700 Remaja Hadiri Jambore Nasional PIKR/M 2014
LEMBANG – DUAANAK.COM
Jargon Indonesia Sejahtera atau Indonesia Hebat yang diusung duet Joko Widodo-Jusuf Kalla hanya bisa diraih manakala keluarga di Indonesia sudah sejahtera. Ini tidak lepas dari posisi keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat. Dengan begitu, manakala keluarga sejahtera, maka masyarakat akan sejahtera, dan pada akhirnya Indonesia akan sejahtera.
Demikian benang merah pernyataan Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga (KSPK) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sudibyo Alimoeso yang disampaikan pada tiga kesempatan berbeda saat berlangsungnya Jambore Nasional Pusat Informasi dan Konseling Remaja dan Mahasiswa (PIKR/M) 2014 di Grand Hotel Lembang, Kabupaten Bandung Barat, 29-31 Oktober. Sudibyo berbicara pada saat memberikan sambutan sekaligus membuka jambore, konferensi pers, dan pada saat menyampaikan materi “Remaja Keren, Remaja Genre” di hadapan sedikitnya 700 remaja.
Doktor jebolan Universitas Padjadjaran (Unpad) ini memberi catatan khusus pada keberadaan remaja Indonesia yang saat ini jumlahnya diperkirakan mencapai 70 juta jiwa. Dengan jumlah tersebut, sambung Sudibyo, maka mereka itulah yang akan menjadi tulang punggung utama Indonesia pada saat memasuki bonus demografi. Periode bonus ini sudah mulai masuk dan mencapai puncaknya pada 2028-2035 mendatang. Pada tahun-tahun itulah remaja Indonesia saat ini akan berada pada pundak usia produktifnya.
“Remaja kita hampir 70 juta. Remaja ini yang mengisi bonus demografi. Tetapi kalau remaja itu plonga-plongo, culang-cileung, maka Indonesia hanya akan mengalami disaster demografi. Bila remaja tidak mempersiapkan diri dengan baik, maka kesempatan ini akan diambil orang lain. Bonus demografi hanya membawa sengsara karena remaja kita banyak mengangur karena pekerjaan-pekerjaan diisi dari negara lain,” tandas Sudibyo.
Di hadapan peserta jambore, Sudibyo mengajak remaja mengingat kembali lima periode transisi remaja. Tiga dari transisi tersebut meliputi penyiapan pendidikan yang baik, memilih pekerjaan yang sesuai dengan kompetensi pendidikan, dan membangun keluarga yang direncanakan dengan baik pula. Periode ini penting dan sangat menentukan nasib bangsa karena masa depan Indonesia sangat ditentukan oleh remaja saat ini.
Sudibyo menegaskan tantangan makin berat karena struktur penduduk Indonesia tidak menguntungkan. Saat ini terdapat sekitar 24 juta balita, 70 juta remaja, dan sekitar 21 juta penduduk lanjut usia (Lansia). Jumlah lansia ini diproyeksikan makin membengkak karena angka harapan hidup terus naik. Proyeksi penduduk Indonesia memperkirakan jumlah lansia akan menyalip jumlah balita pada 2018 mendatang.
“Jumlah lansia terus menumpuk. Lansia makin susah mati. Padahal, penduduk yang telanjur lansia itu kesejahteraannya rendah. Karena itu, mereka terus bekerja, bahkan berkompetisi mencari pekerjaan dengan penduduk usia produktif,” ujar Sudibyo.
Fertilitas Remaja Tinggi
Di sisi lain, remaja Indonesia yang jumlahnya lebih dari enam kali lipat jumlah penduduk Singapura tersebut terus dibekap sejumlah masalah. Yang paling kentara misalnya berupa tingginya angka kelahiran di antara mereka. Mengacu kepada hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, age spesific fertility rate (ASFR) 15-19 tahun masih berkutat pada angka 48 per 1.000 kelahiran. Parahnya lagi, terdapat sekitar 5 persen perempuan Indonesia melahirkan pada usia 10-14 tahun yang nota bene masih anak-anak.
Dua pemicu utama tingginya angka fertilitas atau kelahiran tersebut, terang Sudibyo, adalah pernikahan dini dan kehamilan di luar nikah. Mantan Sekretaris Utama BKKBN ini makin khawatir karena angka kelahiran remaja tak kunjung turun, sebaliknya menunjukkan trend peningkatan. Repotnya lagi, angka kelahiran remaja di perdesaan dua kali lipat lebih banyak ketimbang perkotaan.
“Terus terang saja, remaja kita ini makin mengkhawatirkan. Sekitar 95 persen dari mereka terekspose menonton pornografi melalui berbagai medium, baik warung internet, telepon seluler, dan lain-lain. Persentasenya sangat tinggi, terlebih Indonesia terkenal sebagai peretas internet di dunia. Pengguna internet di Indonesia juga sangat tinggi,” ungkap dia.
Mengutip jawaban responden penelitian, Sudibyo mengungkap, alasan remaja mengakses pornografi mengaku tidak sengaja. Celakanya, “ketidaksengajaan” tersebut terjadi tiap hari. Bila hal itu dibiarkan, Sudibyo meyakini menjadi pemicu meluasnya perilaku seks bebas atau pranikah. Risikonya berat kelahiran pada usia remaja berdampak luas fertilitas itu sendiri maupun dinamika kehidupan keluarga secara keseluruhan.
“Kita terus bekerja keras. Karena tidak berwenang memberikan kontrasepsi, satu-satunya cara adalah memfasilitasi sekolah dan universitas, termasuk persantren, untuk memehami pentingnya kesehatan reproduksi. Kami membekali remaja tentang kesehatan reproduksi sehingga bisa melakukan kegiatan positif dan bertanggungjawab terhadap organ reproduksinya,” papar pria yang aktif di jejaring media sosial tersebut.
700 Remaja Ikuti Jambore PIKR/M
Sejalan dengan itu, Sudibyo menilai pentingnya remaja di seluruh daerah di Indonesia bertemu dan berbagi pengalaman. Upaya tersebut difasilitasi melalui Jambore Nasional PIKR/M yang dihadiri tidak kurang dari 700 remaja dari berbagai daerah di Indonesia. Sebagian besar dari mereka datang atas biaya pemerintah daerah setempat.
“Jambore penting agar remaja bisa share pengalaman, dari Papua sampai Aceh. Permasalahan remaja berbeda antara satu provinsi dengan lainnya. Misalnya di Papua terkenal HIV/AIDS-nya seperti endemik, menular di antara keluarga. Dengan begitu, pendekatannya berbeda dengan provinsi lain,” kata Sudibyo.
Direktur Ketahanan Remaja BKKBN Temazaro Zega menjelaskan, jambore yang dihelat rutin setiap tahun tersebut diisi dengan aneka kegiatan berupa lomba maupun pengembangan kapasitas dan kegiatan dinamika kelompok. Sehari setelah pembukaan, peserta mendapat sejumlah materi, meliputi “Remaja Keren, Remaja Genre”, “Love Your Self, Family, and Community for Better Future”, dan “Burn Your Spirit, Make Your Community Better.”
Setelah itu, peserta ditantang untuk unjuk gigi berupa pentas seni menampilkan kesenian daerah maupun kontemporer. Peserta juga ditantang adu keren yel-yel antarprovinsi. Terakhir, mereka diajak berkompetisi melalui ajang Smart Genre.(NJP)