Oleh Nuraini, S.Si., M.Stat.
Fungsional Statistisi di Bidang Pengendalian Penduduk Kantor Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat
Tanggal 11 Juli diperingati sebagai Hari Kependudukan Dunia (World Population Day). Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap isu kependudukan secara global. Awal mula ditetapkannya Hari Kependudukan Dunia diilhami oleh meningkatnya jumlah penduduk dunia menjadi sebanyak 5 milyar jiwa, tepat pada tanggal 11 Juli 1987 oleh Governing Council of the United Nations Development Programme. Penetapannya sendiri dilakukan pada tahun 1989. Hingga kini, 30 tahun selepas penetapan, berdasarkan perkiraan terbaru Perserikatan Bangsa Bangsa dari data worldometer, pada Juli 2019 jumlah penduduk dunia telah mencapai 7,7 miliar.
Aspek kependudukan memiliki tantangan dan permasalahan yang kompleks. Salah satu tantangan kependudukan adalah tersedianya data dan informasi kependudukan yang akurat. Berdasarkan Undang Undang no. 52 Tahun 2009, pada Bab VIII pasal 49 tentang Data dan Informasi Kependudukan, menyebutkan bahwa data dan informasi kependudukan dan keluarga wajib digunakan oleh Pemerintah (pusat) dan Pemerintah Daerah sebagai dasar penetapan kebijakan, penyelenggaraan, dan pembangunan.
Salah satu sumber data dan informasi kependudukan dapat diperoleh melalui Sensus Penduduk. Data hasil Sensus Penduduk menjadi sangat penting karena hasil Sensus Penduduk akan melahirkan data kependudukan yang menyeluruh, akurat, terkini, dan lengkap. Berbeda dengan survey yang mengambil data melalui sampel, sensus penduduk dilakukan melalui pencacahan semua unit populasi. Sensus penduduk, menurut UU No.16 Tahun 1997, adalah suatu cara pengumpulan data yang dilakukan melalui pencacahan semua unit populasi di seluruh wilayah Republik Indonesia untuk memperoleh karakteristik suatu populasi pada suatu saat tertentu.
Bagimana data sensus ini diperoleh? Setiap 10 tahun sekali Badan Pusat Statistik menyelenggarakan kegiatan Sensus Penduduk. Tahun 2020, BPS akan menyelenggarakan kembali Sensus Penduduk yang merupakan Sensus Penduduk ketujuh kali sejak Indonesia merdeka. Penyelenggarannya dimulai pada tahun 1961, 1971, 1980, 1990, 2000 dan 2010.
Melihat lebih jauh ke belakang, sesungguhnya Sensus Penduduk (SP) di Indonesia pertama kali dilaksanakan pada masa kekuasaan Inggris di bawah pemerintahan Thomas Stamford Raffles (1785). Saat itu, sensus yang dilakukan hanya mencakup Pulau Jawa. Selanjutnya pada pemerintahan Kolonial Hindia Belanda Sensus Penduduk pernah di tahun 1920 namun juga masih terbatas di Pulau Jawa. Untuk pertama kalinya Sensus Penduduk yang mencakup seluruh wilayah Indonesia dilakukan pada tahun 1930.
Satu hal yang membuat Sensus Penduduk 2020 berbeda dengan Sensus Penduduk tahun sebelumnya adalah Sensus Penduduk 2020 menggunakan metode kombinasi. Yaitu menggabungkan pencacahan metode tradisional seperti sensus penduduk sebelumnya dan metode berbasis data dasar penduduk dari Dinas Kependudkan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil). Metode kombinasi ini diimplementasikan untuk mewujudkan satu data kependudukan Indonesia dan mewujudkan “register based census” sesuai dengan rekomendasi dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Hasil yang diharapkan dari Sensus Penduduk 2020 adalah tersedianya data jumlah, komposisi, distribusi, dan karakteristik penduduk Indonesia menuju Satu Data Kependudukan, tersedianya sampling Frame untuk survey, Tersedianya data parameter demografi (fertilitas, mortalitas, dan migrasi), serta karakteristik penduduk lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan proyeksi penduduk, indikator SDGs, dan sebagai dasar perencanaan dan evaluasi pembangunan.
Salah satu lembaga/instansi pemerintahan yang memanfaatkan hasil dari Sensus Penduduk adalah Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN). Sesuai Undang-undang No.52 Tahun 2009, BKKBN mempunyai tugas pemerintahan di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan Keluarga Berencana. Salah satu fungsi BKKBN di bidang pengendalian penduduk adalah penetapan perkiraaan pengendalian penduduk secara nasional . Dengan fungsi inilah Provinsi dan Kabupaten Kota mempunyai wewenang untuk menyusun parameter Kependudukan dan KB serta memanfaatkan data Proyeksi Penduduk untuk perencanaan pembangunan daerah.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk, dari tahun 1930 sampai 2010 penduduk Jawa Barat mengalami kenaikan hampir lima kali lipat dengan laju pertumbuhan penduduk mencapai titik tertinggi pada periode 1970-1980 dimana program KB belum meluas seperti saat ini. Dengan berjalannya program Keluarga Berencana Laju pertumbuhan penduduk mengalami penurunan menjadi 1,89 persen pada periode 2000-2010.
Bagaimana hasil Sensus Penduduk 2020 yang akan datang, tentunya menjadi evaluasi bagi BKKBN akan keberhasilan program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) yang telah dilaksanakan selama ini. Sensus penduduk akan menjadi faktor penentu keberhasilan program pemerintah dalam aspek pengendalian kependudukan.
Sebagai gambaran awal, kondisi kependudukan Jawa Barat tahun 2020 yang kelak akan dilihat dari hasil sensus sesungguhnya dapat kita lihat dari hasil proyeksi penduduk 2015-2045 berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015.
Berdasarkan Proyeksi Penduduk 2015–2045, jumlah penduduk Jawa Barat pada tahun 2020 adalah sebanyak 49,6 juta jiwa, dengan jumlah penduduk laki laki sebanyak 25,1 juta jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 24,5 juta jiwa dengan asumsi Total Fertility Rate pada tahun 2020 adalah 2,07.
Penduduk produktif pada tahun 2020 diproyeksi sebesar 69,2% sehingga rasio ketergantungan Jawa Barat diproyeksi pada angka 44,6 yang menunjukan bahwa Jawa Barat berada dalam kondisi bonus demografi. Angka 44,6 menunjukan bahwa tiap 100 orang penduduk produktif harus menanggung 45 orang penduduk yang tidak produktif.
Bagaimana dengan perkiraan jumlah kelahiran? Angka kelahiran kasar atau Crude Birth Rate (CBR) di Jawa Barat tahun 2020 pada tahun 2020 diproyeksikan akan berada pada angka 15,9 yang artinya bahwa dari setiap 1000 penduduk Jawa Barat terdapat antara 15 sampai 16 kelahiran hidup. Dari angka CBR ini dapat diproyeksi bahwa akan terdapat 790.100 bayi yang lahir pada tahun 2020.
Tentu saja hasil proyeksi sangat ditentukan oleh asumsi yang digunakan. Survei Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang kemudian pada tahun 2018 namanya berubah menjadi Survei Kinerja dan Akuntabilitas Program (SKAP) yang dilakukan BKKBN untuk mengukur indikator kinerja BKKBN di Jawa Barat menunjukan ada peningkatan Total Fertility Rate (TFR) dari tahun 2016 sampai dengan 2018. TFR 2016 hasil survey RPJMN sebesar 2,0, naik menjadi 2,24 pada tahun 2017 kemudian naik lagi menjadi 2,49 pada tahun 2018. Angka ini menunjukan nilai yang cukup berbeda dengan asumsi bahwa TFR proyeksi pada tahun 2020 sebesar 2,07. Dengan kenaikan TFR ini, tentunya akan berdampak pada hasil Sensus Penduduk 2020 nanti, apakah akan sama sesuai proyeksi penduduk atau bahkan melebihi angka proyeksi. Kita akan sangat menantikan Hasil Sensus Penduduk 2020 nanti. Hasil sensus akan menjadi evaluasi kita bersama, menjadi parameter dan tolok ukur keberhasilan atau kegagalan program pengendalian penduduk. Namun, apapun hasilnya kelak, Hasil Sensus akan bermanfaat bagi pemerintah dan para pemangku kepentingan di Jawa Barat untuk mewujudkan pencapaian visi Jawa Barat Juara Lahir Batin.(*)