Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggunakan beragam cara dalam mengampanyekan program kependudukan dan keluarga berencana (KKB) kepada khalayak. Kali ini melalui pergelaran seni tradisional wayang, baik wayang golek maupun wayang kulit. Pergelaran wayang berlangsung di enam kota di Pulau Jawa dan Kalimantan. Di Jawa Barat, wayang golek digeber semalam suntuk di Lapangan Tegallega Kota Bandung, Sabtu (23/11) malam kemarin.
“Wayang dipilih karena seni tradisional ini paling digemari kalangan menengah ke bawah. Sementara pertunjukkan wayang sendiri relatif jarang dihelat di perkotaan. Inilah yang kemudian menjadikan alasan kami menggelar Gelar Seni Budaya Tradisional Program KKB 2013. Seni juga mengandung nilai universal, semua orang menyukainya,” terang Direktur Advokasi dan KIE BKKBN Yunus Patriawan Noya saat konferensi pers menjelang pertunjukkan wayang golek di sebuah kafe di Kota Bandung, Sabtu (23/11) siang.
“BKKBN melakukan komunikasi 360 derajat kepada masyarakat. Setiap ada kesempatan, kami berusaha mengenalkan program KKB. Salah satunya dengan pendekatan seni. Wayang dipilih karena kearifan lokal sangat penting. Kita harus memahami di setiap wilayah di Indonesia ada kearifan lokal yang bisa kita masuki,” Yunus menambahkan.
Lebih jauh Yunus menjelaskan, Jawa Barat dipilih sebagai salah satu tempat pergelaran karena daerah ini merupakan provinsi yang mendapat perhatian khusus dari BKKBN. Bersama sembilan provinsi lainnya, Jabar merupakan 10 provinsi penyangga utama program KKB di Indonesia. Sejumlah strategi khusus dilakukan daerah penyangga utama tersebut.
Melalui wayang, sambung Yunus, pihaknya menitipkan pesan kepada dalang ihwal pentingnya pengendalian penduduk dan keluarga berencana. Wayang juga diharapkan mampu mengemas pesan secara mengakar dengan masyarakat setempat. Hal ini penting karena salah satu hambatan program KKB adalah kebudayaan masyarakat. Sudah menjadi rahasia umum bila bagi sebagian kalangan memiliki anak banyak merupakan sebuah “investasi”. Wajar bila kemudian muncul idiom banyak anak banyak rejeki.
“Nilai anak bagi masyarakat kita berbeda satu sama lain. Kami ingin mengedukasi dengan cara-cara yang populer dan mengakar dengan budaya setempat. Menyikapi idiom banyak anak banyak rejeki misalnya, kami ingin mengingatkan masyarakat bahwa kalimat itu belum tuntas. Itu baru kota. Lengkapnya adanya banyak anak banyak rejeki yang harus dicari,” terang Yunus.
Tentu, edukasi program KKB tak melulu dilakukan melalui pementasan wayang. Yunus menjelaskan, pihaknya menggunakan aneka cara dan saluran untuk mengenalkan program KKB melalui seni. Saat wayang golek dipentaskan dalang Dadan Sunandar Sunarya di Bandung, pada saat yang sama tengah berlangsung penilaian lomba poster tingkat nasional di Jakarta. Ada lagi lomba stand up comedy beberapa hari kemudian.
“Seni itu universal. Secara sadar atau tidak, kita bisa larut dalam sebuah pertunjukkan seni atau irama musik. Bahkan, orang yang tidak suka dangdut pun bila mendengar irama melayu tersebut secara tidak sadar mengetuk-ngetukan kakinya ke lantai mengikuti irama musik. Intinya, semua orang suka seni,” tandas Yunus.
Khusus di Jawa Barat, sambung Yunus, perhelatan wayang juga dipadukan dengan berbagai kesenian tradisional, seperti tari jaipong kontemporer dan rampak kendang dari Lingkung Seni Mojang Priangan. Ada lagi penampilan Adeng yang merupakan replika Darso. Selain itu, pengunjung juga bisa menikmati sajian kuliner aneka jajanan khas nusantara.(NJP)