Home / Berita Utama / Kepala BKKBN Tak Khawatir Nasib TPD Jabar

Kepala BKKBN Tak Khawatir Nasib TPD Jabar

TPD/K se-Jawa Barat dalam sebuah pertemuan di kampus Unpad, Bandung, beberapa waktu lalu. (DOK. DUAANAK.COM)

TPD/K se-Jawa Barat dalam sebuah pertemuan di kampus Unpad, Bandung, beberapa waktu lalu. (DOK. DUAANAK.COM)

BANDUNG – DUAANAK.COM

Rencana pengalihan status petugas lapangan keluarga berencana (PLKB) dan penyuluh keluarga berencana (PKB) dari pegawai daerah menjadi pegawai pusat menyisakan pertanyaan baru. Bagaimana nasib tenaga penggerak desa dan kelurahan (TPD/K) di Jawa Barat? Bukankah selama ini mereka menjalankan tugas dan fungsi PLB/PKB tetapi didanai melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Provinsi Jawa Barat? Lalu?

Keberadaan TPD di Jawa Barat menjadi salah satu poin yang dilaporkan Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat Sugilar kepada Kepala BKKBN Surya Chandra Surapaty saat silaturahim di kantor Perwakilan BKKBN Jawa Barat, Jalan Surapati, Bandung, Jumat pekan kemarin. Sampai 2015 ini, lapor Sugilar, Jawa Barat memiliki 2000 TPD yang tersebar di 27 kabupaten dan kota se-Jabar. Jumlah itu belum termasuk petugas serupa dengan pembiayaan mandiri dari APBD kabupaten dan kota.

“Pak Kepala, Jawa Barat ini memiliki hampir 6.000 desa, tepatnya 5.996 desa. Sementara itu, kita hanya memiliki 1.300 PLKB dan TPD. Akibatnya, Satu PLKB harus menangani 3-4 desa. Alhamdulillah, berkat bantuan Pak Gubernur, kita memiliki 2.000 TPD yang bertugas membantu tugas-tugas PLKB,” kata Sugilar.

Pembiayaan TPD tersebut, sambung Gilar, berasal dari hibah APBD Provinsi Jawa Barat yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Hibah Gedung Sate ini mulai diterima pada 2010 lalu sebesar Rp 5 miliar. Jumlahnya terus meroket menjadi Rp 9 miliar pada 2012, Rp 10 miliar pada 2013, Rp 17,5 miliar pada 2014, dan tahun ini mencapai Rp 20,2 miliar. Gilar mengaku tugasnya di lapangan terlalu berat tanpa bantuan APBD tersebut.

Karena itu, Gilar memohon Surya Chandra secara khusus menyurati Gubernur Ahmad Heryawan untuk meminta perpanjangan hibah APBD tersebut. Alasannya, hibah sebenarnya terbentur pada regulasi yang menentukan adanya batasan waktu. Dengan kata lain, hibah tidak bisa diberikan secara terus-menerus. Gilar memastikan Gubernur bersedia terus mengucurkan duit APBD untuk operasional lini lapangan selama adanya permintaan khusus dari Jakarta.

Menanggapi pernyataan tersebut, Surya Chandra yang dilantik menjadi Kepala BKKBN sebulan lalu mengaku tidak khawatir dengan masa depan TPD di Jawa Barat. Alasannya, ke depan tenaga lini lapangan program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) menjadi tanggung jawab pusat. Dengan demikian, para TPD bisa masuk dalam skema kepegawaian pusat tadi.

“Mengelola PLKB harus seperti tentara, di pusat. Jangan khawatir yang hibah berapa M itu? Rp 5 miliar sampai Rp 20 miliar itu. Jangan takut nanti itu ditanggung pusat. Kita kan negara kesatuan. Provinsi kaya memang bisa memberikan bantuan hibah-hibah itu, beda dengan yang miskin. Memang mereka yang berada provinsi kaya seperti Jawa Barat atau Kalimantan Timur bisa melakukan, yang lain belum tentu,” tandas mantan anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ini.

Bahkan, sambung dia, ada PLKB yang balik bertanya ketika ditanya kesediaannya menjadi pegawai pusat. “Berapa (BKKBN) pusat mau bayar?” kata Surya menirukan pertanyaan seorang PLKB.

Lho, kamu ini bukan untuk kepentingan diri sendiri. Kalau memang tidak mau, di BKKBN terlalu kecil, pindah ke tempat lain. Banyak yang menolak ini, bahkan di BKKBN pusat ada gerakan-gerakan seperti itu. Itu perintah Undang-undang (Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah), kok ditawar-tawar. Ada yang bilang nanti susah, APBN membengkak. Tidak! APBN kita mampu kok,” tegas anggota Majelis Kependudukan pada Koalisi Indonesia untuk Kependudukan dan Pembangunan tersebut.

Surya juga bercerita pengalamannya bertemu dengan beberapa kepala daerah. Ada di antara bupati dan wali kota yang mempertanyakan kebijakan alih status PLKB dari pegawai pemerintah daerah ke pusat. “Mereka bilang kalau (PLKB) menjadi pegawai pusat, nanti kami tidak memiliki kewenangan lagi.” Saya jawab, “Justru Bapak memiliki kekuasaan untuk memberikan kondite, nilai baik, prestasi, dan lain-lain. Justru kami pecat, kami tegur mereka, kalau tidak mau nurut kepada bupati atau wali kota,” ujar Surya.

Ke depan, imbuh dia, para PLKB baru akan dilatih secara khusus mengenai cara berkomunikasi. Alasannya, mereka harus harus berkomunikasi dengan para kepala daerah, camat, kepala desa, hingga masyarakat. Mereka inilah ujung tombak program KKBPK di Indonesia.

“Yang baru-baru (mendapat pelatihan) seperti itu. Kalau yang lama-lama tidak mau, sudah bosan. Sudah biar pindah saja. Saya memperkirakan ke depan PLKB/PKB ini akan banyak perempuan, ibu-ibu. Bapak-bapak biasanya masih banyak keinginan, ingin jadi kepala ini, kepala itu,” tambah mantan Kepala Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang ini.

“Ini persis tentara, harus dikendalikan pusat. Jadi kalau dia orang Jabar, dia di Jabar. Orang Garut tetap di Garut. Kalau mereka bekerja baik, lalu Bupati memberikan insentif, ya itu baik. Silakan. Sebulan ini saya keliling ke daerah. Solusinya, (program KKBPK) harus ditarik ke pusat. Selama ini kan tergantung kepala daerah, ada perhatian atau tidak sama program KB. Kalau ada, baguslah programnya. Ini harus ke pusat biar tidak tergantung kepada bupati atau wali kota. Kalau tidak lagi tergantung ke kepala daerah dan PLKB bekerja dengan sepenuh hati, selesailah program kita. Sederhana kok masalahnya. Yang menjadi rumit itu kalau melihatnya dengan kacamata sendiri-sendiri. Wah saya sudah enak di sini, kok jadi ke pusat. Kalau gak mau, jangan. Kalau gak mau, minggir. Sama revolusi mental juga begitu. Kalau gak mau, minggir,” papar dia lagi.

Pegawai Pemerintah Non-PNS

Mengenai status kepegawaian, Surya tidak memungkiri kesulitan mengangkat pegawai negeri sipil (PNS) baru untuk tenaga PLKB atau PKB. Namun begitu, Surya tidak khawatir mengingat adanya peluang mengangkat tenaga PLKB non-PNS yang keberadaannya dijamin dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Mengacu kepada UU tersebut, selain PNS, aparatur negara juga bisa berupa pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang selanjutnya disingkat PPPK. Mereka ini adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan.

“Kebutuhannya sedang kita hitung, bersamaan dengan pendataan keluarga yang kini tengah berjalan. Para tenaga non-PNS atau semacam tenaga kontrak ini akan menjalankan tugas sebagai PLKB/PKB yang pengelolaannya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Pemerintah daerah tinggal mendayagunakan. Walaupun bukan PNS, tidak apa-apalah. Yang penting kan mereka mendapat gaji dari pemerintah,” kata pria non-smoker kelahiran Palembang yang baru saja berulang tahun pada 23 Juni lalu tersebut.

Surya mengingatkan bahwa pengalihan tenaga fungsional KB dari daerah ke pusat tersebut merupakan amanat undang-undang. Karena itu, tidak alasan bagi daerah untuk menahan-nahan atau PLKB itu sendiri yang menolak menjadi pegawai pusat. Bagi peraih gelar Ph.D. dalam Population Planning and International Health di University of Michigan, Ann Arbor, Michigan, Amerika Serikat tersebut, pengelolaan petugas lini lapangan program KKBPK harus dilakukan secara terpusat layaknya militer atau kepolisian.(NJP)

11 comments

  1. lina novitasari abdul gopar

    Saya ingin di perhatikan nasib tpd kabupaten pangandaran

    • Een Ratnanengsih

      Tolong pa perhatikan tpd kab.sumedang yang sekarang dapat honor dri prov ja 800rb..padahal pekerjaan nya sma dengan PLKB/Pkb yg PNS..kmi semua tpd semangat bekerja pa

  2. Semoga TPD bs masuk ke pusat dengan status PPPK, demi hidup yg lebih baik. amin (TPD Kuningan)

  3. semoga kewajiban tod yang sudah dilaksanakn sepadan dengan hak yang diberikan..

  4. Tugas kita membina pra ks agar meningkat, lah kita sendiri msh banyak tpd yg ngontrak rumah. Umur merangkak, anak perlu biaya sekolah. #miris

  5. nasib tpd sedang dipertaruhkan, soalnya sk yg dari provinsi hanya sampai bulan oktober…terus untuk kedepannya kita tidak tau apakah lanjut atw tidak…

  6. Mendengar TPD akan dtarik ke pusat alhamdulliah artinya ada peningkatan buat honor kami ke depan.

  7. Kalo menurut saya, tolong tinjau kebawah pa, kita kadang berbenturan dengan tupoksi. Yang paling utama menurut saya itu adalah POS KB Desa pa, ujung tombaknya data dan program.

Leave a Reply to Deti.Maria Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top