BANDUNG – DUAANAK.COM
Ini kabar baik bagi seluruh keluarga Jawa Barat. Perhatian dan komitmen pemerintah daerah terhadap program pembangunan keluarga menunjukkan tren menanjak. Dukungan terus menguat dalam beberapa tahun terakhir. Yang terbaru, belum lama ini Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat menelurkan peraturan daerah (Perda) tentang Ketahanan Keluarga.
“Dukungan terhadap program pembangunan keluarga memang belum merata di setiap daerah. Ada beberapa daerah yang memberikan perhatian serius, ada juga yang belum,” kata Kepala Bidang Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga (KSPK) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat Teti Sabarniyati usai membuka Capacity Building New Initiative Genre 2014 Bagi PIK Remaja dan Mahasiswa Tegar Model berlangsung di Hotel Poster, Bandung, 16 September 2014.
Teti mengungkapkan hal itu saat dimintai tanggapannya tentang dukungan kabupaten dan kota terhadap program Bina Keluarga Remaja (BKR) dan Pusat Informasi Konseling (PIK) Remaja dan Mahasiswa. Sejumlah daerah yang disebut Teti memberikan dukungan bagus tersebut antara lain Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bandung Barat, dan Kota Bandung. Teti tidak memungkiri perhatian pemerintah daerah tersebut sangat bergantung kepada komitmen pimpinan daerah di masing-masing daerah.
Khusus di level provinsi, Teti menilai keberpihakan Gedung Sate terhadap program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) boleh dibilang selangkah lebih maju. Keperbihakan tersebut diwujudkan dalam sejumlah program dan dukungan anggaran maupun regulasi. Selain pengangkatan tenaga penggerak desa (TPD) untuk menyiasati menyusutnya jumlah petugas lapangan keluarga berencana (PLKB) dan penyuluh keluarga berencana (PKB), Pemprov juga aktif mengakselerasi pos pelayanan terpadu (Posyandu) maupun program ketahanan keluarga lainnya.
“Upaya membangunan ketahanan keluarga itu bukan semata-mata dilakukan oleh BKKBN. Pemprov Jabar sendiri menunjukkan komitmennya melalui berbagai jalur. Belum lama ini Jawa Barat memiliki Perda Ketahanan Keluarga yang diharapkan mampu menjadi rujukan dalam pengambilan kebijakan tentang keluarga di Jawa Barat. Beberapa waktu lalu juga menggulirkan gerakan pengasuhan berbasis masyarakat,” terang Teti.
“Setidak-tidaknya setiap kabupaten dan kota (di Jawa Barat) sudah melaksanakan sosialisasi Genre. Memang tidak semua diikuti dengan orientasi atau pelatihan. Namun demikian, hal itu menjadi langkah awal yang baik untuk kemudian ditindaklanjuti dengan kebijakan yang lebih konkret berupa fasilitasi dan pembentukan kelompok bina keluarga maupun pusat informasi konseling,” Teti menambahkan.
Walhasil, Teti mengaku bersyukur program pembangunan keluarga yang digulirkan BKKBN dalam beberapa tahun terakhir berhasil mengatrol usia kawin pertama di Jawa Barat. Hasil Mini Survei 2013 menunjukkan median usia kawin pertama berhasil menyentuh angka 20 tahun. Sebelumnya, usia kawin pertama di Jabar ada yang masih terjerembab pada angka 17 tahun, bahkan kurang dari usia 17 tahun.(NJP)