Home / Featured / Hasto Wardoyo Kini Doktor Pendidikan Vokasi

Hasto Wardoyo Kini Doktor Pendidikan Vokasi

Terima Gelar Doktor Kehormatan dari UNY

Rektor UNY Sutrisna Wibawa menyerahkan ijazah kepada Hasto Wardoyo dalam prosesi penganugerahan gelar doktor kehormatan bidang teknologi dan pemberdayaan masyarakat vokasional di Auditorium UNY, 1 Agustus 2020. (HUMAS BKKBN FOR MEDIA)

JAKARTA | WARTA KENCANA

Kiprah Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasioal (BKKBN) Hasto Wardoyo selama memimpin Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), mendapat apresiasi tinggi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Konsep pemberdayaan masyarakat yang dikembangkan Bupati Hasto dianggap membumikan pendidikan vokasi secara utuh di tengah masyarakat. Hasto pun didapuk menerima gelar doktor kehormatan (honoris causa) bidang teknologi dan pemberdayaan masyarakat vokasional.

Penganugerahan berlangsung dalam protokol ketat pencegahan corona virus 2019 (Covid-19) di Auditorium UNY, Yogyakarta, pada 1 Agustus 2020. Prosesi penganugerahan dipimpin Rektor UNY Sutrisna Wibawa. Perlu dicatat, gelar doktor kehormatan tersebut berkaitan dengan prestasi Hasto saat menjabat sebagai Bupati Kulon Progo yang diembannya hampir dua masa jabatan, 2012-2019.

Dalam pidato ilmiahnya yang bertajuk “Peran Pendidikan Vokasional untuk Mewujudkan Kemandirian di Bidang Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Kulon Progo”, Hasto menyampaikan bagaimana menyinergikan bidang akademik vokasional dan pemberdayaan masyarakat. Hasto menjelaskan, pendidikan vokasi menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana.

Pengertian ini mengandung makna bahwa pendidikan vokasi dilaksanakan secara formal dalam sistem persekolahan pada jenjang pendidikan tinggi. Dalam konteks ini, pendidikan tinggi vokasi dilaksanakan oleh perguruan tinggi dalam bentuk program Diploma I sampai IV. Pengertian di atas memberikan makna bahwa tujuan didirikannya pendidikan vokasi adalah untuk memenuhi kebutuhan industri terhadap pekerja yang siap pakai.

“Perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik untuk kesejahteraan rakyat juga harus dengan paradigma baru. Tidak cukup dengan inovasi pelayanan yang sekadar menjadi bagian dari normal sains. Lebih dari itu, harus dengan perubahan paradigma yang revolusioner, mengubah mindset, mengubah tatanan atau regulasi,” ungkap Hasto.

Hasto memunculkan semangat membangun daerah dan kemandirian ekonomi untuk kesejahteraan rakyat melalui kebijakan-kebijakan pemerintah Kabupaten. Penghayatan terhadap masalah kemiskinan sangat memacu munculnya ide, gagasan, inovasi yang disertai dengan perubahan paradigma.

“Perubahan cara berpikir ini harus dilakukan karena menjadi bagian penting perubahan revolusioner. Dari sini, maka dilahirkan gerakan ‘Bela dan Beli Kulon Progo’ dengan dua makna, yaitu gerakan ideologis untuk membela bangsa sendiri dengan membela produknya dan membeli produk sendiri yang secara ekonomi rakyat akan membangun sistem kendali dan meningkatkan peredaran uang di lokal. Gerakan ini menjadi bagian dari perubahan paradigma dan cara berpikir yang akan merubah pola pikir, pola sikap, pola kerja bagi birokrasi, perangkat desa dan masyarakat. Hidup lebih produktif, sederhana dan saling kerjasama dalam bidang usaha, serta memacu tumbuhnya jiwa kewirausahaan di tengah keluarga dan masyarakat,” papar Hasto.

Lebih jauh dia menjelaskan, sejumlah langkah telah dijalankan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat Kulon Progo. Di antaranya mewajibkan PNS membeli beras dari petani Kulon Progo sebanyak 10 kilogram per bulan. Selain itu, melakukan diversifikasi PDAM Kulon Progo dengan membuat air minum dalam kemasan “Air-Ku”. Ide ini lahir setelah hasto melihat hampir semua kebutuhan masyarakat dalam setiap acara tidak merebus air sendiri, melainkan membeli air minum dalam kemasan.

Tak kalah menarik adalah batik “Geblek Renteng” yang sukses membangkitkan industri batik Kulon Progo. Pasarnya sudah jelas, siswa sekolah yang berjumlah sekitar 82.000 orang, 6.000 PNS, guru swasta dan perangkat desa berjumlah 5.800 orang. Mereka secara rutin mengenakan seragam batik dua kali seminggu.

Di sisi lain keterampilan membatik dianggap penting dan bisa menjadi harapan untuk kesejahteraan keluarga. Alhasil secara spontan tumbuh sekolah (SMK) dengan jurusan batik, tanpa harus diinisiasi oleh pemerintah. Keterampilan membatik juga secara inklusif masuk di sekolah, hal ini terbukti dengan adanya sekolah pendidikan luar biasa (SLB) yang membuat produk batik unggulan hasil karya para siswa.

“Pembangunan berkelanjutan harus dengan investasi besar dalam sumber daya manusia. Pendidikan vokasi akan mempersiapkan sumber daya manusia yang terampil, kompeten, berkarakter, dan mumpuni. Inilah urgensi pendidikan vokasi demi kemandirian Kulon Progo,” tegas Hasto.

Menurutnya, sistem pendidikan vokasi dibutuhkan sebagai jawaban pendidikan umum yang belum sepenuhnya efektif mengembangkan keterampilan secara tepat sesuai dengan tuntutan dunia kerja atau pasar. Pendidikan vokasi terus dikembangkan dalam berbagai pola integrasi dan kolaborasi dengan pihak industri dan pemerintah.

Kedua promotor, Prof. Dr. Mohammad Bruri Triyono, M.Pd. dan Prof. Dr. Marsigit, M.A., menganggap posisi Dokter Hasto manakala menjabat sebagai Bupati Kulon Progo selama dua periode (2011-2019) sedemikian strategis. “Promovendus menggerakan masyarakat dan meningkatkan taraf hidup masyarakat sebagai dorongan ideologis. Terutama dalam bidang vokasional serta kemampuan kreativitas dan inovasinya,” jelasnya.

Gagasan Hasto ini sangat cemerlang, menguatkan ekonomi rakyat. Masyarakat diberdayakan supaya tak bergantung semata pada permainan ekonomi makro. Dengan memfokuskan hal mikro, memulai dari industri rumahan, maka Kulon Progo diharapkan mencapai kesejahteraan lahir dan batin. Tak mengherankan bila visi besarnya ini bisa dirangkum tiga kata kunci: start small, act now, and think big. Tak tanggung-tanggung, Hasto mencanangkan swasembada kebutuhan beras guna terpenuhinya kebutuhan sehari-hari masyarakat.

Tomira (Toko Milik Rakyat) sebagai ikon warung kerakyatan di Kulon Progo difungsikan sebagai salah satu pintu masuk transformasi ekonomi mikro dan pendidikan vokasi. Terobosan cerdas Hasto ini merupakan realisasi ekonomi Pancasila yang mengedepankan kedaulatan ekonomi di tangan rakyat dan basis pendidikan vokasi di Kulon Progo. Pertimbangan demikianlah yang menarik atensi UNY untuk memberikan apresiasi akademik lewat doktor (HC) kepada salah satu putra terbaik Kulon Progo itu.

“Dan, jika dilacak dari rekam jejak Promovendus di dalam menggeluti dunia pemberdayaan masyarakat vokasional selama ini, nampak bahwa perspektif keberpihakan pada ekonomi pancasila, menghadirkan pendidikan dalam peran sosialnya untuk pemberdayaan masyarakat, membangun dan memajukan bangsa,” ungkap Bruri dan Marsigit.

Rektor UNY Sutrisna Wibawa berharap bahwa pengakuan akademik ini menjadi amanah bagi Kepala BKKBN untuk terus berdedikasi dan berkomitmen dalam pengembangan masyarakat vokasional berbasis teknologi unggul. Ilmu vokasi juga dapat berkembang lebih luas, melibatkan multi disiplin dan komponen pemerintahan, serta terus berkembang dan relevan untuk pembangunan masyarakat.

 “Praksis penerapan teknologi dan ilmu pengetahuan untuk pembangunan, layaknya sudah dilakukan Hasto Wardoyo, harus terus dikuatkan, ditularkan, dan senantiasa dikembangkan sehingga bermanfaat untuk pemberdayaan masyarakat. Pak Hasto adalah satu tokoh langka yang selama kepemimpinannya selalu menggunakan data dan teknologi sebagai acuan pengambilan kebijakan,” ujar Sutrisna.(NJP)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top