JAKARTA – DUAANAK.COM
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Universitas Terbuka (UT) sepakat menjalin berjasama program beasiswa jangka panjang strata satu (S1) bagi petugas lapangan keluarga berencana (PLKB). Kesepakatan tersebut dituangkan dalam naskah kesepamahan yang ditandatangani di Nusa Dua Bali tahun lalu. Kesepamahan tersebut ditindaklanjuti dengan kerjasama pemberian beasiswa bagi 500 PLKB di 25 provinsi di Indonesia.
Sekretaris Utama BKKBN Ambar Rahayu menjelaskan, kerja sama tersebut bertujuan meningkatkan jenjang kompetensi PLKB dari terampil menjadi ahli. Tahun ini, 500 PLKB dari 25 provinsi ini akan mengikuti pendidikan S1 di UT dengan metode belajar jarak jauh. Ada tiga fakultas yang menjadi pilihan, yaitu Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Fakultas Komunikasi, dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA). Para penyuluh yang mendapatkan kesempatan kuliah tersebut adalah mereka yang merupakan lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Diploma.
“Tahun 90-an BKKBN pernah melakukan kerjasama dengan UT untuk program beasiswa dalam bidang studi D3 Komunikasi. Tahun ini ada 500 PLKB yang akan dikuliahkan untuk memperoleh gelar sarjana di UT. Mereka yang beruntung harus menuntaskan beberapa ketentuan, salah satunya mendapat rekomendasi dari pemerintah daerah (Pemda) dan berusia 50 tahun ke bawah,” jelas Ambar usai penandatanganan perjanjian kerjasama di Ruang NKKBS BKKBN awal Juli ini.
Ambar menjelaskan, kondisi petugas penyuluh KB sejak otonomi daerah semakin menurun. Mereka jarang mendapatkan pelatihan guna peningkatan kapasitasnya. Ditambah akselerasi program KB selama 10 tahun terakhir ini mengalami stagnansi, angka kelahiran rata-rata tetap berada pada level 2.6; angka penggunaan kontrasepsi masih berkisar 57 persen dengan dominasi penggunaan KB jangka pendek, angka unmet need masih tinggi (8.5) dan fertilitas remaja (ASFR 15-19) justru meningkat dari 35 menjadi 48 kelahiran per 1.000 wanita (SDKI 2012). Indikator-indikator ini telah membuat jarak yang semakin jauh dari target capaian RPJMN 2010-2014 dan MDGs. SDKI juga berhasil mendapatkan berbagai informasi mengenai perilaku fertilitas, KB, kesehatan ibu dan anak, kematian ibu dan anak serta pengetahuan tentang HIV/AIDS dan penyakit infeksi menular lainnya.
Melalui program beasiswa ini, sambung Ambar, diharapkan PLKB dapat membantu program kependudukan, keluarga berencana dan pembangunan keluraga (KKBPK) dan dapat menurunkan kematian ibu. Selama ini, PLKB merupakan ujung tombak program KB di daerah. Karena PLKB merupakan aktor yang peting dalam pembangunan yang terkait dengan kesejahteraan keluarga.
Menurut Ambar, mereka memiliki ikatan dinas dengan BKKBN. Mereka telah menandatangani kesepakatan apabila lulus tetap mengabdi melayani program KB. Ambar mengatakan, beasiswa ini diutamakan bagi PLKB yang berstatus PNS. Untuk saat ini PLKB yang berasal dari tenaga kontrak belum bisa mendapatkan beasiswa karena tidak ada sistem jenjang yang dimiliki.
“Program pemberian beasiswa tersebut memang menjadi agenda wajib bagi BKKBN dalam memaksimalkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam melayani masyarakat di daerah. Ini agar para tenaga penyuluh di lapangan dari status terampil bisa menjadi ahli. Saat ini tercatat 17.000 yang PNS dari total 22.481 PLKB di seluruh Indonesia. Di antara yang PNS tersebut, 1.500 di antaranya masih di jenjang terampil atau rata-rata tamat SMA dan D3. Idealnya, satu PLKB melayani 2 desa. Dengan jumlah desa saat ini sekitar 81.473 desa, maka dibutuhkan 40.000 lebih PLKB atau dengan kata lain masih kurang dari separuh. Minimnya tenaga PLKB ini menyebabkan mereka bekerja serabutan. Seharusnya ada pembagian wilayah kerja yang jelas antara PLKB terampil dan ahli. PLKB ahli tidak lagi bekerja di desa untuk menyuluh, melainkan sudah harus bisa menulis untuk jurnal atau menganalisa,” papar Ambar.
Idealnya, seorang PLKB bertugas untuk dua desa. Maka, dibutuhkan sedikitnya 40 ribu PLKB untuk 81.473 jumlah desa di tanah air. Dari sejumlah penyuluh yang ada hanya 17 ribu di antaranya merupakan PNS, sisanya masih berstatus honorer. Sementara penerima beasiswa masih diprioritaskan untuk mereka yang sudah mengantongi status PNS.
Pembantu Rektor Bidang Akademik UT Yuni Tri Hewindati menjelaskan, setiap mahasiswa akan dikenakan Rp 1.3 juta per semester. Harga tersebut sudah lebih murah dibanding peserta didik UT regular pada umumnya.(DUAANAK.COM)