Home / Berita Utama / Si Cepot Jadi Jurkam Vasektomi

Si Cepot Jadi Jurkam Vasektomi

Membangun dari Pinggiran (4)

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dan Bupati Majalengka Karna Sobahi berdialog dengan si Cepot saat berlangsungnya KIE program KKBPK berbasis seni budaya tradisional dalam rangkaian pelayanan KB perbatasan.

Pelayanan terpadu program KKBPK di perbatasan Jabar-Jateng tak melulu mengedepankan pendekatan formal dan seremonial. Untuk menyasar kalangan perdesaan di Kabupaten Majalengka, BKKBN turut menghadirkan wayang golek. Si Cepot pun menjadi juru kampanye vasektomi.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo baru saja menyampaikan kata penutup saat namanya tiba-tiba dipanggil seseorang. Eh, bukan seseorang. Dia dipanggil sesewayang, hehehe… Ternyata panggilan datang dari si Cepot, tokoh sentral wayang golek yang populer di Tatar Pasundan.

Sore itu, akhir Oktober 2019, si Cepot hadir menjadi bagian dari pelayanan terpadu program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) di Desa Malausma, Kecamatan Malausma, Kabupaten Majalengka. Meski tidak berbatasan langsung dengan Jawa Tengah, daerah ini dianggap memiliki karakteristik yang sama dengan daerah perbatasan Jabar-Jateng yang menjadi lokus pelayanan intensif program KKBPK menjelang akhir tahun 2019.

“Pak Dokter Hasto di sini dulu,” ujar si Cepot. “Katanya kalau sudah vasektomi itu hubungan suami-istri rasanya jadi beda. Tidak enak lagi,” si Cepot menambahkan.

Hasto yang memang seorang dokter kandungan pun tangkas menjawab. “Tidak benar itu. Rasanya sama saja. Kalau tidak percaya, silakan tanya sama Bapak-bapak yang sudah di-MOP atau vasektomi,” jawab Hasto.

Si Cepot yang dimainkan dalang Opick Sunandar Sunarya pun mangut-mangut. Meski begitu, si Cepot tak langsung mempersilakan Dokter Hasto kembali ke tempat duduknya. Rupanya si Cepot masih punya pertanyaan tambahan. “Apakah vasektomi itu ada bahaya? Apakah sakit” tanya si Cepot polos.

“Vasektomi atau metode operasi pria (MOP) itu dilakukan dengan standar kedokteran yang tinggi. Sangat aman bagi pria. Juga tidak sakit karena hanya dilakukan melalui operasi kecil dan pelaksanaannya sangat singkat. Terlebih sekarang sudah dilakukan operasi tanpa pisau. Proses operasi menggunakan laser,” Hasto menimpali.

Karena itu, Hasto memin para suami untuk tidak perlu takut untuk melakukan MOP. Sebagai salah satu metode kontrasepsi, Hasto mengingatkan bahwa keluarga merupakan tanggung jawab semua anggota keluarga. Ketika sang istri tidak bisa menjadi peserta KB, maka para suami memiliki kewajiban yang sama untuk menggunakan kontrasepsi. Salah satunya vasektomi atau MOP.

Secara keseluruhan, jelas Hasto, peserta KB Pria masih sangat sedikit. Lebih dari 98 persen peserta KB adalah kaum Ibu. Artinya, peserta KB pria tak lebih dari 2 persen. Dengan demikian, dari 100 orang peserta KB, laki-laki hanya dua orang. Selebihnya adalah perempuan.

“Hari ini di Majalengka berhasil melayani 20 orang untuk menjalani vasektomi. Saya beri apresiasi tinggi pada tim dokter, penyuluh, dan kader. Saya sampaikan bahwa vasektomi tidak mengerikan dan membahayakan. Hanya saluran yang menghasilkan benih saja yang diikat, vasektomi dilakukan tanpa pisau dan juga bisa dilakukan rekanalisasi,” jelas Hasto.

Lebih jauh Hasto mengingatkan warga yang sore itu memenuhi halaman Kantor Kecamatan Malausma untuk senantiasa memperhatikan jarak kehamilan. Pengaturan jarak berkaitan dengan pemenuhan hak-hak anak itu sendiri. Sebut saya misalnya terjaminnya asupan gizi seimbang, kesempatan menikmati pendidikan optimal, dan lain-lain.

“Saya ingatkan pentingnya mengatur jarak kelahiran. Jarak yang tidak terlalu dekat memungkinkan anak mendapat cukup asupan gizi dan kasih sayang, sehingga tidak terjadi gagal tumbuh. Jarak kelahiran antaranak paling tidak tiga tahun. Selain mencegah stunting, pengaturan jarak juga dapat mencegah risiko kematian ibu dan bayi,” tegas Hasto.

Mantan Bupati Kulonprogo ini juga memberikan pengertian pada warga setempat bahwa pendewasaan keluarga erat kaitannya dengan kesehatan reproduksi. Pada remaja putri yang belum menginjak usia 20 tahun lebar tulang panggul belum mencapai 10 cm sehingga kepala bayi dapat melaluinya dengan mudah tatkala persalinan. Organ reproduksi wanita baru siap untuk mengandung dan melahirkan di atas usia 20 tahun. Lebih dari pada itu, organ reproduksi wanita di bawah 20 tahun apabila terpapar hubungan seksual berisiko terkena kanker serviks di kemudian hari.

Menyimak uraian panjang Dokter Hasto, si Cepot pun mengaku puas. Bahkan, Ki Dalang Opick berjanji untuk aktif mengampanyekan MOP dan mengingatkan pentingnya pendewasaan usia perkawinan maupun program KKBPK secara keseluruhan dalam setiap pementasan wayang golek. Si Cepot bakal didapuk jadi juru kampanye (Jurkam) vasektomi. Juga, program KKBPK dalam makna luas.

Setelah tak ada lagi pertanyaan dari si Cepot, Hasto menyampaikan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada Bupati Majalengka Karna Sobahi. Hasto yang baru dilantik mejadi Kepala BKKBN empat bulan sebelumnya mengaku bahwa kunjungannya ke Malausma menjadi kegiatan blusukan pertamanya. Mantan dokter umum di pedalaman Kalimantan ini tidak menyangka Malausma berada di pelosok dan jauh dari pusat ibu kota kabupaten.

“Saya penasaran kok tidak sampai-sampai. Sudah 1,5 jam dari kantor Pak Bupati belum sampai juga. Padahal sudah menggunakan patwal,” ujar Hasto terkekeh.

“Secara khusus kami BKKBN mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada Pak Bupati. Saya memberikan apresiasi pada Bapak Bupati Majalengka yang memiliki komitmen tinggi pada program Kependudukan dan KB, salah satunya melalui pemberian gaji pada sekitar 2000 kader KB di majalengka semoga hal ini menjadi contoh bagi daerah lain,” ungkap Hasto.

Mengakhiri sambutannya,  Hasto menitipkan program pendewasaan usia perkawinan, program kebijakan kependudukan melalui penetapan Grand Desain Pembangunan Kependudukan (GDPK) dapat menjadi pijakan bagi pemerintah daerah dalam penyusunan dan penetapan kebijakan di daerah.

Mendapat pujian dari bekas koleganya sesama bupati, Karna mengaku sudah menjadi kebijakannya untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan masyarakat di daerahnya. Kebijakan ini ditopang dengan pengembangan infrastruktur yang diharapkan mampu menjadi daya ungkit perekonomian warga.

“Komitmen Kabupaten Majalengka tidak hanya membangun infrastruktur seperti jalan di Majalengka yang sudah bagus, tapi juga kesejahteraan masyarakat melalui program KB dan kependudukan. Kami juga telah memberikan insentif bagi Kader-kader KB di Majalengka,” jelas Karna.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dan Deputi Kepala BKKBN Bidang KBKR Dwi Listyawadani menaiki Mupen KB melintasi perbatasan Jawa Barat-Jawa Tengah.

Naik Mupen Melintas Jabar-Jateng

Menutup rangkaian sosialisasi melalui seni tradisional wayang golek, Hasto langsung melepas rombongan Mupen Racing 2.0 dari titik pemberhentian Majalengka di halaman kantor Kecamatan Malausma. Pengibaran bendera START ini menandai masuknya etape kedua dari rangkaian roadshow tujuh kabupaten dan kota yang secara langsung maupun tidak langsung beririsan dengan Provinsi Jawa Tengah sepanjang lebih kurang 250 kilometer.

Selanjutnya, Hasto bersama rombongan melakukan konvoi  menuju Kota Cirebon. Tiba di Kota Udang, rombongan langsung beristirahat setelah sebelumnya melakukukan perjalanan panjang dari Kota Banjar menuju Cirebon melalui Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Majalengka. Adapun Kepala BKKBN melanjutkan perjalanan menuju Kabupaten Brebes di Jawa Tengah, tempat berlangsungnya pelayanan terpadu KKBPK wilayah perbatasan keesokan harinya.

Kebersamaan Hasto dan kru Mupen tak lantas berakhir. Keesokan harinya, tim Mupen Jawa Barat secara khusus menjemput Kepala BKKBN di perbatasan Jawa Barat-Jawa Tengah. Bahkan, Hasto turut merasakan sensasi naik Mupen KB dari titik penjemputan di Kabupaten Brebes hingga Pondok Pesantren An-Nasuha di Desa Kalimukti, Kecamatan Pabedilan, Kabupaten Cirebon.

Turut mendampingi Hasto di atas Mupen milik Kabupaten Sumedang adalah Deputi BKKBN Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Dwi Listyawardani dan Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sukaryo Teguh Santoso. Walhasil, Hasto benar-benar merasakan sensasi berkendara menggunakan kendaraan operasional dengan transmisi 4×4 tersebut mulai jalan raya hingga jalan desa yang hanya cukup dilalui satu kendaraan.

“Ini pengalaman pertama saya naik Mupen. Seru juga. Kebetulan selama kegiatan ini saya banyak merasakan hal pertama sebagai Kepala BKKBN. Mulai berkunjung ke pondok pesantren, mendatangi daerah pelosok di Majalengka, hingga sensasi menaikki kendaraan operasional penerangan atau Mupen,” tandas Hasto sumringah. NJP

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top