Home / Berita Daerah / Nurhayati: ASI Penting untuk Cegah Risiko Stunting

Nurhayati: ASI Penting untuk Cegah Risiko Stunting

Anggota Komisi IX DPR RI Nurhayati Effendi (berdiri) saat menyosialisasikan pentingnya pencegahan stunting berlanjut di salah satu rumah makan di Kota Tasikmalaya, Kamis 30 Juni 2022. (TONI JAYALAKSANA/IPKB KOTA TASIKMALAYA)

TASIKMALAYA | WARTAKENCANA.COM

Roadshow anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Nurhayati Effendi untuk menyosialisasikan pentingnya pencegahan stunting berlanjut di salah satu rumah makan di Kota Tasikmalaya. Bersama Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Eni Gustina dan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kota Tasikmalaya Nunung Kartini, Nurhayati mengajak warga untuk lebih memperhatikan asupan gizi guna mencegah stunting.  

Nurhayati  menjelaskan, stunting pada dasarnya diakibatkan kekurangan gizi dalam jangka waktu lama. Karena itu, penting adanya upaya pencegahan melalui asupan nutrisi bagi ibu hamil. Bagi bayi yang sudah terlebih dahulu lahir, asupan nutrisi penting untuk memproduksi air susu ibu (ASI).

“Kalau asupan gizi atau nutrisi ibu baik, maka kualitas ASI yang dihasilkan juga akan baik. Biasanya risiko stunting pada anak akan bisa diatasi dengan pemberian ASI berkualitas tadi. Maka intenvensi langsung sangat penting,” kata Nurhayati di hadapan ratusan warga Kelurahan Sukahurip, Kecamatan Tamansari, Kota Tasikmalaya, pada Kamis 30 Juni 2022.

Menurutnya, 40 persen bayi di perdesaan tercatat stunting. Kasus itu seharusnya tidak ada muncul di perkotaan karena makanan bergizi cukup mudah didapat. Fasilitas kesehatan juga terbilang lengkap. Masyarakat bisa memanfaatkan layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk mengakses layanan kesehatan.

“Salah satu penyebab stunting adalah faktor ekonomi. Untuk memudahkan memeriksa kesehatan harus jadi peserta BPJS Kesehatan. Bilamana ada keluarga tidak mampu, bisa jadi pemegang  Kartu Indonesia Sehat (KIS)” katanya

“Tidak kalah pentingnya, ibu hamil harus selalu happy untuk menghindari bayi lahir stunting. Kebahagiaan juga penting dalam membangun iklim pola asuh anak,” tambah Nurhayati.

Selain itu, stunting juga dipengaruhi faktor lingkungan sehat. Setiap rumah idealnya memiliki jamban sehat yang dilengkapi dengan septic tank. Dia menyarankan agar setiap rumah memiliki jendela yang cukup, sehingga sinar matahari bisa masuk rumah.

“Sinar matahari mengandung unsur B3 bisa meningkatkan ketahanan tubuh. Adanya jendala dapat menghindari infeksi pernapasan,” kata Nurhayati.

Deputi Bidang KBKR BKKBN Eni Gustina menguraikan, terdapat tiga penyebab terjadinya stunting. Pertama, asupan makanan yang tidak cukup. Kedua, pengaruh lingkungan yang tidak sehat. Ketiga, anaknya sering sakit. Tiga hal itu saling berkaitan. Akibat tidak makan misalnya, akhirnya sering sakit dan kurus. Dengan kurus itu kemudian sakitnya bertambah parah.

“Asupan makanan tidak cukup belum tentu karena miskin. Banyak juga anak dari keluarga mampu, asupan makanannya tidak cukup. Ini terjadi karena kurangnya perhatian orang tua terhadap pentingnya memenuhi kecukupan gizi,” katanya.

“Yang dikhawatirkan stunting bisa mengganggu kecerdasan anak. Susah untuk mencari pekerjaan. Padahal, hari ini Indonesia memerlukan generasi yang cerdas,” tambah Eni.

Ia menuturkan, BKKBN mempunyai tugas menjaga petumbuhan penduduk seimbang. Artinya, pertambahan penduduk harus diikuti dengan peningkatan kualitas penduduk itu sendiri. Sejalan dengan itu, pihaknya kini mulai menyosialisasikan pencegahan stunting kepada remaja yang nota bene kelak bakal menjadi keluarga-keluarga baru.

“Sekarang kita fokus pencegahan stunting. Namanya zero new stunting, jangan ada anak lahir stunting. Untuk itu, diharapkan tidak nikah muda, tidak terjerumus free sex, dan jangan sampai terkena narkoba. Perilaku seks bebas bisa berakibat pada kehamilan tidak direncanakan. Ini berisiko stunting,” papar Eni.

Eni mengingatkan para remaja untuk menghindari nikah muda. Alasannya, panggul perempuan masih sempit yang akan berakibat pada pendarahan dan kematian bayi serta belum siap mental dan finansial. BKKBN mendorong agar pernikahan dilakukan saat berusia sekurang-kurangnya 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki.

Di tempat yang sama, Kepala DP2KBP3A Kota Tasikmalaya Nunumg Kartini mengaku sudah melaksanakan serangkaian program untuk mempercepat penurunan stunting di daerahnya. Belum lama ini pihaknya melaksanakan rapat kerja untuk program percepatan penurunan stunting. Nunung mengklaim prevalensi stunting di Kota Tasikmalaya sudah terbilang rendah, 14.8 persen. Angka ini berbeda dengan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang menunjukkan tingkat prevalensi stunting Kota Tasikmalaya berkisar pada 28.9 persen.

“Perbedaan angka versi Pemerintah Kota Tasikmalaya dengan hasil SSGI sangat mengejutkan karena cukup tinggi. Namun demikian, kami tidak khawatir karena data Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya sudah 14.8 persen, sudah sama dengan target pemerintah pada 2024 mendatang. Kami di Kota Tasikmalaya menargetkan pada 2024 mendatang sudah zero new stunting,” kata Nunung.(TONI JAYALAKSANA/IPKB KOTA TASIKMALAYA)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top