Home / Artikel / Anak Sekarang Lahir di Zaman Digital dan Kekerasan

Anak Sekarang Lahir di Zaman Digital dan Kekerasan

Seorang anak menonton televisi. (TELEGRAPH.CO.UK)

Seorang anak menonton televisi. (TELEGRAPH.CO.UK)

Tak bisa dipungkiri anak zaman sekarang lahir pada zaman digital. Begitu nongol ke dunia, klik, menjadi status di mana- mana. Meski pada dasarnya sekarang hampir semua dan apapun menjadi bahan up date status, karena para orang tua sekarang pun sama-sama anteng dan autisnya.

Ketika anak tumbuh, orang tua mana yang tidak sayang pada anaknya ketika merengek minta dibelikan games. Tentu dikabulkan. Sayangnya, orang tua hanya bisa membelikan tanpa/jarang menemani anak bermain games. Padahal zaman kecanggihan elektronik sekarang dan sudah menjadi komoditas industri, orang bisa saja memasukan permainan yang berbau porno atau cabul. Jika kita mau teliti  memang ada permainan yang ending-nya pemenang diberi reward seorang perempuan, yang artinya boleh “dipermainkan/diperlakukan” sesuka hati oleh si pemenang tersebut. Apa tahap akhir ini anak boleh menonton walau belum memahaminya?

Jangan salahkan anak jika selalu membangkang karena anak-anak kita lahir dan dibesarkan dalam lingkungan yang serba keras. Ketika telat bangun tidur, ibu ngomel, susah mandi dan sarapan pun ngomel. Mau ke sekolah di jalan mendengar omelan sopir, tukang ojek dan pengantar lainnya. Kesiangan gurunya pun ngomel bahkan bisa menghukumnya. Setelah main diomeli ibunya karena baju kotor, harus ngerjain PR, ikut les ini-itu, tidur siang, dan lain-lain.

Menjelang sore atau malam tiba, saat nonton TV yang ditontonya pun tidak memberikan gambaran yang sepantasnya diterima anak. Semuanya menyuguhkan peran orang dewasa yang suka teriak-teriak, banyak melawan/mendebat orang tua dan marah- marah sudah menjadi santapan di setiap sinetron. Kita tahu, BO artinya Bimbingan Orang Tua, tetapi apakah kita ada waktu menemaninya  dan mau menjelaskan tontonan tersebut pada anak? Dimana perbuatan baik dan buruk itu tidak sama serta ada konsekuensi dan risiko yang harus diterima?

Dari pada menemani anak nonton TV mendingan berselancar ke samudera maya, haha-hihi dengan orang yang jauh dan menjauhkan orang yang dekat (tak peduli dengan anak atau kerabat yang ada di sekeliling kita). Mau tidur pun kadang ibu sempat ngomel-ngomel dulu. Jadi, dalam kesehariannya anak penuh dengan tekanan dan tak jarang anak digadang-gadangkan kepada ibu-ibu yang lainnya, mengatakan, anak saya bandel, nakal, gak mau nurut, malas belajar, dan lain-lain, seolah menjadi kebanggaan atau mencari ibu-ibu yang serupa, suka ngerumpi dari anak, suami, mertua, ipar, dan segala isi rumah sampai isi kulkas,  juga kerabat dan tetangganya.

Di luar pun banyak yang tidak tahu pergaulan anaknya dengan atau seperti apa. Seringkali kita pun kena tipu oleh anak yang bermuka manis di hadapan kita/keuarga, namun di luar bisa saja seberingas dan sekejam binatang yang tak punya hati atau perasaan. Tahu-tahu bermasalah dengan hukum.

Mata dan telinga anak dari bangun tidur sampai tidur lagi terus dijejali dengan kekerasan setiap harinya, dari brojol sampai ia dewasa. Apa ini harapan bangsa kita yang memang juga sedang sakit para petingginya? Mau dibawa ke mana negeri ini wahai rumput yang bergoyang?? (EMI SUHAEMI/HARIAN KABAR PRIANGAN/IPKB SUMEDANG)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top