Home / Berita Utama / Ketua IPADI: Grand Design Kependudukan Dibuat Seenaknya

Ketua IPADI: Grand Design Kependudukan Dibuat Seenaknya

Ketua IPADI Prijono Tjiptoherijanto pada pertemuan ilmiah kependudukan dan pembangunan berkelanjutan di kampus Unpad, Jatinangor. (NAJIP HENDRA SP/DUAANAK.COM)

Ketua IPADI Prijono Tjiptoherijanto pada pertemuan ilmiah kependudukan dan pembangunan berkelanjutan di kampus Unpad, Jatinangor. (NAJIP HENDRA SP/DUAANAK.COM)

JATINANGOR – DUAANAK.COM

Ketua Ikatan Peminat dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI) Prijono Tjiptoherijanto melancarkan kritik pedas terhadap dokumen Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK) 2011-2035 yang diluncurkan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (kini Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) pada 2012 lalu. Guru besar Universitas Indonesia (UI) ini menganggap GDPK dibuat terburu-buru dan tidak serius.

“Grand Design (Pembangunan Kependudukan) yang diterbitkan Kemenko Kesra itu nggak bener. Bikinnya seenak-enaknya saja. Harus dibikin lagi yang lebih sistematis dan lebih jelas lagi,” kata Prijono saat ditemui di sela Pertemuan Ilmiah Nasional Kependudukan dan Pembangunan Berkelanjutan yang diprakarsai IPADI bekerjasama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Universitas Padjadjaran (Unpad), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan UNFPA di Bale Sawala, kampus Unpad, Jatinangor, Jawa Barat, 26-28 November 2014.

“Kayaknya kemarin terburu-buru dan Menko Kesra juga nggak serius. Kalau sudah ada kan sebenarnya Pak Emil (ekonom Emil Salim, red) gak akan bilang begitu,” tambahnya merujuk pada permintaan Emil Salim saat menjadi narasumber membawakan topik Dinamika Kependudukan Indonesia dan Pembangunan Berkelanjutan di forum yang sama. Siang itu Emil Salim meminta BKKBN dan IPADI merumuskan roadmap pembangunan kependudukan 2015-2030 untuk merespons periode puncak bonus demografi Indonesia.

Prijono yang pernah menjadi Sekretaris Wakil Presiden dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) ini berjanji IPADI bakal menyusun grand design kependudukan yang di dalamnya dilengkapi dengan peta jalan (roadmap) yang jelas dan terukur. Inilah yang dianggapnya membedakan dengan GDPK yang sudah terlebih dahulu meluncur ke publik.

Dia juga berjanji IPADI memberikan rekomendasi kepada Presiden untuk memperkuat BKKBN sebagai lembaga nonkementerian yang bertanggung jawab dalam kependudukan dan keluarga berencana (KB). Doktor bidang ekonomi dari University of Hawaii ini mengaku pasrah ketika Presiden Jokowi memilih tak membuat kementerian kependudukan dalam Kabinet Kerja yang dipimpinnya.

Ya sudah tidak bisa diapa-apakan. Kita cuma bisa berharap BKKBN ditingkatkan statusnya menjadi setingkat kementerian. Ini masih memungkinkan dilakukan,” tandas penulis disertasi bertajuk The Economic Benefit of Tuberculosis Control Program in Indonesia: Effect of Chemotherapy tersebut.

Dia lantas menyebut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) sebagai contoh lembaga nonkementerian yang memiliki brand lebih mentereng. Apakah itu berarti BKKBN lebih rendah dari BKPM dan BNP2TKI? “Sekarang tidak lebih rendah, tapi tidak dipandang orang saja,” tegas Prijono.

Yang lantas menurunkan gengsi BKKBN, imbuh Prijono, adalah posisinya yang berada di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan. Penempatan ini dianggapnya tidak tepat karena BKKBN tak melulu mengurus program KB, melainkan menjadi penanggung jawab program pengendalian penduduk.

Buku Grand Design Pembangunan Kependudukan 2011-2035 yang diterbitkan Kemenko Kesra pada 2012 lalu.

Buku Grand Design Pembangunan Kependudukan 2011-2035 yang diterbitkan Kemenko Kesra pada 2012 lalu.

Sementara itu, Menko Kesra Kabinet Indonesia Bersatu II Agung Laksono dalam sambutannya menjelaskan, GDPK selain diperlukan sebagai arah bagi kebijakan kependudukan di masa depan, juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan di Indonesia (MP3KI) sehingga merupakan bagian integral dari dokumen pembangunan tersebut. GDPK disusun untuk merespon tantangan tiga aspek penting dalam kebijakan kependudukan di Indonesia saat ini.

Pertama, secara internal, dinamika kependudukan di Indonesia memasuki fase yang sangat krusial yang ditandai dengan perubahan kondisi demografi “di luar perkiraan”. Hal itu tampak dari perubahan angka kelahiran dan pertumbuhan penduduk yang keduanya cenderung stagnan. Terlepas dari perbedaan interpretasi mengenai keadaan tersebut, kondisi ini perlu dicermati dan diantisipasi dengan kebijakan kependudukan yang tepat.

Kedua, kebijakan kependudukan di Indonesia belum sepenuhnya menjadi bagian integral dari kebijakan pembangunan. Hal ini tidak selaras dengan hasil ICPD (International Conference on Population and Development) tahun 1994 di Kairo, yang mengamanatkan pengintegrasian kebijakan kependudukan ke dalam kebijakan pembangunan. Ketiga, pada waktu yang bersamaan dinamika kependudukan di Indonesia sedang mengarah ke fase windows of opportunity yang datangnya hanya sekali dan yang akan memberikan peluang untuk memperoleh bonus demografi.

“Ketiga hal tersebut merupakan alasan mengapa dibutuhkan suatu grand design pembangunan kependudukan untuk dijadikan arah bagi perumusan kebijakan dan program kependudukan di masa yang akan datang,” ungkap Agung.(NJP)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top