JAKARTA – DUAANAK.COM
Bila tak ada aral melintang, Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) bakal menghelat musyawarah nasional (Munas) pada Mei 2017 mendatang. Perubahan nama organisasi menjadi salah satu wacana yang mencuat menjelang acara yang semestinya dilaksanakan setiap lima tahun sekali tersebut. Sejumlah opsi nama baru mengemuka saat berlangsungnya konsolidasi nasional IPKB di Jakarta pada 7-9 Desember 2016 lalu.
Bukan tanpa asalan. Wacana perubahan nama mengemuka atas sejumlah pertimbangan. Dua di antaranya menyangkut revitalisasi organisasi dan adanya kemiripan nama dengan organisasi lain. Penguatan atau revitalisasi menjadi salah satu upaya menyesuaikan diri dengan dinamika pembangunan kelurga berencana (KB) yang kini bertransformasi menjadi kependudukan, KB, dan pembangunan keluarga (KKBPK). Di sisi lain, kemunculan Ikatan Penyuluh Keluarga Berencana (IPeKB) berbuntut pada kesulitan sejumlah pihak dalam membedakan antara organisasi para penulis KB dengan asosiasi profesi para fungsional penyuluh KB.
“Perubahan nama penting untuk memperluas ruang gerak organisasi. Tidak harus mengikuti nama program, tapi setidaknya turut memasukkan matra kependudukan. Namun demikian, perubahan nama ini bergantung kepada peserta Munas nanti,” kata Ketua Umum IPKB Bambang Sadono saat memimpin pertemuan konsolidasi organisasi pada jurnalis dan penulis yang selama ini menaruh perhatian pada program KB tersebut. Konsolidasi diikuti 23 pengurus provinsi, pengurus pusat, dan para sesepuh IPKB.
Pernyataan Bambang ini tidak lepas dari sentilan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Surya Chandra Surapaty saat membuka acara. Bekas anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari partai berkuasa ini menaruh harapan besar agar IPKB turut memberikan dukungan kepada pembangunan KKBPK. Seiring perluasan program dari yang semula “melulu” urusan KB dan kini menjadi KKBPK, Surya mengusulkan agar IPKB juga bertransformasi menjadi IPKKBPK, singkatan dari Ikatan Penulis Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga.
“Tentu saya hanya mengusulkan. Selanjutnya menjadi hak teman-teman IPKB dalam menentukan nama dan arah organisasinya ke depan seperti apa,” kata Surya.
Sontak lontaran Surya memicu bisik-bisik di kalangan pegiat IPKB. Sebagian mengaku setuju IPKB perlu memperluas daya jangkaunya dengan cara menyesuaikan diri dengan dinamika program KB. Sebagian lagi menilai dinamika program tidak harus disikapi reaksioner dengan langsung mengubah nama organisasi. Namun demikian, sebagian besar di antara peserta konsolidasi cenderung setuju IPKB berubah nama.
“Untuk pergantian nama saya mengikuti kehendak forum saja. Yang penting saat ini adalah melakukan revitalisasi organisasi secara keseluruhan. Saat ini IPKB seperti mati suri. Hidup segan, mati tak mau. Banyak IPKB di daerah vakum. Begitu juga di pusat,” kata Suparmin, Ketua IPKB Jambi.
“IPKB itu identik dengan KB, keluarga berencana. Sementara program sudah berkembang menjadi KKBPK, sehingga tidak laku ‘dijual’ untuk program kependudukan dan non-KB lainnya,” Sekretaris Jenderal IPKB Heru Subroto menimpali.
Beda lagi dengan Ketua IPKB Daerah Instimewa Yogyakarta Arie Gijarto. Jurnalis perempuan Harian Bernas ini menilai nama IPKB memiliki ikatan sejarah yang melekat dengan perjalananan organisasi. Karena itu, perluasan program tidak serta-merta harus diikuti dengan perubahan nama. Perluasan gerak bisa dilakukan dengan cara menambahkan ruang lingkup organisasi dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART).
“Dulu itu yang dibentuk IPKB, bukan yang lain. Di hati ini ada IPKB. Rasanya tidak rela kalau harus diganti,” ungkap jurnalis senior yang puluhan tahun malang-melintang menulis program KB ini.
Pada akhirnya, seluruh peserta konsolidasi sepakat memberikan mandat kepada pengurus pusat IPKB untuk membentuk sebuah tim adhoc yang bertugas menyempurnakan AD/ART yang di dalamnya menyangkut perubahan nama organisasi. Tercatat sedikitnya terdapat tiga opsi perubahan nama organisasi yang diusulkan, yakni: tetap IPKB, IPKKB (Ikatan Penulis Kependudukan dan KB), dan IPKKBPK sebagaimana diusulkan Kepala BKKBN. Khusus pilihan kedua, sebagian peserta mengusulkan penulisan IPKKB turut menggunakan numerik menjadi IPK2B.
“Angka dua ini identik dengan KB: dua anak cukup. Dengan begitu IPK2B memiliki spirit yang sama dengan program KB atau KKBPK. Mudah-mudahan tim yang dibentuk IPKB Pusat turut mempertimbangan nama ini,” kata Muhammad Dahlan Abubakar, Ketua IPKB Sulawesi Selatan.
Sebagai catatan, IPKB didirikan di Jakarta pada 20 Mei 1973 silam. IPKB merupakan organisasi profesional dan independen yang bertujuan memperjuangkan tercapainya cita-cita, tujuan, dan kepentingan masyarakat. Dalam hal ini, terwujudnya suatu masyarakat adil dan makmur melalui penulisan kependudukan dan keluarga berencana serta pemberdayaan masyarakat. IPKB beranggotakan penulis KB serta para peminat lain yang memiliki aspirasi terhadap program kependudukan dan KB.
Sementara itu, enam bulan menjelang Munas pada Mei 2017 mendatang IPKB bakal mulai berbenah. Selain membentuk tim adhoc untuk merumuskan tata kelola organisasi, IPKB Pusat berjanji terus melakukan konsolidasi dan memperkuat keberadaan IPKB di daerah. Salah satunya melalui bekerjasama dengan Kepala BKKBN untuk membantu fasilitasi penataan organisasi IPKB.
“Pengurus provinsi diharapkan sudah clear sebelum Munas. (IPKB Provinsi) yang vakum dihidupkan lagi. Yang masa baktinya kepengurusannya sudah kedaluwarsa diperbarui lagi. Yang belum terbentuk sama sekali segara dibentuk dalam enam bulan ke depan. Kami akan bekerjasama dengan Kepala BKKBN untuk bersurat kepada Kepala Perwakilan BKKBN di setiap provinsi untuk memfasilitasi penataan organisasi IPKB di daerah,” kata Bambang.(NJP)