Home / Berita Utama / Pesan Program Terlalu Moderat, Pengamat Ingin Kampanye KKB Mirip Iklan Rokok

Pesan Program Terlalu Moderat, Pengamat Ingin Kampanye KKB Mirip Iklan Rokok

Suasana BKKBN Mendengar di Hotel Santika Bandung, Jumat (22/11). (NAJIP HENDRA SP/DUAANAK.COM)

Suasana BKKBN Mendengar di Hotel Santika Bandung, Jumat (22/11). (NAJIP HENDRA SP/DUAANAK.COM)

Ledakan penduduk menjadi acaman nyata bagi Jawa Barat. Dengan jumlah penduduk lebih dari 43 juta jiwa dan laju pertumbuhan penduduk (LPP) 1,9 persen, setiap tahunnya diperkirakan lahir sekitar 900 ribu bayi. Kondisi ini memerlukan perhatian serius dan langkah nyata para pemangku kepentingan di berbagai tingkatan. Dibutuhkan perencanaan pembangunan yang menjadikan kependudukan sebagai titik sentral.

Demikian salah satu simpulan diskusi bertajuk “BKKBN Mendengar: Menggagas Kebijakan Kependudukan dan Keluarga Berencana di Jawa Barat” yang dihelat di Hotel Santika Bandung, Jalan Sumatera, Kota Bandung, Jumat malam 22 November 2013. Acara yang digagas Pengurus Daerah Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Jawa Barat ini menghadirkan sejumlah narasumber kunci program kependudukan dan keluarga berencana (KKB) dan media massa di Jawa Barat.

Pengamat kependudukan Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Ishak Somantri menyoroti tingginya LPP Jawa Barat dalam satu dekade terakhir. Ishak menilai migrasi menjadi salah satu pemicu utama tingginya migrasi di provinsi yang berdasarkan Sensus Penduduk (SP) 2010 tercatat dihuni 43.053.732 jiwa. Dia mendesak adanya langkah-langkah tegas dari pemerintah untuk mengendalikan jumlah penduduk.

“Persoalan Jawa Barat saat ini adalah migrasi penduduk yang tinggi dari luar Jabar. Ini menjadi ancaman. Kondisi ini memerlukan penanganan serius dari pemerintah daerah. Kita harus belajar kepada Singapura yang menerapkan kebijakan ultimate growth population, penduduk Singapura dibatasi pada angka 5 juta jiwa. Pemerintah Singapura menyadari bahwa mereka tidak mampu membiayai penduduk lebih dari 5 juta jiwa,” tandas Ishak.

Pengurus Koalisi Kependudukan Daerah Jawa Barat ini mengkritik pola-pola kampanye program KKB yang dianggapnya terlalu halus, tidak tegas. Kampanye program KKB tidak menunjukkan adanya ancaman bahaya ledakan penduduk. Pesan program KKB juga bergeser dari pembatasan kelahiran menjadi kesejahteraan keluarga. Bagi Ishak, hal ini kontraproduktif dengan pesan inti pengendalian penduduk.

“Iklan KB itu harus seperti iklan rokok. (Pesan iklan) langsung menunjukkan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok. Masyarakat harus didorong untuk menyadari bahaya ledakan penduduk,” tandas Ishak.

Pernyataan Ishak lantas diamini Ketua Harian Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat Entang Sastraatmadja. Pengamat pertanian ini memunculkan data pergeseran lahan dalam 10 tahun terakhir. Bila sebelumnya lahan-lahan pertanian tergusur industri, dalam 10 tahun terakhir lahan produktif tersebut mulai tergeser permukiman.

“BKKBN perlu melakukan sebuah terobosan agar kependudukan dianggap sebagai masalah penting bagi pengambil kebijakan. Dengan demikian, setiap perencanaan pembangunan harus berlandaskan situasi dan kondisi penduduk,” tegas Entang.

Menanggapi hal itu, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Siti Fathonah mengaku terus berupaya melakukan akselerasi program KKB. Sebagai lembaga negara yang mendapat tugas dalam pengendalian penduduk, Fathonah mengaku deg-degan setiap kali mencermati angka kelahiran di Jawa Barat. Angka 900 ribu bayi setiap tahun jelas menjadi perhatian serius BKKBN.

“Anggaran pemerintah untuk program KKB sebenarnya terus naik dalam beberapa tahun terakhir. Namun, kenaikkan tersebut tidak selalu berkorelasi positif dengan keberhasilan program. Alasannya, jumlah pembagi akibat kelahiran baru terus bertambah,” kata Fathonah.

Menanggapi moderatnya pesan program KKB, Fathonah mengaku lembaganya menghadapi dilema. Di satu sisi, pengendalian penduduk menjadi sebuah keniscayaan. Di sisi lain, pembatasan kelahiran secara ketat berpotensi memicu resistensi dari sejumlah kalangan yang selama ini resisten terhadap program KB. Selain kalangan agamawan, pegiat hak asasi manusia (HAM) juga terusik dengan adanya larangan melahirkan.

“Menyikapi kondisi tersebut, kami di BKKBN mencoba merumuskan program yang lebih mengarah kepada pembangunan kesadaran masyarakat untuk mengikuti program KKB. Pola-pola pemaksaan seperti pernah terjadi di masa lalu tidak relevan lagi dengan situasi saat ini,” Fathonah beralasan.(NJP)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top