Home / Berita Utama / Jabar Optimistis Tak Ada Baby Boom Jilid II

Jabar Optimistis Tak Ada Baby Boom Jilid II

Webinar bertajuk “Ancaman Baby Boom Pascapandemi Covid-19” yang digagas Koalisi Kependudukan Jawa Barat dan BKKBN Jawa Barat belum lama ini. Webinar diikuti ratusan peserta dari berbagai daerah di Jawa Barat dan nasional.

BANDUNG | WARTAKENCANA

Kekhawatiran akan terjadinya baby boom akibat pandemi covid-19 sempat muncul dari sejumlah kalangan. Meski begitu, selama pelayanan keluarga berencana (KB) tetap berlangsung, kekhawatiran tersebut tidak perlu berlebihan. Selain itu, preferensi generasi milenial terhadap kelahiran juga makin teredukasi dengan baik. Pada saat yang sama, imbauan di rumah selama pandemi mendorong lahirnya sejumlah kreativitas baru di lingkungan keluarga.

Demikian salah satu simpulan dari seminar daring Koalisi Kependudukan Indonesia (KKI) Jawa Barat bekerjasama dengan dengan Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat yang berlangsung sebelum Idulfitri 1441 H lalu. Seminar menghadirkan narasumber Ketua KKI Jawa Barat Ferry Hadiyanto, Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Jawa Barat Eva Riantini, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Kusmana, dan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (PPKBP3A) Kota Tasikmalaya Nunung Kartini. Peserta webinar atau seminar daring berasal dari pengurus KKI Jawa Barat dan nasional, pengelola program pembangunan keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana (Bangga Kencana) se-Jawa Barat maupun nasional, dan bidan praktik se-Jawa Barat.

Ketua KKI Jawa Barat Ferry Hadiyanto tidak memungkiri adanya kenaikan angka kehamilan selama masa pandemi covid-19. Namun demikian, kenaikan tersebut tidak bisa digeneralisasi sebagai sebuah fenomena. Faktanya, sejumlah daerah menunjukkan penurunan kehamilan. Sementara sebagian lainnya menunjukkan pergerakan normal.

“Beberapa waktu lalu sempat viral adanya lonjakan kehamilan di Tasikmalaya. Seolah-olah imbauan di rumah saja mengakibatkan lonjakan kehamilan. Ternyata setelah dicek tidak demikian. Malah, kehamilan menurun dibanding sebelumnya. Kalau kita simak berita lain juga relatif beragam. Garut misalnya, biasa-biasa saja. Tak ada lonjakan. Ciamis menurun. Random saja, tiap daerah berbeda situasinya,” ungkap Ferry.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran (Unpad) ini menyebut probabilitas meningkatnya kehamilan terbilang kecil. Karena itu, Ferry memperkirakan tidak bakal terjadi ­baby boom di Jawa Barat. Aktivitas hubungan suami-istri hanya salah satu akibat yang muncul selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan karantina wilayah serta kebijakan bekerja dari rumah atau work from home (WFH). Ada sederet dampak lain yang turut muncul, seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perceraian, dan kriminalitas. Sejumlah pemberitaan media mengonfirmasi munculnya dampak-dampak tersebut.

Ketua Koalisi Kependudukan Jawa Barat Ferry Hadiyanto saat menyampaikan pemikirannya tentang dampak pandemi covid-19 bagi fertilitas di Jawa Barat.

“Di sisi lain, stay at home melahirkan budaya baru di masyarakat. Pembatasan sosial membuat perilaku konsumen berubah. Dari awalnya bisa seenaknya ke mana saja, sekarang semua harus di rumah. Maka lahirlah stay at home economy, seperti berbelanja secara online, food delivery, home entertainment, dan lain-lain. Saat bisnis konvensional rontok, e-commerce, logistik, food delivery, remote working, streaming services, media dan telekomunikasi, online learning, cloud services, farmasi, cleaning services, dan home fitness mengalami peningkatan. Pandemi mendorong lahirnya kreativitas baru untuk tetap produktif di rumah. Ini juga penting untuk menjadi catatan di luar masalah fertilitas,” kata Ferry.

Ferry juga mengingatkan perubahan preferensi keluarga tentang kelahiran. Hal ini muncul sejalan dengan perubahan karakteristik generasi di Indonesia. Generasi milenial atau generasi Y yang lahir setelah 1980-an cenderung lebih teredukasi dengan baik. Generasi ini dianggap memiliki pemahaman yang baik tentang sumber daya manusia berkualitas dan keluarga berkualitas. Perubahan ini merupakan perkembangan karakter Generasi X yang sudah lebih dahulu sadar akan pentingnya menunda pernikahan dan kelahiran.

“Kondisi ini kontras dengan karakteristik generasi Baby Boom yang masih tradisional-konservatif. Generasi ini melihat melihat kelahiran sebagai upaya menutupi defisit fertilitas akibat mortalitas pada masa Perang Dunia II. Secara kultural, mereka percaya bahwa banyak anak berarti banyak rejeki,” papar Ferry.

Pelayanan KB Masa Pandemi

Ketua IBI Jawa Barat Eva Riantini mengamini optimisme Ferry. Eva memastikan lebih dari 19 ribu bidan anggota IBI di Jawa Barat terus memberikan pelayanan kepada masyarakat selama masa pandemi covid-19. Hal ini dilakukan karena peran bidan sangat menentukan keberhasilan program KB. Pelayanan diberikan dengan menerapkan protokol ketat kesehatan untuk mencegah penularan virus.

Ketua IBI Jawa Barat Eva Riantini menunjukan dokumentasi pelayanan KB oleh bidan Jawa Barat selama masa pandemi covid-19.

Eva merinci, pelayanan bidan selama masa pandemi menerapkan sejumlah ketentuan. Pertama, jika tidak ada keluhan, maka akseptor IUD atau implan dapat menunda untuk kontrol ke bidan. Kedua, kunjungan ulang akseptor suntik atau pil harus membuat perjanjian dengan bidan melalui telepon atau pesan singkat. Jika tidak memungkinkan mendapatkan pelayanan, untuk sementara peserta KB dapat menggunakan kondom atau melakukan pantang berkala atau senggama terputus.

Ketiga, bidan melakukan pengkajian komprehensif sesuai standar asuhan kebidanan, termasuk informasi yang berkaitan dengan kewaspadaan penularan covid-19. Jika diperlukan, bidan dapat berkomunikasi dan koordinasi dengan RT/RW/Kades atau pimpinan daerah tentang status ibu apakah termasuk dalam isolasi mandiri atau tidak. Keempat, pelayanan KB diberikan sesuai standar dengan tetap menerapkan prinsip pencegahan penularan Covid-19.

“Selama pelayanan, akseptor dan pendamping serta semua tim kesehatan yang bertugas menggunakan masker dan menerapkan prinsip pencegahan penularan covid-19. Laporan yang kami terima dari daerah, teman-teman bidan patuh pada ketentuan ini. Mereka menggunakan alat pelindung diri (APD) selama memberikan pelayanan. Adapun untuk KIE (komunikas, informasi, dan edukasi), konseling kesehatan reproduksi dan KB dapat dilaksanakan secara online,” terang Eva.

Ketua IBI Jawa Barat Eva Riantini.

Eva menjelaskan, IBI mengeluarkan delapan rekomendasi kepada para bidan praktik mandiri. Pertama, pastikan semua peralatan dan perlengkapan sudah didesinfeksi. Kedua, semua pelayanan dilakukan dengan membuat janji terlebih dahulu melalui telepon atau WA. Ketiga, melakukan pengkajian komprehensif sesuai standar, termasuk informasi yang berkaitan dengan kewaspadaan penularan covid 19. Keempat, bidan  harus menerapkan prosedur pencegahan covid-19, meliputi cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir, jaga jarak minimal satu meter, semua pasien pendamping dan  tim kesehatan menggunakan masker, tim kesehatan menggunakan masker medis, kecuali pada APN bidan menggunakan masker N-95.

Kelima, yang bertugas pastikan bidan dan timnya yang bertugas selalu menggunakan APD sesuai dengan standar pelayanan. Tetapkan  cara pemasangan dan pelepasan APD  yang benar. Keenam, jika bidan tidak siap dengan APD  sesuai  kebutuhan dan tidak memungkinkan  untuk memberikan pelayanan, segera lakukan kolaborasi dan merujuk  pasien ke puskesmas atau rumahs sakit. Ketujuh, melakukan skrining terhadap faktor risiko, termasuk risiko infeksi covid-19. Apabila ditemukan  faktor risiko, segera dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit terdekat  sesuai standar. Kedelapan, pelayanan kebidanan pada ibu hamil, ibu bersalin, nifas, BBL serta KB pada masa pandemi covid-19 mengacu pada panduan dari kemenkes, PB POGI, PP IDAI, dan PP IBI.

Sementara itu, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Kusmana dan Kepala Dinas PPKBP3A Kota Tasikmalaya Nunung Kartini memastikan para petugas lini lapangan terus menjalankan tugasnya selama masa pandemi. Terhadap peserta KB pil, para petugas seperti pos KB dan sub pos KB berkeliling mengantarkan pil. Sementara bagi peserta KB suntik, para petugas membantu peserta KB untuk mendatangi bidan kelurahan maupun bidan praktik mandiri.

“Jawa Barat memiliki 1.300-an penyuluh KB (PKB) dan 2.500-an TPD. Mereka tetap siapa dan terus memberikan pelayanan yang dibutuhkan kepada masyarakat. Dengan tetap memperhatikan protokol pencegahan covid-19 tentunya,” kata Kusmana.

“Dalam melaksanakan tugas pelayanan, kami terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, seperti Dinas Kesehatan dan IBI. Kami juga terus berkoordinasi dengan petugas lapangan melalui virtual meeting mingguan. Di sisi lain, kami memanfaatkan kampung KB sebagai upaya optimalisasi dan kesinambungan berjalannya fungsi keluarga di masyarakat,” Nunung Kartini menambahkan. (NJP)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top