Home / Berita Utama / Bebenah Mulai dari Hulu, Mulai dari Keluarga

Bebenah Mulai dari Hulu, Mulai dari Keluarga

Nenny Kencanawati, Kepala BP3APKKB Jawa Barat. (DOK. BPPKB KAB. CIREBON)

Nenny Kencanawati, Kepala BP3APKKB Jawa Barat. (DOK. BPPKB KAB. CIREBON)

Sebagian besar program pembangunan yang dilakukan pemerintah kerap hanya berkutat di hilir. Akibatnya, sulit memberikan solusi integral dan berkelanjutan. Otokritik ini datang dari Nenny Kencanawati, Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Kependudukan dan Keluarga Berencana (BP3APKKB) Jawa Barat.

 

Ada yang membuat Nenny kurang happy ketika mencermati sejumlah program yang digenjot kantornya ihwal pemberdayaan perempuan. Proses penjemputan korban perdagangan manusia (trafficking) atau advokasi bagi korban kekerasan dalam rumah tangga sesungguhnya adalah program yang dilakukan di ujung hilir. “Sekarang banyak masalah pemberdayaan itu ke hilir. Hulunya jarang disentuh,” ujar Nenny mencoba objektif.

 

Nenny yang saat ditemui turut didampingi sejumlah kepala bidang di BP3APKKB menjelaskan, ke depan pihaknya ingin menggarap bagian hulu dari masalah-masalah yang muncul dalam pemberdayaan perempuan maupun anak. Di manakah hulu yang dimaksudkan mantan Kepala Biro Pengembangan Sosial Sekretariat Daerah Pemprov Jabar tersebut? Menjawab pertanyaan tersebut, Nenny menjawab mantap: Keluarga.

 

Nenny menegaskan bahwa keluarga merupakan fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara. “Kita menempatkan keluarga pada posisi yang sangat strategis dalam membangun bangsa. Keluarga adalah penentu kualitas bangsa. Keluarga yang sehat dan  sejahtera adalah prasyarat bagi bangsa yang sehat dan sejahtera. Keluarga yang cerdas adalah landasan dari bangsa yang cerdas. Dari keluarga-keluarga seperti itulah akan lahir pemimpin-pemimpin bangsa yang andal,” ungkapnya.

 

“Dalam keluarga kita membentuk dasar-dasar karakter manusia, terutama karakter dan kepribadian anak-anak kita, generasi penerus bangsa, penerima estafet kepemimpinan bangsa. Dalam keluarga kita membangun kualitas manusia. Kualitas manusia dalam arti yang utuh, yaitu mencakup segi kesehatan, pendidikan, keterampilan, sikap, karakter, dan lain-lain,” Nenny menambahkan.

 

Secara konkret, sambung Nenny, pemberdayaan perempuan harus dimulai dengan melaksanakan delapan fungsi keluarga. Dia mengau sedih bila melihat persiapan perkawinan yang dilakukan calon mempelai. Alih-alih memantapkan kesiapan pengetahuan dan keterampilan, sebagian pasangan malah sibuk mempersiapkan foto preweding.

 

“Sekarang banyak perceraian yang penggugatnya perempuan. Kami ingin ada pengayaan terhadap calon pengantin. Misalnya kerjasama dengan Kanwil Kementerian Agama untuk memberikan kursus pranikah. Idealnya, dua bulan sebelum pernikahan diadakan pengembangan kapasitas calon pengantin, tidak hanya foto-foto preweding. Kita memberikan semacam pembekalan. Sehingga mereka yang akan menghadapi kehidupan mandapat bekal mengenai keluarga sakinah, mawadah, dan warahmah itu. Jangan menikah itu hanya sampai cinta satu malam atau empat malam,” ujarnya sambil tersenyum.

 

Tentu, BP3APKKB tidak bisa bertindak sendirian. Untuk itu, pihaknya berencana melibatkan tenaga penggerak desa (TPD) yang didanai melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Provinsi Jawa Barat untuk lebih aktif dalam menyosialisasikan dan memberikan pendampingan mengenai implementasi delapan fungsi keluarga. Dari situ dihadapkan akan muncul perubahan mindset di kalangan masyarakat.

 

8 Fungsi Keluarga

 

Lebih jauh mengenai fungsi keluarga ini, Nenny yang selama ini dekat dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tersebut menjelaskan secara lebih rinci. Kedelapan fungsi tersebut meliputi fungsi agama, sosial budaya, cinta dan kasih sayang, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, dan lingkungan. Fungsi agama, terang dia, merupakan fungsi yang mendorong keluarga agar dapat menjadi wahana pembinaan kehidupan beragama yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Kemudian fungsi sosial budaya diharapkan para keluarga dapat menjadi wahana pembinaan dan persemaian nilai-nilai yang luhur dari budaya tersebut. Dengan begitu, nilai luhur yang selama ini sudah menjadi panutan dalam kehidupan berbangsa tetap dapat dipertahankan dan dipelihara.

“Ketiga adalah fungsi cinta kasih. Mengapa cinta kasih? Tentu karena cinta kasih memiliki makna untuk mendorong keluarga agar dapat menciptakan suasana cinta dan kasih sayang dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” jelasnya.

Sedangkan fungsi keempat adalah perlindungan yang diartikan untuk mendorong keluarga agar dapat menciptakan suasana aman, nyaman, damai, dan adil bagi seluruh anggota keluarganya. Adapun fungsi reproduksi berintikan setiap keluarga dapat menerapkan cara hidup sehat, mengerti tentang kesehatan reproduksinya.

Keenam adalah fungsi pendidikan. Pendidikan tidak hanya berhubungan dengan kecerdasan, melainkan juga termasuk pendidikan emosional dan juga pendidikan spiritualnya. “Adapun fungsi ekonomi yang diharapkan juga dapat mendorong keluarga agar dapat membina kualitas kehidupan ekonomi keluarga, sekaligus dapat bersikap realistis serta bertanggung jawab terhadap kesejahteraan keluarga. Dan, yang terakhir adalah fungsi lingkungan, di mana diharapkan keluarga dapat menciptakan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan masyarakat sekitar dan alam,” terang dia.

Delapan fungsi keluarga ini diharapkan bukan sebagai simbol belaka, melainkan dapat menjadikan pijakan dan tuntutan keluarga dalam menjalani roda-roda kehidupannya. Keluarga merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan orang tua dalam membantu pembentukan karakter anak sehingga memiliki kepribadian yang matang.

“Sekarang hayu urang sasarengan bebenah menangani permasalahan ini,” Nenny menutup perbincangan.(NJP)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top