BANDUNG | WARTA KENCANA
Sejarah program keluarga berencana (KB) di Indonsia tak dapat dipisahkan dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). Bahkan, PKBI pula yang membidani kelahiran Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), lembaga yang mendapat mandat khusus menangani program KB atau kini bertransformasi menjadi pembangunan keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana (Bangga Kencana). Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Kusmana menyebut PKBI sebagai induk semang BKKBN.
“PKBI ini induk semang kami, BKKBN. Kalau tidak ada PKBI, mungkin BKKBN tidak akan lahir. Karena itu, kami keluarga BKKBN sangat berterima kasih kepada teman-teman PKBI yang tetap setia mengawal program KB hingga kini,” kata Kusmana saat membuka webinar “Rembug Jukung Dukung Program Sajuta Akseptor” yang diprakarsai PKBI Jawa Barat, sore kemarin, 24 Juni 2020.
Kolaborasi BKKBN-PKBI Jabar kemarin diikuti para Pengurus Daerah PKBI Jawa Barat, Pengurus Cabang PKBI, para relawan PKBI, pengelola program Bangga Kencana se-Jawa Barat. Webinar menghadirkan narasumber Siti Hannifah dari PKBI Jawa Barat yang secara khusus menjelaskan pelayanan KB di klinik-klinik PKBI selama masa pandemi Covid-19. Selain Kusmana, Ketua Pengurus Daerah PKBI Jawa Barat Rosmananda Romli turut memberikan pengantar sekaligus bercerita kilas balik perjalanan PKBI di Indonesia.
“Kami siap untuk rempug jukung sauyunan mendukung pelayanan 1 juta akseptor di Jawa Barat. Kami di Jawa Barat dan 18 cabang di daerah siap mengerahkan relawan mendayagunakan sumber daya yang dimiliki PKBI. Klinik-klinik PKBI siap menjadi tempat pelayanan KB dalam rangka pelayanan serentak Harganas maupun pelayanan jangka panjang setelah Harganas,” kata Rosmananda.
Rosmananda menegaskan, PKBI terus memegang komitmen untuk mengawal program KB di Indonesia. Komitmen tersebut menjadi bagian dari ikhtiar menyelamatkan Indonesia dari ledakan penduduk sekaligus menekan angka kematian ibu dan angka kematian bayi yang hingga kini masih tinggi.
“PKBI lahir dari keprihatinan tingginya kematian ibu dan bayi di Indonesia pada akhir dekade 1950-an. Fertilitas yang tinggi kala itu mengakibatkan banyaknya ibu yang meninggal saat melahirkan. Tidak jarang bayinya juga tidak tertolong. Kami bertekad menekan tingginya angka kematian tersebut. Spirit itu tetap terpelihara hingga sekarang,” tegas Rosmananda.
Rempug Jukung
Di bagian lain, Kepala BKKBN Jabar Kusmana menjelaskan, Pelayanan KB Sejuta Akseptor merupakan inisiatif BKKBN dalam memanfaatkan peringatan Hari Keluarga Nasional XXVII. Melalui kegiatan ini pihaknya berharap beberapa target sasaran strategis BKKBN dapat tetap diwujudkan di tengah pandemi Covid-19. Karena itu, pelayanan tetap memperhatikan protokol pencegahan penyebaran Covid-19 yang berlaku.
“Pelayanan KB sajuta akseptor bertujuan memenuhi kebutuhan akan kontrasepsi bagi pasangan usia subur (PUS), guna melindungi dari adanya kehamilan yang tidak diinginkan atau kehamilan yang berisiko karena pandemi Covid-19. Harus kami akui bahwa kondisi pandemi Covid-19 saat ini berdampak terhadap terbatasnya pelayanan KB bagi masyarakat yang membutuhkan,” terang Kusmana.
Terhambatnya pelayanan kepada masyarakat dengan sendirinya menjadi pemicu angka putus pakai kontrasepsi alias drop out peserta KB. Kalau sudah begitu, meningkatnya peluang kehamilan yang tidak diinginkan pun menjadi semakin nyata. Dengan jumlah PUS mencapai 9 juta, risiko kehamilan patut menjadi perhatian serius semua kalangan.
“Saat ini jumlah penduduk usia produktif di Jawa Barat 66 persen. Persentase penduduk usia reproduksi yang tinggi ini menuntut konsistensi dan pemerataan akses terhadap pelayanan KB. Inkonsistensi dan tidak meratanya akses terhadap pelayanan KB dapat dengan mudah memicu terjadinya baby boom jilid II,” tandas Ayah Uung, sapaan Kusmana.
Meski begitu, Uung optmistis target pelayanan yang dibebankan kepada Jawa Barat dapat tercapai. Di tengah kepungan pandemi Covid-19, Uung melihat adanya komitmen kuat dari pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota serta dukungan dari masyarakat. Kelembagaan lini lapangan berbasis masyarakat menjadi modal kuat bagi pencapaian target besar tersebut.
“Dari 1 juta yang menjadi target nasional, hampir setengahnya berasal dari Jawa Barat. Tepatnya 454.226 akseptor, baik baru maupun ganti cara dan ulangan. Tentu dengan dukungan dan komitmen mitra kerja, termasuk teman-teman PKBI, dalam mendukung kebijakan Bangga Kencana ini menjadi sebuah kekuatan besar. Kita semua rempug jukung sauyunan keur sajuta akseptor. Kami optimistis!” tegas Kusmana.
Kusmana menjelaskan, pelayanan 1 juta akseptor di Jawa Barat bakal melibatkan 3.479 petugas lapangan KB, 6.718 pembantu pembina keluarga berencana desa (PPKBD) alias pos KB, dan 50.740 sub PPKBD atau sub pos KB. Pelayanan berlangsung di 1.336 fasilitas kesehatan (faskes) pemerintah, 918 faskes swasta, 7.477 bidan praktik, dan 925 jejaring lainnya.(NJP)