Home / Berita Utama / Kepala BKKBN Ingatkan Data Keluarga Harus Dapat Dipertanggungjawabkan

Kepala BKKBN Ingatkan Data Keluarga Harus Dapat Dipertanggungjawabkan

Kepala BKKBN Surya Chandra Surapaty saat membuka Temu Pengelola dan Pelaksana Program KKBPK dalam rangka Harganas XXII 2015 di Kota Tangerang, 29 Juli 2015. (NAJIP HENDRA SP/DUAANAK.COM)

Kepala BKKBN Surya Chandra Surapaty saat membuka Temu Pengelola dan Pelaksana Program KKBPK dalam rangka Harganas XXII 2015 di Kota Tangerang, 29 Juli 2015. (NAJIP HENDRA SP/DUAANAK.COM)

TANGSEL – DUAANAK.COM

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Surya Chandra Surapaty mengingatkan agar data keluarga yang dihasilkan melalui Pendataan Keluarga (PK) 2015 harus dapat dipertanggungjawabkan. Surya Chandra mengatakan hal itu saat membuka Temu Pengelola dan Pelaksana Program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) dalam rangka Hari Keluarga Nasional (Harganas) XXII 2015 di sebuah hotel di Kota Tangerang, 29 Juli 2015 lalu.

“Saya mengingatkan bahwa pada saat ini kita sedang merampungkan sebuah kegiatan besar di lapangan, yaitu Pendataan Keluarga 2015. Pendataan ini menjadi urgent karena akan menjadi basis data keluarga yang akan dipedomani BKKBN dalam menyusun anggaran dan kebijakan operasional. Saya percaya saudara-saudara semua telah turut mewarnai pendataan keluarga tersebut,” kata Chandra.

“Data yang berhasil kita kumpulkan dan akan kita olah harus dapat dipertanggungjawabkan validitasnya. Sehingga akan membantu kita dalam operasional di lapangan secara tajam dan tepat sasaran. PK 2015 ini menjadi momentum bagi BKKBN untuk menunjukkan eksistensinya sebagai badan kependudukan,” tandas Surya.

Sebelumnya, Sekretaris Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Jawa Barat Najip Hendra SP menyoroti pelaksanaan PK 2015 melalui artikel yang ditayangkan di sebuah koran harian nasional yang terbit di Bandung, Inilah Koran. Artikel terbut menyoroti dua hal dalam pendataan keluarga: persiapan dan pelaksanaan pendataan itu sendiri. Persiapan singkat berpotensi melewatkan sejumlah keluarga yang sejatinya ikut didata. Sebagai metode pengumpulan data menyeluruh, PK 2015 sejatinya dilakukan terhadap seluruh keluarga di Indonesia. Ingat, seluruh keluarga.

Kekhawatiran tak kalah besar muncul ketika mencermati beragam komentar pada sebuah berita –dan beberapa berita lainnya– yang tayang melalui portal berita duaanak.com. Dibanding berita lainnya, berita dengan judul “PK 2015: Menuju Satu Data Keluarga Indonesia” mendapat komentar paling banyak. Setidaknya terdapat 34 komentar, baik bernada laporan yang ditemukan pembaca, pertanyaan, jawaban pengelola website, hingga nada sinis yang terlontar dari pembaca.

Tanpa perlu pendalaman berarti, membaca komentar-komentar tersebut sudah cukup memberikan gambaran pelaksanaan PK 2015. Bila diklasifikasi lebih jauh, komentar-komentar tersebut menyoroti beberapa hal. Pertama, banyak keluarga yang didata tidak tahu PK 2015 dan untuk apa mereka didata. Itu masih lebih baik dibanding yang kedua ini, banyak kader pendata tidak memahami mekanisme pendataan. Dengan kata lain, kader pendata tidak memahami tugasnya sebagai kader pendata. Ketiga, kader pendata tidak memahami indikator pendataan keluarga sebagaimana tertera pada formulir pendataan.

Keempat, sejumlah keluarga merasa digiring untuk menyampaikan informasi yang dikehendaki pendata. Kelima, sejumlah keluarga meragukan data yang dihasilkan melalui PK 2015. Bila dirangkum lagi, komentar-komentar di atas menunjukkan adanya malapraktik atau kesalahan nyata dalam pendataan keluarga. Selain karena rendahnya pemahaman kader pendata sebagai akibat dari minimnya informasi yang diterima, malapraktik ini juga dipicu sebuah pola pikir “dibujeng enggalna” alias asal cepat selesai tanpa memperhatikan kaidah pelaksanaan.

Pertanyaan mengenai indikator misalnya, hal ini tidak akan muncul bila kader memahami dengan baik setiap pertanyaan. Apalagi, buku pedoman yang diterbitkan BKKBN sudah memberikan penjelasan secara rinci untuk setiap indikator. Pertanyaan tersebut muncul apabila kader pendata tidak mengikuti pelatihan atau tidak mempelajari buku pedoman. Kemungkinan lainnya, pendataan dilakukan bukan oleh kader pendata, melainkan oleh pihak lain yang tidak memahami mekanisme operasional PK 2015.

Adapun pertanyaan-pertanyaan tentang adanya permintaan mengisi sendiri oleh keluarga atau sebaliknya data sudah diisi petugas, ini menunjukkan adanya malapraktik tahap akut. Mengacu kepada UU 52/2009 maupun PP 87/2014 dan Pedoman PK 2015, pendataan seharusnya oleh kader pendata yang berasal dari unsur masyarakat. Asumsinya, kader pendata merupakan pihak yang paling mengetahui kondisi masyarakat. Hal ini sudah sangat jelas tertuang dalam definisi pendataan itu sendiri.

“Pendataan keluarga adalah kegiatan pengumpulan data primer tentang data Kependudukan, data Keluarga Berencana, data Pembangunan keluarga dan data Anggota Keluarga yang dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah (BKKBN) secara serentak pada waktu yang telah ditentukan dan selanjutnya akan dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali melalui kunjungan ke keluarga dari rumah ke rumah. Setiap tahun dilakukan pemutakhiran data Kependudukan, data Keluarga Berencana, data Pembangunan keluarga dan data Anggota Keluarga secara serentak di seluruh wilayah Indonesia.”

Ini diperjelas lagi dalam buku pedoman pendataan, “Pendataan Keluarga adalah kegiatan mengumpulan data primer keluarga, tentang data kependudukan, data keluarga berencana dan pembangunan keluarga, dan data individu anggota keluarga, yang dilakukan oleh para kader pendata/masyarakat dan PLKB/PKB bersama pemerintah secara serentak pada waktu yang telah ditentukan (1-31 Mei) melalui kunjungan ke keluarga dari rumah ke rumah dan observasi.”

Sejak awal, pelibatan masyarakat didesain sebagai salah satu keunikan PK 2015. Alasannya, data dan informasi yang diperoleh dari hasil pendataan merupakan milik masyarakat, karena pengumpulan dan pemutakhirannya dilakukan oleh kader dari masyarakat sendiri, cukup rinci, merupakan bagian dari operasional program KB, dapat dipertanggungjawabkan dan saling melengkapi dengan data lain yang telah ada di tingkat RT/RW/Dusun atau wilayah lain yang setingkat. Oleh karena itu, data dan informasi hasil pendataan keluarga ini selain digunakan untuk keperluan operasional program KB nasional sendiri, juga diharapkan bisa dimanfaatkan oleh sektor pembangunan lainnya, khususnya untuk menentukan sasaran program.

Bila prosedur kerja tersebut dilaksanakan dengan baik, maka target keunggulan data keluarga yang dicanangkan BKKBN bisa benar-benar diraih. Keunggulan itu adalah dapat ditelusuri by name by address, sehingga memberikan kepastian terhadap sasaran program secara tepat, akurat, relevan sesuai dengan kondisi saat ini. Sebaliknya, bila prosedur kerja itu dilabrak dan dilaksanakan tumpang-tindih, maka data dan informasi yang dihasilkan tidak akurat sehingga tidak relevan menjadi acuan program. Akibatnya, tidak bisa memberikan kepastian dan ketepatan pada sasaran program.(NJP)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top