BANDUNG | DUAANAK.COM
Memasuki periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bakal lebih fokus pada peningkatan akses dan kualitas pelayanan keluarga berencana (KB) dan kesehatan reproduksi di wilayah dan sasaran khusus. Wilayah khusus tersebut meliputi daerah dengan kesertaan KB rendah, tertinggal, terpencil, perbatasan, kepulauan, miskin perkotaan, dan wilayah bencana. Adapun sasaran khusus meliputi para suami, pasangan usia subur (PUS) unmet need, miskin, dan memiliki risiko tinggi untuk hamil dan melahirkan anak stunting.
Deputi Kepala BKKBN Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) Dwi Listyawardani menegaskan hal tersebut saat memberikan arahan pada kegiatan Konsolidasi Program KBKR di Jawa Barat di Novotel Hotel, Jalan Cihampelas, Kota Bandung, Kamis 12 Maret 2020. Pelayanan komprehensif berbasis kewilayahan dan fokus pada segmentasi sasaran tersebut menjadi salah satu dari lima arah kebijakan BKKBN memasuki Rencana Pembangunan Jangka Menengah nasional (RPJMN) 2020-2024.
Listyawardani menjelaskan, arah kebijakan tersebut diwujudkan melalui enam strategi. Pertama, penguatan kapasitas fasilitas kesehatan dan jejaring yang melayani KBKR, terutama metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) dan KB Pascapersalinan (KBPP). Kedua, peningkatan kualitas pelayanan KBKR melalui penguatan kemitraan.
Ketiga, peningkatan jangkauan pelayanan KBKR di wilayah khusus dan sasaran khusus. Keempat, peningkatan kesertaan KB Pria melalui penguatan peran motivator KB Pria dan pemenuhan tenaga kesehatan metode operasi pria (MOP) atau vasektomi yang kompeten di setiap kabupaten dan kota. Kelima, penguatan promosi dan konseling kesehatan reproduksi berdasarkan siklus hidup, termasuk pencegahan empat terlalu kepada keluarga, PUS, dan remaja. Kelima, peningkatan kemandirian PUS dalam ber-KB.
Pejamanan tersebut, sambung Listyawardani, tidak lepas dari capaian kinerja BKKBN sebagaimana tecermin dalam hasil Survei Kinerja dan Akuntabilitas Pemerintah (SKAP) untuk program KKBPK 2019 yang boleh dibilang memprihatinkan. Dari lima sasaran strategis 2019, hanya satu yang memenuhi atau melampaui target.
“Penggunaan MKJP dapat mencapai 24,6 persen dari target 23,5 persen. Angka kelahiran total yang diharapkan turun menjadi 2,28 per WUS usia 15-19 tahun, justru menunjukkan peningkatan menjadi 2,45. Begitu pula dengan penggunaan kontrasepsi modern yang anjlok menjadi 54,97 persen dari tahun sebelumnya 57 persen. Tingkat putus pakai menunjukkan angka yang sama dengan capaian SDKI 2017 sebesar 29 persen, meningkat 4 persen dari tahun 2018. Capaian unmet need tidak bergerak di angka 12,1 persen,” ungkap Dani, sapaan Dwi Listyawardani.
Dani merinci ada setidaknya delapan faktar yang menjadikan capaian BKKBN pada 2019 jeblok. Yakni, belum optimalnya pelayanan KB pascapersalinan. Hal ini dikarenakan mekanisme pembiayaan jaminan kesehatan, pelayanan KB menjadi satu paket dengan biaya persalinan. Berikutnya adalah masih kurangnya strategi KIE program KBKR yang menyasar pada kelompok masyarakat tertentu dengan pendekatan sosiokultural.
Pemicu lainnya adalah minimnya dukungan anggaran terhadap penggerakan pelayanan KB MKJP yang disertai masih belum optimalnya promosi dan KIE informasi alokon kepada masyarakat. Juga belum optimalnya tenaga kesehatan dalam memberikan KIE KB dan sosialisasi tentang delapan fungsi keluarga secara utuh kepada PUS.
Kondisi ini diperburuk dengan kurang optimalnya sinergitas program pembangunan keluarga antarkementerian/lembaga yang menangani pembangunan keluarga. Kebijakan pembangunan keluarga juga belum diterjemahkan secara operasional di seluruh tingkatan wilayah baik pusat, provinsi maupun kabupaten dan kota.
“Performa Jawa Barat memiliki kemiripan dengan nasional. Ketika TFR Jawa Barat naik menjadi 2,52, capaian nasional juga turut anjlok. Ini menunjukkan bahwa Jawa Barat menjadi tulang punggung program secara nasional. Terlebih dari sejumlah indikator menunjukkan angka Jawa Barat tidak lebih baik dari nasional. Selain TFR tadi, unmet need Jawa Barat juga lebih tinggi dari nasional. Saat nasional bergeming pada angka 12,1 persen, Jawa Barat merosot menjadi 13,3 persen. Dengan jumlah penduduk nyaris mencapai 50 juta, tingginya unmet need ini harus menjadi perhatian serius,” tandas Dani.
Lebih jauh Dani menjelaskan, selain penajaman sasaran berdasarkan wilayah dan segmentasi, arah kebijakan BKKBN juga meliputi empat matra lainnya. Pertama, menguatnya pemaduan dan sinkronisasi kebijakan pengendalian penduduk dalam rangka mencapai, mempertahankan, dan memanfaatkan bonus demografi. Hal ini diwujudkan melalui pengembangan grand desain pembangunan kependudukan (GDPK) untuk seluruh tingkatan wilayah di Indonesia, penguatan sinergisitas kebijakan penyelenggaraan pengendalian penduduk, peningkatan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan dan institusi pendidikan, dan peningkatan sinkronisasai dan pemanfaatan data/informasi kependudukan.
Kedua, meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga yang holistik dan integratif sesuai siklus hidup, serta menguatkan pembentukan karakter di keluarga. Ketiga, meningkatkan advokasi dan penggerakan program Banggakencana sesuai segmentasi sasaran dan karakteristik wilayah. Keempat, memperkuat sistem informasi keluarga terintegrasi yang diwujudkan melalui strategi peningkatan kualitas dan pemanfaatan data/informasi program Banggakencana berbasis teknologi informasi di seluruh tingkatan wilayah dan pengembangan smart technology untuk memperkuat pengelolaan program Banggakencana.
“Lima arah kebijakan BKKBN tersebut secara umum mengacu pada arah kebijakan dan strategi nasional yang dijabarkan dalam RPJMN 2020-2024. Terutama dalam menerjemahkan prioritas nasional melalui program prioritas dan kegiatan prioritas yang menjadi arahan Presiden RI sebagai fokus penggarapan Pembangunan Nasional Indonesia periode 2020-2024,” papar Litsyawardani.(NJP)
One comment
Pingback: Masuki RPJMN 2020-2024, BKKBN Fokus Wilayah dan Sasaran Khusus – BKKBN | Jawa Barat