos mah nya nganggo suntik nu ti depo wae. Engke kantun diklaim ka Puskesmas. Tiap satu vial diklaim Rp 5.000,” jawab Rika.

Medan Berat Galciltas Jabar

Sugilar berdialog dengan seorang PLKB dan TPD di Tegal Buleud, Kabupaten Sukabumi. (NAJIP HENDRA SP/DUAANAK.COM)

Sugilar berdialog dengan seorang PLKB dan TPD di Tegal Buleud, Kabupaten Sukabumi. (NAJIP HENDRA SP/DUAANAK.COM)

Di bagian lain, Nunuy menjelaskan kondisi medan yang dihadapi para TPD selama menjalankan tugas di daerahnya. Dia mencontohkan, dari tiga desa yang menjadi tanggung jawabnya, satu di antaranya hanya bisa diakses dengan sepeda motor. Bahkan, ketika musim hujan seperti saat ini, satu-satunya cara agar sampai di sana adalah dengan berjalan kaki.

“Jalannya masih tanah, Pak. Sangat licin. Pokoknya kalau musim hujan hanya bisa dilalui dengan jalan kaki. Pada umumnya medan di Cianjur Selatan ini sulit dilalui. Kesadaran masyarakat untuk melakukan persalinan di rumah sakit atau bidan juga masih rendah. Masih banyak yang memilih dibantu paraji,” ungkap Nunuy.

TPD angkatan 2011 ini menjelaskan, Kecamatan Agrabinta memiliki 11 desa. Sialnya, salah satu kecamatan di selatan Cianjur ini yang masuk kategori Galciltas ini tak memiliki petugas lapangan keluarga berencana (PLKB). Beruntung sejak 2010 lalu mendapat suntikan empat TPD, petugas lini lapangan yang honornya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Provinsi Jawa Barat. Empat TPD itulah yang sehari-hari menjalankan tugas PLKB di 11 desa.

Secara keseluruhan, Kabupaten Cianjur memiliki 121 TPD. Jumlah ini menjadi bagian dari 2.000 TPD yang tersebar di 27 kabupaten dan kota se-Jawa Barat. Di luar itu, beberapa kabupaten dan kota mengangkat petugas dengan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) yang sama atau mirip dengan PLKB atau TPD atas prakarsa kepala daerah yang bersangkutan.(NJP)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top