Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan tidak memungkiri isu-isu kependudukan kurang menarik di tingkat pengambil kebijakan. Wajar bila kemudian masalah kependudukan jarang diperbincangkan, apalagi dijadikan isu kampanye calon kepala daerah. Bahkan, isu kependudukan kalah oleh isu cabai atau daging sapi.
“Pembangunan kependudukan tampaknya kurang menarik untuk dibahas, baik di tingkat pusat maupun daerah. Perdebatan kependudukan tidak seheboh hal lain. Bahkan, kalah oleh su kenaikkan harga cabai dan kelangkaan daging sapi. Padahal, kependudukan merupakan aspek penting dalam pembangunan,” kata Heryawan saat memberikan sambutan di hadapan sekitar 500 peserta pertemuan Konsolidasi Program dan Anggaran Kependudukan dan Keluarga Berencana Tahun 2014 Pusat dan Provinsi (Koren) II di Hotel Horison beberapa waktu lalu.
Karena itu, Heryawan menyambut baik Koren II yang berlangsung di Kota Bandung pada 6-11 Oktober 2013. Dia juga mengucapkan terima kasih atas kepercayaan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menjadikan Jawa Barat sebagai tuan rumah. Dengan nada ringan, Heryawan mengimbau agar peserta bersedia menambah satu hari di luar jadwal kegiatan Koren untuk menghabiskan waktu dengan cara berwisata dan berbelanja di Kota Bandung.
Selanjutnya dia berharap agar pelaksanaan Koren II mampu menghasilkan perencanaan program kependudukan dan keluarga berencana (KKB) demi memberikan manfaat bagi masyarakat dalam rangka mewujudkan visi nasional mewujudkan penduduk tumbuh seimbang (PTS). Perencanaan, sambung Heryawan, merupakan kesadaran tertinggi manusia. Untuk itu, hendaknya Koren mampu membuat perencanaan yang realistis untuk diterjemahkan dalam bentuk pelaksanaan.
“Perencanaan ini harus mampu mengubah paradigma kependudukan di masyarakat maupun pengambil kebijakan. Harus dicari jalan agar masyarakat mudah memahami aspek kependudukan. Misalnya, bagaimana menurunkan laju pertumbuhan penduduk dari 1,8 persen menjadi 1,4 persen. Dengan demikian, diharapkan seluruh masyarakat mampu memahami dan sadar akan pentingnya kependudukan dalam pembangunan. Penduduk sebagai subjek maupun objek pembangunan harus paham bahwa pertumbuhan penduduk yang tidak seimbang akan memicu kesenjangan di masyarakat,” tandas Heryawan.
Heryawan menegaskan, jumlah penduduk yang besar tanpa diimbangi dengan kualitas malah menjadi beban pembangunan. Sebaliknya, penduduk berkualitas akan menjadi aset penting bagi pembangunan. Hanya penduduk berkualitas yang mampu mendayagunakan sumber daya alam secara optimal. Karena itu, aspek kependudukan tidak bisa dilepaskan dari pendidikan dan kesehatan. Penduduk terdidik dan sehat diyakini mampu membawa manfaat bagi masyarakat hingga pada akhirnya mampu menghadirkan kebangaan bagi keluarga, daerah, dan nasional.
Mahasiswa pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) ini pun kembali mengingatkan bahwa keluarga berencana (KB) yang merupakan terjemahan dari family planning merupakan sebuah formula perencanaan keluarga menyeluruh. KB, tegas Heryawan, lebih dari sekadar kontrasepsi. KB berbicara perencaaan keluarga mulai jumlah anak, pendidikan anak, kesehatan anak, dan aspek lainnya demi mewujudkan sebuah keluarga berkualitas.
Di sisi lain, Heryawan mengaku tidak setuju dengan kebijakan pembatasan satu anak yang dilakukan di China. Selain melanggar hak asasi manusia, pembatasan kaku satu anak akan menghilangkan sejumlah frasa dalam keluarga. Dengan satu anak, maka tidak akan dikenal istilah kakak, adik, keponakan, dan lain-lain. “Karena itu, di Indonesia dengan dua anak cukup sangat manusiawi dan relevan dengan konteks budaya Indonesia itu sendiri,”pungkas Heryawan.(JABAR.BKKBN.GO.ID)