Oleh : A. Nopian Hendriana, SST
Dinamika kependudukan dengan segala permasalahannya khususnya Jawa Barat dalam dekade terakhir ini ternyata cukup mengkhawatirkan bagi pihak-pihak yang tentunya konsen dan menjadi pemerhati dalam bidang kependudukan, sebagai lembaga pemerintah di bidang ini, kalangan akademisi ataupun organisasi non pemerintah yang selalu mengikuti perkembangan kependudukan baik dari kuantitas, kualitas maupun persebarannya. Pada tahun 2010, menurut BPS jumlah penduduk Jawa Barat adalah sekitar 43 juta orang. Analisa sederhana dari data BPS tersebut adalah dengan wilayah yang tetap, sumber daya alam yang semakin berkurang, dengan penambahan jumlah penduduk secara signifikan tiap tahunnya, maka bisa dibayangkan berbagai permasalahan yang timbul baik dari segi ekonomi, kesehatan, pendidikan maupun sosial. Sehingga solusi yang kalau bisa disebut “emergency” dari masalah tersebut adalah pengendalian jumlah penduduk dengan metode dan strategi yang tepat.
Sebelum mengurai solusi dari permasalahan di atas, marilah kita coba mengupas permasalahan dasar kependudukan khususnya di Jawa Barat, beberapa hal yang penyebabnya adalah :
Pertama tingkat pemahaman tentang masalah kependudukan yang minim, ini berkaitan dengan tingkat pendidikan. Sehingga wawasan dan pemahaman mengenai penduduk atau keluarga berkualitas masih belum merata, artinya hanya sedikit orang yang mengerti dan memahaminya. Tingkat pendidikan seseorang berbanding lurus dengan tingkat pemahamannya, mind set banyak anak banyak rejeki masih banyak dijumpai terutama di daerah pedesaan, dan rata-rata ini terjadi pada keluarga dengan tahapan keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I, hal ini juga tidak terlepas dan berkaitan dengan faktor budaya maupun adat istiadat suatu daerah.
Kedua adalah belum terintegrasinya program-program pemerintah tentang pengendalian kependudukan, apalagi dengan diberlakukannya otonomi daerah, belum semua Kepala Daerah ataupun SKPD di tiap Kabupaten atau Kota di Jawa Barat yang benar benar serius dalam dan konsen dalam bidang kependudukan, padahal kalau kita menarik benang merah berbagai permasalahan tiap daerah seperti masalah ekonomi, kesehatan, pendidikan maupun sosial adalah disebabkan tidak terkendalinya jumlah penduduk, kualitas yang masih rendah serta persebaran yang tidak merata. Memang, sepertinya masalah kependudukan ini cukup sederhana saja, dan tidak memerlukan penanganan dan perhatian yang serius. Arah kebijakan yang terlihat sekarang adalah sepertinya hanya kebijakan “instan” tanpa menyentuh akar permasalahan dan berorientasi jangka panjang. Seperti program BLT, BOS maupun Jamkesmas misalnya, mau sampai kapan program-program seperti itu diberlakukan? Mengapa tidak lebih memprioritaskan pada program yang menjadi penyebab masalahnya? Tentunya dengan adanya ledakan penduduk dengan jumlah yang tidak terkendali menyebabkan semua ini, beban ketergantungan menjadi lebih tinggi, artinya pemerintah tiap tahun harus menambah anggaran untuk mengejar angka populasi penduduk yang jumlahnya berkali lipat dibandingkan dengan anggaran yang tersedia. Sedangkan sumber daya alam semakin menipis, persaingan menarik investor semakin kompetitif. Belum lagi permasalahan lingkungan hidup yang diakibatkan ledakan penduduk tersebut, lahan pertanian menjadi perumahan, hutan hutan menjadi gundul dan penggunaan sumber daya alam yang tidak terkendali.
Semua permasalahan tersebut akan bisa diatasi dengan program-program yang fokus pada ancaman ledakan penduduk. Berpijak pada UU No 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menuliskan bahwa dalam mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang dan keluarga berkualitas, dilakukan upaya pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian, pengarahan mobilitas penduduk, pengembangan kualitas penduduk pada seluruh dimensinya, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, penyiapan dan pengaturan perkawinan serta kehamilan, sehingga penduduk menjadi sumber daya manusia yang tangguh bagi pembangunan dan ketahanan nasional, serta mampu bersaing dengan bangsa lain, dan dapat menikmati hasil pembangunan secaraq adil dan merata.
Secara teknis operasional pengaplikasian undang undang tersebut khususnya di Jawa Barat adalah adanya keseriusan dan koordinasi yang baik, serta evaluasi periodik terhadap program Keluarga Berencana, dalam era otonomi seperti sekarang ini pemerintah Kabupaten ataupun Kota memegang peranan yang sentral dan penting, tapi tentunya masih dalam pengawasan dan pengendalian dari tingkat provinsi. Proporsional anggaran, kualitas tenaga lapangan dan metode ataupun strategi harus benar-benar diperhatikan. Dengan adanya program GUMELAR yang pada awal tahun ini dicanangkan menjadi awal untuk menggairahkan dan memantapkan kembali program Keluarga Berencana. Dukungan dari Kepala Daerah sampai tingkat RT akan mampu memaksimalkan program-program Keluarga Berencana sampai tingkat bawah, yang tentunya Badan KB yang menjadi leading sector bidang ini harus menjadi penggeraknya. Harmonisasi antara pemerintah daerah dengan PLKB, PKB, TPD didukung oleh IMP maupun toko informal di setiap daerahnya masing masing suatu power yang luar biasa untuk menjalankan program yang tentunya berefek positive pada pengendalian jumlah penduduk untuk mencegah ancaman ledakan penduduk dengan segala dampaknya terhadap kemakmuran sosial di provinsi Jawa Barat. Apabila tingkat pemahaman penduduk terhadap program Keluarga Berencana telah mantap, dengan dukungan semua pihak dan kerja keras petugas di lapangan, sepertinya peningkatan peradaban manusia di Jawa Barat akan mudah tercapai, begitu juga visi Jawa Barat yaitu “Tercapainya Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri, Dinamis Sejahtera” akan segera terwujud.