Home / Berita Utama / Di Hadapan Remaja, Fathonah Sentil Pramuka dan Pesantren

Di Hadapan Remaja, Fathonah Sentil Pramuka dan Pesantren

Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Siti Fathonah (DOK. BKKBN JABAR)

Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Siti Fathonah (DOK. BKKBN JABAR)

BANDUNG – DUAANAK.COM

Remaja punya posisi istimewa dalam pembangunan di Indonesia. Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat Siti Fathonah menegaskan hal itu saat berbicara di hadapan peserta Orientasi Pendidik Sebaya untuk Satuan Karya Pramuka Keluarga Berencana (Saka Kencana) dan Pusat Informasi Konseling (PIK) Berbasis Pesantren se-Jawa Barat di Cherry Homes Hotel, Bandung, 24 Juni 2014. Pemerintah, sambung Fathonah, membutuhkan peran aktif remaja dalam pembangunan.

Peran aktif itu, antara lain dengan terlibat aktif dalam mendorong remaja lainnya agar memiliki life skill yang kelak bisa diaplikasikan di tengah masyarakat. “Life skill apa? Bukan hanya bikin jus, keripik atau kaos, melainkan soft skill. Soft skill itu bagaimana kita bersikap, bagaimana kita bernegosiasi, bagaimana kita bisa menolak, bagaimana kita bisa mengajak, meyakinkan, dan mengambil keputusan dengan benar,” tandas Fathonah.

Salah satu konseptor program Generasi Berencana (Genre) ini lantas mencontohkan suasana hiruk-pikuk saat ini. Pemilihan presiden (Pilpres) seolah membawa masyarakat untuk menerima sebuah penghakiman sepihak atau bahkan saling menjelek-jelekkan pihak lain yang berbeda sikap atau pandangan dengan dirinya. Yang lebih buruk, aksi saling hujat tersebut dicontohkan tokoh agama dan masyarakat. Untuk itu, Fathonah meminta remaja Jawa Barat untuk tidak mudah tersengat provokasi atau terjebak pada kondisi saling hujat dan menelanjangi pribadi seseorang.

“Intinya, semua remaja itu punya sikap asertif, tidak impulsif, tidak persmisif terhadap hal negatif. Orang yang punya sikap asertif bisa menyampaikan pendapatnya karena yakin pendapatnya itu benar. Dan, tidak menjadikan orang lain menjadi sakit hati karena ucapannya. Bisa kita melakukan itu? Harus bisa,” kata Fathonah.

Di hadapan pegiat PIK dan Saka Kencana tersebut, Fathonah menyentil remaja dan pesantren yang dinilainya tidak memiliki sikap asertif tadi. Remaja kehilangan karakter baiknya karena tidak mampu bersikap dengan benar di tengah masyarakat. Dia mencontohkan, saat ini banyak remaja mengenakan seragam Pramuka. Sayangnya, perilaku remaja tersebut tidak mencerminkan dirinya seorang Pramuka.

Sebagai seorang Pramuka, terang Fathonah, mereka yang mengenakan seragam Pramuka harus tunduk pada ketentuan moral sebagaimana termaktub dalam Dasa Darma Pramuka. Bila dicermati lebih jauh, Dasa Darma Pramuka mencerminkan 10 moral dasar yang harus dimiliki seorang anggota Pramuka. Kesepuluh nilai tadi meliputi: 1) Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2) Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia; 3) Patriot yang sopan dan ksatria; 4) Patuh dan suka bermusyawarah; 5) Rela menolong dan tabah; 6) Rajin, terampil, dan gembira; 7) Hemat, cermat, dan bersahaja; 8) Disiplin, berani, dan setia; 9) Bertanggungjawab dan dapat dipercaya; dan 10) Suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan.

“Ada Pramuka, bajunya saja yang Pramuka. Kegiatan kepramukaannya tidak ada. Padahal, Pramuka memiliki Dasa Darma. Kalau saja kita menjalankan 10 darma tadi akan menjadikan kita berkarakter. Kalau pakai baju Pramuka tetapi tidak menjiwai Dasa Darma, buka saja itu seragam Pramuka. Karakternya lekat sekali dengan Pramuka, dengan Baden Powell. Saya kalau jadi Baden Powell sedih sekali kalau melihat orang berseragam Pramuka tapi karakternya tidak mencerminkan seorang Pramuka,” ujar Fathonah yang juga Ketua Majelis Pembimbing Daerah Saka Kencana Kwartir Daerah Pramuka Jawa Barat tersebut.

Di sisi lain, Fathonah menyoroti peran PIK dalam pondok pesantren yang diyakininya sangat strategis. Fathonah yang memosisikan dirinya sebagai bunda bagi remaja Jawa Barat tersebut meminta remaja yang tergabung dalam PIK Remaja di pondok pesantren terlibat aktif dalam mengontrol perilaku yang berkembang di lingkungan religius tersebut. Hal ini didasari atas pertimbangan bahwa predikat pondok pesantren tidak bisa menjadi jaminan bagi bebasnya penyakit masyarakat.

Dia mencontohkan, beberapa waktu lalu terungkap di sebuah pesantren di Kota Cirebon adanya remaja yang terlibat narkoba dan perilaku seks menyimpang. Ini membuktikan bahwa pesantren tidak steril dari kemunculan musuh remaja alias Triad KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja). Karena itu, PIK Remaja harus menempati garda terdepan dalam pengawasan dan pencegahan munculnya musuh besar remaja tersebut.

“Yang hadir di sini sebagian di antaranya berasal dari pondok pesantren. Sejauh mana kalian bisa berkontribusi terhadap pembentukan karakter remaja-remaja di pesantren? Bagaimana mereka tidak hamil di luar nikah, tidak terjangkit narkoba? Di Kota Cirebon misalnya, saya tidak perlu menyebutkan nama pesantrennya, seks bebas banyak, narkoba banyak, seks sesama jenis banyak. Lalu, di mana peran kita dalam pembentukan remaja tadi? Di situlah peran kita dituntut hadir,” tegas Fathonah.

Lebih jauh dia mejelaskan, lingkungan berperan besar dalam pembentukan karakter. Setelah keluarga sebagai lingkungan terdekat, lingkungan berikutnya adalah sekolah atau tempat lain di mana remaja menuntut ilmu dan beraktivitas. Nah, di lingkungan kedua itulah para remaja dituntut terlibat secara aktif. Terlebih sekolah formal tidak serta merta mengajarkan pembentukan karakter. Pun dengan keluarga itu sendiri.

“Di sekolah tidak ada pendidikan karakter, yang ada pendidikan agama. Ketika berbicara pendidikan agama di sekolah-sekolah, kuriklum yang ada tidak mengarah kepada pembentukan karakter. Di SD yang ada bacaan-bacaan surat pendek, belajar bacaan salat, cuma itu. Kemudian guru agama mengatakan jangan mengatakan ini karena dosa, kemudian jangan mendekati itu karena haram. Tidak ada penjelasan detil setelah itu, mengapa ini dosa, mengapa itu haram, makruh, dan seterusnya,” papar Fathonah.(DUAANAK.COM)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top