Home / Berita Daerah / Karawang Terancam “Dikuasai” Para Pendatang

Karawang Terancam “Dikuasai” Para Pendatang

Kepala Perwakilan BKKBN Jabar Sugilar (tengah) bersama Sekretaris Utama BKKBN Ambar Rahayu (kanan) dan Direktur Bina Lini Lapangan BKKBN Chammah Wahyuni (kiri). (DOK. BKKBN JABAR)

Kepala Perwakilan BKKBN Jabar Sugilar (tengah) bersama Sekretaris Utama BKKBN Ambar Rahayu (kanan) dan Direktur Bina Lini Lapangan BKKBN Chammah Wahyuni (kiri). (DOK. BKKBN JABAR)

KARAWANG – DUAANAK.COM

Pesatnya pembangunan sektor industri diyakini menjadi pemicu utama gelombang kedatangan migran di Kabupaten Karawang. Laju pertumbuhan penduduk (LPP) yang berdasarkan Sensus Penduduk (SP) 2010 lalu berkisar pada angka 1,76 persen dianggap tidak mencerminkan pertambahan penduduk sesungguhnya. Kondisi ini menjadi tantangan serius yang harus dihadapi warga Karawang.

“Tadi Ibu Wakil Bupati menyebutkan bahwa LPP Kabupaten Karawang ini mencapai 3,5 persen. Dengan asumsi bahwa angka 1,76 persen sebagaimana ditunjukkan dalam SP 2010 hanya mencatat pertumbuhan alami melalui kelahiran. Artinya, sisanya merupakan pertambahan yang dipicu akibat in-migration yang tinggi,” kata Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat Sugilar di Karawang, 7 Oktober 2014 kemarin.

Bagi Sugilar, hal ini menjadi sebuah tantangan bagi program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) di Kabupaten Karawang maupun Jawa Barat. Realitas ini, sambung Sugilar, harus menjadi perhatian pengelola program KKBPK di lini lapangan yang nota bene menjadi ujung tombak program di masyarakat. Petugas lapangan keluarga berencana (PLKB), penyuluh keluarga berencana (PKB), tenaga penggerak desa (TPD), maupun institusi masyarakat perdesaan memiliki pekerjaan besar untuk melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kepada masyarakat tentang pentingnya aspek kependudukan.

“Selain keterampilan dalam KIE, seorang PLKB/PKB/TPD harus memahami terlebih dahulu kependudukan itu sendiri. Kalau bicara penduduk, ini menyangkut kuantitas, kualitas, dan mobilitas. Kuantitas menyangkut jumlah penduduk, struktur maupun persebaranya. Minimal kita paham di wilayah tugas masing-masing, di desa masing-masing. Menyangkut kualitas penduduk, ini perlu menjadi perhatian kita semua, terutama bagi Kabupaten Karawang,” tandas Sugilar.

Kepada 600-an peserta temu lini lapangan program KKBPK se-Kabupaten Karawang Sugilar menguraikan hubungan antara aspek kualitas dan mobilitas. Dengan LPP yang tinggi, maka Karawang masa depan berada dalam “ancaman” penguasaan para pendatang. Ancaman ini harus disikapi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Tanda itu, bukan tidak mungkin warga Karawang akan tersisih dan hanya menjadi penonton di tanah kelahiran sendiri.

Petugas lini lapangan, sambung Sugilar, harus proaktif menjadi motivator keluarga. Mereka harus mendorong para orang tua menyekolahkan anak-anaknya, mengajak memeriksakan diri ke dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Dengan cara seperti itu, Sugilar berharap periode bonus demografi yang diperkirakan mencapai puncaknya pada 2030-an bisa benar-benar dinikmati warga Karawang. Bila itu tidak dilakukan, maka bukan tidak mungkin penduduk Karawang bakal kalah bersaing dengan pendatang alias para migran.

“Jika usia produktif memiliki pendidikan yang baik, punya keterampilan, punya keahlian, dan sehat maka ini akan menjadi modal. Sebagai motivator desa, ajaklah keluarga di desa untuk menyekolahkan anaknya. Periksakan anak-anak mereka ke dokter. Jangan sakit-sakitan karena nanti tidak akan siap bersaing,” ungkap Sugilar.

Dia menambahkan, “Apabila usia produktif itu tidak produktif, bonus demografi akan jadi malapetaka. Banyak masyarakat di kita yag tidak berpendidikan, pengetahuan, keterampilan akan jadi ketergantungan dari pihak lain. Inilah tugas fungsi kita, peran kita, mengajak seluruh jajaran, anak-anak untuk terus berkarya, untuk terus bersaing. Jangan sampai kita jadi penonton di negeri sendiri.”

Lebih jauh Sugilar menambahkan, saat ini Indonesia dihadapkan pada empat masalah kependudukan. Pertama, jumlah penduduk besar yang menempati urutan keempat di dunia. Kedua, LPP yang tinggi 1,49 persen secara nasional. Ketiga, kualitas yang rendah. Keempat, persebaran penduduk tidak merata yang ditandai dengan adanya konsentrasi di Pulau Jawa.

Mengacu kepada SP 2010 lalu, Pulau Jawa dihuni tidak kurang dari 57 persen penduduk Indonesia. Adapun Jawa Barat yang tahun ini diperkirakan dihuni 45 juta jiwa menjadi provinsi paling padat di tanah air. LPP Jawa Barat juga jauh di atas nasional, mencapai 1,9 persen.(NJP)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top