KARAWANG | WARTAKENCANA.COM
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) membidik seluruh persalinan di rumah sakit untuk menjadi peserta keluarga berencana (KB). Target ini sejalan dengan pengarusutamaan pelayanan keluarga berencana pascapersalinan (KBPP) yang menargetkan kesertaan ber-KB ibu nifas atau pasangannya mencapai 70 persen pada 2024 mendatang.
“Menurut penelitian, 10 menit setelah plasenta dikeluarkan sudah bisa pasang KB. Tidak harus menunggu pulang ke rumah dan kembali ke rumah sakit. Bisa langsung setelah persalinan. Kalau pulang dulu, tantangannya banyak. Termasuk mitos ‘pamali’ bagi ibu melahirkan untuk keluar rumah sebelum 40 hari. Karena itu, kami mendorong agar langsung dipasang KB saat itu juga. Upaya ini diharapkan mampu meningkatkan kesertaan KBPP,” ungkap Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) BKKBN Eni Gustina.
Eni mengungkapkan hal itu saat ditemui di sela Rapat Koordinasi Pelayanan Keluarga Berencana Rumah Sakit (PKBRS) Tingkat Provinsi dan Orientasi Penurunan Angka Kematian Ibu melalui KB Pascapersalinan (KBPP) yang berlangsung selama dua hari ini Mercure Hotel Karawang, 2-3 Agustus 2022. Pertemuan turut menghadirkan Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat, unsur Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Kepala Dinas OPD KB Kabupaten/Kota se-Jawa Barat, Direktur Rumah Sakit di Kabupaten/Kota, Pengelola Program PKBRS di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Pengurus Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB), perwakilan Pengurus Wilayah Ikatan Penyuluh KB Jawa Barat, dan sejumlah unsur terkait lainnya.
Untuk mendukung target capaian KBPP, Eni mengaku sudah menyiapkan strategi guna meningkatkan akses dan kualitas penyelenggaraan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi yang komprehensif berbasis kewilayahan dan segmentasi kelompok masyarakat. Strategi tersebut mencakup penguatan kapasitas faskes dan jaringan, penguatan kemitraan, peningkatan pelayanan di wilayah dan sasaran khusus, peningkatan kesertaan KB Pria, penguatan promosi dan konseling serta peningkatan kemandirian pasangan usia subur (PUS).
“BKKBN juga berupaya memperkuat regulasi peningkatan akses pelayanan KB di rumah sakit. Pada saat yang sama dilakukan penguatan rantai pasok dan penyediaan variasi alokon, fasilitas penyediaan sarana pendukung penyuluh KB, penguatan SDM dan pembiayaan pelayanan KB,” ungkap Eni.
Di tempat yang sama, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Wahidin menambahkan, pelyanan KBPP sangat penting karena akan berdampak pada penurunan stunting. “Dengan KBPP, maka sang Ibu secara otomatis memberikan ASI ekslusif kepada si bayi. Karena itu, penting agar setelah menjalani persalinan langsung menjadi peserta KB,” kata Wahidin.
Terkait dengan Pelayanan KB di Rumah Sakit (PKBRS) tingkat Jawa Barat itu, menurut dua berkorelasi dengan KB pascapersalinan. Selain meningkatkan kepesertaan KB, hal itu sejalan dengan upaya menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi.
Wahidin menyampaikan, potensi cakupan pelayanan KB di rumah sakit cukup terbuka di Jawa Barat. Itu terlihat dari banyaknya rumah sakit di wilayah Jabar yang mencapai 377 unit rumah sakit. Dari jumlah itu, baru 194 rumah sakit yang melayani KBPP.
Dia berharap ada daya tarik bagi masyarakat yang menjadi peserta KB pascapersalinan di rumah sakit. Di antaranya dengan memberikan bonus akta kelahiran bagi masyarakat yang menjadi peserta KB setelah menjalani persalinan di rumah sakit.
Di sisi lain, Wahidin mengakui, jumlah kepesertaan KB di masing-masing kecamatan kabupaten dan kota di Jabar masih belum merata. Wahidin memberikan contoh, dalam satu daerah, ada kecamatan tertentu yang peserta KB aktifnya di atas 50 persen. Sedangkan di kecamatan lainnya jauh di bawah 50 persen. Hal ini menurutnya menjadi “pekerjaan rumah” bersama.
Sementara itu, Koordinator Bidang KBKR BKKBN Jawa Barat Pintauli Siregar dalam laporannya menyampaikan, pertemuan koordinasi PKBRS dan KBPP bertujuan meningkatkan komitmen stake holders dan mitra kerja terkait dalam penguatan PKBRS dan KBPP. Keluaran yang diharapkannya berupa meningkatkan kualitas dan cakupan pelayanan KB di rumah sakit, khususnya pelayanan KBPP. Juga meningkatkan akses, kualitas, dan keamanan pelayanan KB di rumah sakit.
Dia juga melaporkan bahwa Jawa Barat dalam pelaksanaan pelayanan serentak sejuta akseptor sebagai rangkaian pelaksanaan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-29 telah berhasil menjadi juara umum tingkat nasional. Sebagai bentuk penghargaan atas prestasi yang sudah diraih, maka BKKBN Pusat akan memberikan piagam penghargaan dan plakat bagi pemenang dalam kegiatan dimaksud.
“Selanjutnya sebagai bentuk apresiasi dan penghargaan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam pelayanan serentak sejuta akseptor bagi kabupaten dan kota yang berhasil meraih target di atas 100 persen mendapatkan piagam penghargaan dari Gubernur Jawa Barat. Penghargaan diserahkan Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat dan turut disaksikan Deputi KBKR BKKBN dan Bupati Karawang,” papar Pintauli.
Belajar dari Karawang
Di bagian lain, Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana yang didapuk menjadi keynote speaker menuturkan, sebagai wilayah nomor dua tertinggi di Jawa Barat terkait kasus kematian ibu dan bayi baru lahir, Karawang sangat fokus untuk menekan angka angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Pada 2021 lalu, presentase kematian ibu dan bayi baru lahir di Karawang cukup tinggi. Mencapai 117 kasus pada ibu pascamelahirkan dan 160 kasus pada bayi yang baru lahir.
Dilain sisi, dari 106 ribuan peserta KB baru di Karawang pada tahun 2021, hanya sekitar 12.525 orang atau 10,66 persen yang mengikuti program KBPP. Untuk meningkatkan capaian KBPP, Bupati mengeluarkan Peraturan Bupati Nomor 18 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyelamatan Ibu, Bayi Lahir, dan Pelayanan KB Pascapersalinan.
“Kami berharap dengan adanya pengendalian angka kelahiran melalui KBPP, tidak hanya berdampak pada penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir, namun bisa berkontribusi terhadap pemutusan mata rantai kasus stunting di Kabupaten Karawang,” ungkap Cellica.(NJP)