Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengajak bintara pembina desa (Babinsa) di lingkungan Komando Daerah Militer (Kodam) III/Siliwangi terlibat penuh dalam pengendalian penduduk melalui program Keluarga Berencana (KB). Menurut Heryawan, pengendalian penduduk harus berjalan seirama dengan proses pembangunan agar hasil pembangunan bisa dinikmati bersama. Dia menambahkan, penduduk merupakan aset yang dapat memberikan sumbangan yang amat besar terhadap pembangunan.
“Syarat utama pembangunan itu ada dua, yakni dengan penduduk yang terkendali dan penduduk yang dididik agar menghasilkan penduduk yang berkualitas,” terang Heryawan dalam sambutannya pada Orientasi Program Kependudukan dan KB serta Human Trafficking bagi Danramil dan Babinsa se-Jawa Barat yang diselenggarakan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Jawa Barat kerjasama dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jabar di Gedung Sate Bandung, Jumat (18/10).
Orientasi tersebut dihadiri 160 Komandan Komando Rayon Militer (Danramil) dan 360 Babinsa. Turut hadir Panglima Kodam III/Siliwangi Mayjen TNI Dedi Kusnadi Thamim dan Ketua TP2TP2A Netty Prasetyani Heryawan, Kepala BKKBN Fasli Jalal, dan Kepala Perwakilan BKKBN Jabar Siti FAthonah.
Heryawan mengungkapkan, saat ini penduduk Jabar mencapai 44,5 juta jiwa atau 18,9 persen dari total penduduk Indonesia. Setiap tahunnya penduduk Jabar meningkat 1,66 persen atau 730 ribu jiwa setiap tahun. Jumlah tersebut, kata Heryawan, setara dengan jumlah penduduk negara Kuwait.
“Angka 18,9 persen biasanya dibulatkan menjadi 20 persen. Itu artinya seperlima penduduk Indonesia berada di Jabar. Bila kualitas penduduk Indonesia tinggi, sama saja Jabar memberikan seperlima sumbangan pembangunan bagi negara,” tutur Heryawan. Menurut Heryawan, Jabar telah berhasil menekan pengendalian penduduk. “Sebelumnya laju pertambahan penduduk di Jabar mencapai lebh dari 2 persen, sekarang telah menurun,” ujarnya.
Selain itu, Heryawan mengajak babinsa untuk berperan aktif dalam memerangi perdagangan manusia atau human trafficking. “Jabar paling banyak korban trafficking, tapi sekarang trennya sudah mulai menurun,” ujarnya. Menurut Heryawan, operasi perdagangan manusia di usia produktif merupakan salah satu persoalan yang berkaitan langsung masa depan bangsa. “Kebanyakan korbannya adalah kaum perempuan, sebagai ujung tombak pembinaan tunas generasi penerus bangsa,” terang Heryawan.
Bagi Heryawan, Babinsa adalah penjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Karena kependudukan dan human traffickhing salah satu persoalan bangsa, Babinsa tentu akan berperan aktif,” ujar Heryawan. Ia menambahkan, bahwa politik TNI adalah politik negara yang tidak berpihak pada satu kekuatan politik atau kelompok tertentu.(RDN)